Jakarta, Berita Geospasial BIG -Bertempat di Gedung Bidakara Jakarta, Badan Informasi Geospasial (BIG) kembali menyelenggarakan Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Kelompok Kerja Informasi Geospasial Tematik (Pokja IGT) Tahap II. Rakortek Pokja IGT tahap II yang bertema “Sinergitas Penyelenggaraan IGT untuk Percepatan Penataan Ruang melalui Kebijakan Satu Peta” ini dibuka oleh Kepala BIG, Priyadi Kardono (Selasa, 9 Juni 2015)dihadiri lebih dari 100 peserta yang terdiri dari Kementerian/Lembaga terkait informasi geospasial. Rakortek Pokja IGT Tahap II terbagi dalam beberapa Kelompok Kerja (Pokja) diantaranya Pokja IGT Tata Ruang dan Dinamika Wilayah, IGT Darat, IGT Kelautan, IGT Atlas, IGT Kebencanaan dan Pokja IGT Geo-Intelijen.
Pada arahan Rakortek IGT II, Kepala BIG menyampaikan, pada era Pemerintahan Presiden Jokowi, informasi geospasial selalu dilibatkan pada berbagai proses perencanaan pembangunannasional. Antara lain dalam kajian spasial untuk mendukung perencanaan pembangunan baik tata ruang maupun dukungan lainnya. Dalam rangka melaksanakan pengintegrasian informasi geospasial tematik (IGT) diperlukan koordinasi dan sinergi antar Kementerian/Lembaga untuk menyamakan persepsi. Untuk itu diperlukan standarisasi dari data dan informasi geospasial tematik yang mengacu pada kebijakan Satu Peta. Selain itu diperlukan dasar hukum untuk Walidata IGT. Tugas Walidata adalah menyusun dan mengembangkan NSPK (Norma Standar, Prosedur dan Kriteria), mengkoordinasikan penyelenggaraan IGT serta mengelola IGT juga Tata Laksana dalam mengintegrasikannya.
Kepala BIG berpesan agar dari Rakortek ini dapat menyiapkan RSNI. Terkait percepatan pelaksanaan onemap policyyang mencakup walidata IGT dan tata laksana integrasi IGT serta rencana aksi penyelenggaraan IGT Nasional pada skala 1:50.000 pada kurun waktu tahun 2015-2019. Kesemuanya ituakan diusulkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres).
Sementara itu paparan kunci dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI yang dibacakan oleh Abdul Kamarzuki, Asisten Deputi Urusan Penataan Ruang dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan bahwa percepatan pelaksanaan one map policy IGT dalam mendukung penataan ruang nasional perlu didukung dengan koordinasi dan sinergi antar Kementerian dan Lembaga.Permasalahan atau konflik dalam penamanfaatan ruang diantaranya konflik pemanfaatan ruang terkait kehutanan, pertambangan, pertanian/perkebunan, transmigrasi serta pemberian hak dan status tanah. Untuk itu diperlukan koordinasi dan sinergi antar K/L dalam menyusun kebijakan one map sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Rakortek yang berlangsung satu hari tersebut, ditutup oleh Deputi Bidang IGT BIG, Nurwadjedi. Hasil resume dari Rakortek Pokja IGT adalah sebagai berikut :
1. Data geospasial untuk penataan ruang dapat dipenuhi melalui implementasi Kebijakan Satu Peta.Untuk melaksanakan Kebijakan Satu Peta, sebanyak 12 Kelompok Kerja (Pokja) IGT telah ditetapkan yang beranggotakan Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, dan Organisasi Non Pemerintah. Pokja IGT melakukan pertemuan rutin dalam wadah Rakornas (Rapat Koordinasi Nasional), Rakortek (Rapat Koordinasi Teknis) IGT dan Rakorda (Rapat Koordinasi Daerah).
2. Terdapat 2 hal yang perlu segera dilaksanakan:
a. Penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pelaksanaan One Map Policy yang mencakup Walidata IGT dan Tata Laksana Integrasi IGT serta Rencana Aksi Penyelenggaraan IGT Nasional pada skala 1:50.000 pada kurun waktu tahun 2015-2019
b. Pengambilan pilot project percontohan implementasi One Map Policy pada 1-2 provinsi untuk diselesaikan dalam 1-2 tahun.
3. Beberapa masukan terkait dengan Walidata IGT dari beberapa Kementerian/Lembaga (Kemnhub, Badan Geologi, SKK Migas, Kementan, BMKG, DITOPAD, KLHK, Kemen ATR) akan segera diakomodir untuk dilakukan perbaikan.
4. Satu Peta Penutup Lahan:
a. Pengumpulan data dilakukan dengan adanya surat dari BIG yang ditindaklanjuti dengan pengiriman dari updatingdata dari K/L terkait.
b. Proses integrasi dilakukan oleh BIG dan akan dilakukan proses verifikasi bersama dengan terlebih dahulu dilakukan koordinasi mengenai rencana kebutuhan personel, waktu dan dana.
c. Launching dapat dilakuan setiap tahun dengan pertimbangan kalau ada perubahan data (updating) dari K/L terkait.
d. BIG dapat megirimkan surat permintaan updating data penutup lahan pada bulan Juli 2015.
e. Proses verifikasi terhadap lahan baku sawah dengan Kementan pada bulan Juli 2015.
5. Satu Peta Liputan Dasar Laut dan Karakteristik Pantai:
a. Data karakteristik pantai yang dimiliki oleh BIG dan ESDM perlu disepakati atribut yang akan dipakai.
b. Data liputan dasar laut yang dimiliki oleh ESDM, Dishidros dan BIG perlu diintegrasikan menjadi Satu Peta pada skala 1:250.000.
c. Perlu dilakukan sharing data pesisir dan laut antara K/L dan SKK Migas. K/L mendapatkan manfaat data skala besar dan SKK migas mendapatkan manfaat dalam efisiensi eksplorasi minyak.
6. Pemetaan Multi Rawan Bencana:
a. Pokja mendorong penyusunan Norma, Spesifikasi, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pemetaan Multirawan Bencana yang bisa dijadikan sebagai materi penyusunan RSNI.
b. BIG beserta anggota Pokja Kebencanaan, kedepan akan memetakan Multirawan pada skala 1:50.000/1:25.000 untuk mendukung percepatan penyusunan/revisi Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota.
c. Perlu disiapkan aspek hukum (MoU) sebagai dasar kerjasama dalam “sharing data”.
d. Direncanakan pertemuan berikutnya Pokja Kebencanaan di BPBD DKI Jakarta.
e. Perlu dipilih daerah percontohan untuk pemetaan multirawan bencana dengan kriteria memiliki jenis bencana alam yang terbanyak.
7. Implementasi One Map untuk Penataan Ruang:
a. Perpres one map policy memiliki nilai strategis untuk menciptakan satu referensi dalam penyelenggaraan IGT dan menjamin ketersediaan IGT pada skala 1 : 50.000, terutama dalam mendukung tata ruang wilayah.
b. Struktur dalam Pokja IGT Nasional akan bersinergi dengan struktur yang diatur dalam Perpres (sesuai pada nomor 1 dan 2).
c. Sosialisasi dan pelaksanaan penyusunan Neraca Sumberdaya Alam Daerah akan lebih baik jika dilakukan melalui bimbingan teknis untuk meningkatkan kapasitas SDM di daerah.
d. Perlunya neraca kesesuaian tata ruang sebagai instrumen evaluasi tata ruang wilayah.
e. Perlunya pembahasan lebih lanjut tentang substansi perpres one map policy serta petunjuk pelaksanaannya.
f. Diperlukan dukungan dan political will dari stakeholder di daerah (Sekda dan DPRD) dalam penyusunan NSDAD.
8. Atlas Taktual dan Atlas Kewilayahan:
a. Diperlukan standar dalam pembuatan atlas wilayah administrasi dan mempunyai payung hukum untuk dipedomani pembuat atlas.
b. Standar nasional peta taktual perlu dibuat untuk memudahkan para tunanetra memahami geospasial sekaligus inisiasi dalam menuju satu peta standar untuk tunanetra.
c. Perlu memperjelas indikasi batas wilayah, strata wilayah administrasi terkait skala peta dasar yang dibutuhkan, dan aspek toponimi dalam pembuatan atlas wilayah.
d. Mempercepat NSPK atau pedoman teknis pembuatan atlas wilayah administrasi menjadi peraturan kepala badan atau SNI.
e. Mendorong peta taktual menjadi Standar Nasional Indonesia.
f. Akan berkoordinasi kepada para pemangku kepentingan terkait standar atlas wilayah.
9. Konsep Buku Putih Geoint:
a. Disepakati untuk menggunakan 10 elemen tata laksana untuk menjadi modal dasar implementasi kegiatan Pokja Geospasial Intelejen.
b. Perubahan istilah “Buku Putih” menjadi “ Kajian Akademis” dengan pertimbangan aspek hukum.
c. Perlu dibentuk tim khusus yang terdiri dari setiap perwakilan K/L untuk menyusun Tata Laksana dan Kajian Akademis Geospasial Intelejen.
d. Penyempurnaan konsep Kajian Akademis melalui masukan yang diberikan oleh anggota pokja GeoInt.
e. Tindak Lanjut Kegiatan:
• Koordinasi penyusunan Rencana Program GeoInt,
• Inventarisasi kebutuhan GeoInt Nasional,
• Penyusunan kajian,
• Penyusunan NSPK GeoInt,
• Pengelolaan IGD, IGT, dan Metadata,
• Updating data imagery,
• Pengolahan data imagery, dan
• Analisa berbasis desktop.
Semoga hasil dari Rakortek Pokja IGT Tahap II ini dapat segera ditindaklanjuti sehingga One Map Policy dapat tercapai untuk berbagai informasi geospasial tematik agar dalam pembangunan tidak terjadi tumpang tindih kepentingan. (YI/TR)