Selasa, 05 November 2024   |   WIB
id | en
Selasa, 05 November 2024   |   WIB
Geograf Harus Berani Tampil Ke Depan dalam Proses Pemaknaan Informasi Geospasial

Yogyakarta, Berita Geospasial BIG - Geograf tidak boleh berhenti dan puas ketika telah mampu menyajikan Informasi Geospasial yang baik dan benar. Tetapi justru setelah tersedia data dan informasi geospasial, adalah bagaimana upaya untuk memaknai Informasi Geospasial, untuk melakukan skenario pembangunan, monitoring dan evaluasi berbasis pengambil keputusan.

Demikian pesan yang disampaikan oleh Sekretaris Utama BIG sekaligus Plt Kepala BIG, Titiek Suparwati pada saat menyampaikan makalah kuncinya yang berjudul "One Map Policy untuk Indonesia" pada acara Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XVII dan Kongres Ikatan Geograf Indonesia (IGI) pada 15-17 November 2014 di Yogyakarta.  PIT dan Kongres IGI ini mengambil tema "Potensi Geografi Indonesia Menuju Kejayaan Abad 21 Asia".

Plt Kepala BIG menjelaskan bahwa  profesi geograf harus berani tampil ke depan dan menjadi bagian penting dalam pembangunan nasional terutama terkait dengan pembangunan Informasi Geospasial (IG).  Pembangunan nasional pada dasarnya harus mampu mengurangi kesenjangan antar wilayah, mampu mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan berbasis keunggulan potensi wilayah dan pemerataan pelayanan sosial dasar. Kondisi ini dapat dicapai apabila, mulai dari tahap proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan nasional menggunakan Informasi Geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih jauh Titiek mengatakan bahwa saat ini telah terjadi perubahan paradigma, bahwa IG tidak hanya sekedar alat pendukung pengambil keputusan (decision support tool) tetapi IG telah berubah sebagai alat pembuat keputusan (decision making tools), artinya peran IG menjadi sangat sentral dan sangat penting. Tuntutan ke depan menjadi sangat berat dan lebih strategis terutama bagi para geograf, yaitu terkait dengan pemanfaatan IG untuk pembangunan.

Ketrampilan analisis dan sintesis terhadap IG untuk kepentingan pembangunan nasional inilah yang harus menjadi bagian kompetensi yang dimiliki seorang geograf. Oleh karena itu usulan profesi geografi yang menjadi bagian dari SKKNI harus segera dikawal oleh IGI ke depan. Saat ini telah tersedia SKKNI Bidang IG meliputi 6 Subbidang yaitu survei terestris, hidrografi,  fotogrametri, penginderaan jauh, sistem informasi geografis dan kartografi. SKKNI subbidang 1-5 adalah kompetensi untuk menyiapkan data dan informasi IG, sedangkan SKKNI subbidang ke-6 untuk menvisualisasikan IG. Sementara terkait dengan pemaknaan IG melalui integrasi, analisis dan sitensis IG untuk skenario pembangunan, monitoring dan evaluasi berbasis kewilayahan harus segera diusulkan menjadi sub bidang tersendiri di bawah SKKNI Informasi Geospasial.

PIT XVII dan Kongres IGI di Yogyakarta, menjadi sangat istimewa dengan hadirnya Prof. Sri Edi Swasono yang menyampaikan Orasi Ilmiah dengan tajuk "Kesadaran Geografi: KeIndonesiaan Negara Maritim dan ASEAN". Diingatkan kepada kita kembali bahwa Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, dimana wilayah Indonesia yang sangat luas dengan ribuan pulau, 12 lautan, 39 selat besar merupakan kekayaan nasional yang tidak ternilai. Kita memiliki Sea Lane of Communications (SLOC) ) atau Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). ALKI I (Laut China Selatan-Selat Karimata-Laut Jakarta-Selat Sunda), ALKI II (Laut Sulawesi-Selat Makassar-Laut Flores-Laut Lombok), ALKI III (Samudera Pasifik-Selat Maluku-Laut Seram-Laut Banda) merupakan prospek sumber devisa yang sangat besar yang harus kita raih, lanjut Sri Edi Swasono.  

Permasalahannya adalah jangan sampai forum kerjasama masyarakat global malah berubah menjadi forum persaingan yang akan mengundang pertarungan-pertarungan bisnis dan bahkan menjadi ajang "bancaan" terhadap kekayaan Indonesia. Oleh karena itu dalam membangun Bangsa Indonesia dengan wilayah maritim yang besar ini diperlukan re-orientasi di segala bidang. Orientasi parsial yang hanya tertuju pada daratan dan kurang menyentuh kelautan tentulah sangat mahal dari segi opportunity lost, sekaligus mengabaikan pesan konstitusi. Hal yang mendasar yang harus segera dilakukan oleh para geograf adalah melakukan inventori seluruh kekayaan SDA terutama wilayah kelautan, dari inventori disusun peta kekayaan dan peta pendayagunaan strategisnya sesuai dengan kriteria nasional, tahapan preferensi nasional, prioritas dan urgensi nasional. Hal ini sangat terkait erat upaya kita untuk mengenali persoalan nasional, potensi nasional, dan eksistensi nasional sebagai landasan untuk membangun  kemandirian (self-resilience), ketahanan atau kedigdayaan nasional (national resilience).

Rangkaian dari PIT ke XVII adalah pelaksanaan  Konggres IGI, yang telah berhasil menetapkan Prof. Dr. Hartono, DEA, DESS. sebagai  Ketua Umum Ikatan Geograf Indonesia (IGI) periode 2014-2018, yang menggantikan Ketua IGI sebelumnya pada periode 2010-2014 yaitu Prof. Dr. Suratman, M.Sc. Hasil Konggres juga menyepakati bahwa PIT IGI tahun 2015 akan dilaksanakan di Jakarta, kolaborasi antara BIG dengan Universitas Negeri Jakarta. Pada saat konggres Titiek Suparwati juga menyampaikan, bahwa BIG akan terus mendukung dalam penyediaan alat peraga pendidikan terutama terkait dengan Peta NKRI bagi pendidikan geografi di Indonesia melalui kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah agar para generasi muda mengenali dan memahami wilayah negara kita dengan baik. (SPR-HAR/SID/TR).