Surabaya, Berita Geospasial BIG - Indonesia memiliki wilayah laut yang luas, yaitu 2/3 dari wilayahnya, hal ini melatarbelakangi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982, Indonesia diakui dunia sebagai negara maritim. Wilayah Indonesia menurut UNCLOS 1982 tak sekadar meliputi area laut namun juga termasuk wilayah udara.Indonesia pun masih mempunyai hak pengelolaan sumberdaya alam pada laut bebas serta dasar samudera. Keseluruhannya itu membuat Indonesia menjadi bangsa yang begitu kaya dengan potensi laut, baik hayati maupun non-hayati. Sumberdaya pesisir dan lautansepertimangrove, ikan, terumbu karang,sumber energi terbarukan ataupun minyak serta gas bumi, mineral langka, ditambah dengan daerah wisata bahari, sekaligus sarana transportasi dunia dan lintas pulau yang murah menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan kaya sumber daya.
Berdasarkan semua unsur itu Indonesia memiliki visi sebagai poros maritim dunia. memiliki Agenda Pemerintah terkait dengan visi tersebut diantaranya pembangunan budaya maritim, pengelolaan sumber daya maritim, pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim, diplomasi dan pertahanan-keamanan maritim. Diharapkan dari diberlakukannya poros maritim tersebut perekonomian dan kemakmuran Indonesia meningkat pula.Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka diperlukan kerjasama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi dari berbagai pihak. Salah satu langkah awal yakni dibutuhkan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bidang Informasi Geospasial (IG) di Indonesia.
Pada Kamis, 7 Mei 2015, diselenggarakan Simposium Nasional dengan tema "Aplikasi Informasi Geospasial untuk Program Poros Maritim Pemerintah RI". Acara yang berlangsung di Auditorium Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) SurabayaLantai 3 tersebut dihadiri oleh Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Priyadi Kardono, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, beserta Rektor ITS, Joni Hermana. Tema ini merupakan langkah nyata peranan ilmu dan teknik geomatika dalam rangka mendukung pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya maritim di Indonesia.Pada kesempatan itu dilakukan pula penandatanganan Memorandum of Understanding(MoU) antara BIG dengan ITS.
Simposium Nasional tersebut bertujuan untuk mengenalkan perkembangan teknologi ilmu geomatika terutama terkait isu terbaru terhadap masyarakat, serta mempertemukan tenaga ahli geomatika, instansi terkait, dan masyarakat umum untuk membicarakan suatu tema sehingga nantinya akan dihasilkan suatu kesepakatan atau rekomendasi. Pada simposium tersebut Kepala BIG, Priyadi Kardono memberikan materi terkait peran IG dalam pembangunan Indonesia sebagai poros maritim. Priyadi memaparkan bahwa panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093 km, dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 pulau yang sudah memiliki nama dan koordinat. Sementara wilayah perairan adalah 6.315.222 km2, dimana wilayah kedaulatan sebanyak 3.374.668 km2, sedang wilayah perairan berdaulat 2.940.554 km2. Wilayah perairan Indonesia sangat luas bila dibandingkan dengan wilayah daratan Indonesia yang hanya 1.890.739 km2.
Dengan data diatas, tidak salah Pemerintah Indonesia saat ini fokus menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Priyadi menyatakan bahwa Negara Maritim Indonesia adalah negara yang mampu memanfaatkan wilayah laut sebagai pengembangan kekuatan geopolitik, kekuatan militer, kekuatan ekonomi dan kekuatan budaya bahari. Strategi utama yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperkuat politik maritim dan memperkuat ekonomi maritim. BIG juga memegang peranan penting dalam mendukung Indonesia sebagai Negara Maritim.
Penyelenggaraan IG untuk mendukung poros maritim antara lain berupa : penyediaan IG Dasar (IGD) berupa peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Lingkungan Laut Nasional (LLN), IG Tematik, dan terkait batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); Koordinasi antar Kementerian/Lembaga (K/L) dalam penyelenggaraan IG Tematik (IGT) Kelautan untuk mendukung penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir danPulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K); Kebijakan Satu Peta sebagai landasan dalam integrasi data geospasial antar K/L; penyusunan tata laksana integrasi IGT; serta penentuan walidata IGT pesisir dan laut agar pengelolaan IGterlaksana sesuai dengan tusi K/L yang bersangkutan.
"Penetapan Indonesia sebagai poros maritim merupakan kebijakan yang tepat untuk pengembangan infrastruktur di laut dan pemanfaatan sumberdaya laut yang berkelanjutan", ungkap Priyadi. Peran Informasi Geospasil (IG) disini sangat vital sebagai salah satu landasan dalam pengembangan wilayah pesisir dan laut termasuk IGD, IGT, dan batas NKRI. Dengan diimplementasikannya kebijakan satu peta, pemanfaatan IG dalam pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan di pemerintahan dan masyarakat akan dapat terlaksana, sehinggamasyarakat yang cerdas spasial akan terwujud. Dalam hal ini perguruan tinggi menjadi garda terdepan dalam penelitian dan pengembangan sumberdaya manusia di bidang maritim. "BIG membuka pintu lebar bagi para mahasiswa ataupun akademisi ITS yang membutuhkan data dari BIG ataupun yang ingin melakukan riset dan penelitian tentang IG", tandas Priyadi kepada para peserta. Pesan Priyadi tersebut disambut dengan tepuk tangan yang meriah dari peserta yang hadir.
Acara kemudian dilanjutkan dengan paparan dari narasumber berikutnya yang hadir dan diteruskan dengan sesi diskusi. Cukup banyak peserta yang bertanya pada sesi diskusi kepada para narasumber. Diharapkan simposium nasional ini dapat memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan IG di Indonesia. Sehingga dapat mendukung tercapainya visi Indonesia sebagai poros maritim dan terbentuknya masyarakat Indonesia yang cerdas geospasial. (LR/TR)