Denpasar, Berita Geospasial BIG - Dalam penyusunan peta tata ruang wilayah wajib dikonsultasikan kepada Badan Informasi Geospasial. Hal ini untuk menjamin peta tata ruang wilayah menjadi akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dan terimplementasikannya kebijakan satu peta. Untuk mempercepat penyusunan peta tata ruang wilayah Provinsi Bali, maka Badan Informasi Geospasial melakukan koordinasi terkait dengan Pemetaan Rencana Detil Tata Ruang dengan Pemerintah Provinsi Bali.
Hal tersebut sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG) bahwa BIG mempunyai tugas sebagai regulator, koordinator, dan eksekutor dalam penyelenggaraan IG. Dan dalam tataran lebih teknisnya sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, yang di dalamnya disebutkan bahwa perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.
Fungsi koordinasi yang dilakukan BIG salah satunya adalah dalam bentuk pembinaan yang dilakukan BIG kepada instansi pemerintah dan pemerintah daerah. Koordinasi tersebut dilaksanakan pada Rabu, 15 April 2015, dalam Rapat Koordinasi Tugas Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) dan Sosialisasi PP No. 8 Tahun 2013 yang merupakan kerja sama BIG dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. Acara yang berlangsung di Ruang Rapat Sandat Kantor Bappeda Pemprov Bali tersebut dihadiri oleh Sekretaris Utama, Titiek Suparwati dan Wakil Kepala BKPRD Provinsi Bali, Ida Bagus Gde Wijaye, dengan peserta yang terdiri dari BIG, dalam hal ini Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas; BKPRD Prov Bali; Bappeda Prov Bali; Bappeda Kota Denpasar; Ikatan Ahli Perencana (IAP) Prov Bali; Badan Lingkungan Hidup Prov Bali; Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat; Dinas Pekerjaan Umum Prov Bali; Dinas Perhubungan, Informasi, dan Komunikasi Prov Bali; serta Dinas Kehutanan Prov Bali.
Dalam sambutannya, Sekretaris Utama Titiek Suparwati menjelaskan bahwa tujuan diadakannya koordinasi ini sebagai salah satu perwujudan sosialisasi kebijakan satu peta, serta melihat sejauh mana BKPRD menjalankan fungsinya, terutama terkait koordinasi BKPRD Provinsi dengan BKPRD Kabupaten/Kota dalam penyiapan peta dasar skala 1 : 5.000. Titiek menambahkan bahwa kebijakan satu peta penting untuk mewujudkan kesatuan sistem peta rencana tata ruang yang akurat. "Kesatuan sistem berarti mengacu pada referensi tunggal yang ditetapkan oleh BIG, sementara akurat berarti peta-peta rencana tata ruang disusun berdasar IG Dasar dan IG Tematik yang dapat dipertanggungjawabkan", jelas Titiek. BKPRD menjadi krusial disini, terutama terkait fungsinya sebagai wadah koordinasi penataan ruang di daerah, menjamin terselenggaranya penataan ruang di daerah, serta menyerasikan dan menyinergikan penyelenggaraan penataan ruang nasional dengan daerah.
Dijelaskan pula peran Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) dalam membantu penyusunan rencana tata ruang di daerah, dimana PPIDS dapat berperan sebagai pendukung BKPRD. PPIDS di Prov Bali yang terdapat Universitas Udayana, dapat berperan sebagai sumber informasi terkait penyelenggaraan IG dan fasilitator dalam hubungan antar unit produksi, unit pengelola, dan unit penyebarluasan IG; dan antara produsen dan pengguna informasi geospasial. PPIDS dapat menjadi pusat pengembangan SDM yang unggul. "Sebagai lembaga pelatihan yang tersertifikasi dan sebagai tempat uji kompetensi yang terakreditasi", tandas Titiek.
Pada sesi diskusi permasalahan yang dibahas antara lain meliputi peran serta BKPRD dalam asistensi dan supervisi aspek perpetaan RDTR Kab/Kota dari sisi kelembagaan, kesiapan daerah dalam menyusun RDTR beserta petanya, serta kesiapan tenaga ahli dan kompetensinya dalam menyiapkan peta RTDR yang tepat. Salah satu peserta menyampaikan bahwa permasalahan yang sering muncul ketika berkonsultasi dengan BIG adalah data yang disusun kurang sesuai dengan standar pembuatan peta skala 1:5.000, selain itu bagian wilayah perencanaan (BWP) yang seringkali digunakan dalam RDTR di Bali adalah kecamatan. Ida Bagus Gde Wijaye juga mengutarakan kendala lainnya yaitu dalam hal penganggaran, dimana belum ada mata anggaran untuk membiayai tenaga teknis sebagai tim, serta belum optimalnya peran serta BKPRD dalam penyusunan RDTR.
Koordinasi yang dilakukan pada hari itu merupakan koordinasi awal, oleh karena itu perlu koordinasi lanjutan yang lebih teknis sehingga dapat mengarahkan BKPRD dalam proses pembuatan peta RDTR, dimana nantinya BKPRD berperan sebagai filter sebelum diproses ke BIG. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di BKPRD Prov Bali akan direncanakan penyelenggaraan bimtek dari BIG untuk BKPRD Prov Bali. Adapun saat ini bantuan teknis yang telah dilakukan oleh BIG di Prov Bali adalah sebanyak 3 BWP di Kab. Buleleng dan 1 BWP di Kab. Badung, dan masih akan dilanjutkan untuk BWP lainnya. Diharapkan rapat koordinasi ini dapat menjadi inisiasi untuk mewujudkan kerja sama antara BIG dengan BKPRD atau Pemerintah Provinsi Bali yang terintegrasi dan terkoordinir dengan baik. (LR/RP/TR)