Palu, Berita Geospasial BIG - Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) yang mengandung makna satu referensi, satu standar, satu basisdata dan satu portal. Kebijakan ini salah satunya sangat perlu diimplementasikan, salah satunya untuk pemetaan klaim wilayah adat di Sulawesi Tengah.
Sehubungan dengan hal tersebut, secara mandiri Yayasan Merah Putih menyelenggarakan Lokakarya Multi Pihak tentang Kebijakan Satu Peta di Sulawesi Tengah di Palu pada 6 November 2014. Adalah Sora Lokita, Plt. Kepala Bagian Hukum yang mewakili BIG saat menjadi narasumber pada lokakarya tersebut, menyampaikan bahwa peta yang baik adalah ketika peta multisektor dapat diintegrasikan dengan berbagai peta lainnya dalam satu referensi, satu standar, satu basisdata dan satu portal yang sama, atau dikenal dengan Kebijakan Satu Peta.
Lokakarya Multi Pihak ini diselenggarakan untuk menyusun rancangan kebijakan peta kelola rakyat dalam implementasi One Map Policy di Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah. Lokakarya ini dihadiri oleh perwakilan dari akademisi, pemerintah daerah, dan masyarakat umum di Provinsi Sulawesi Tengah.
Selain perwakilan dari Badan Informasi Geospasial (BIG), yang menjadi narasumber dalam lokakarya ini adalah Gubernur Sulawesi Tengah yang diwakili oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, Mahardi dan Tim Perumus Kebijakan Peta Klaim Wilayah Adat yang diwakili oleh Dr. Livawanti. Dalam paparannya, Mahardi menyampaikan bahwa masyarakat adat perlu diakui. Namun untuk memperkuat itu, perlu juga ada wilayah adat. Aplikasi Participatory Mapping yang sudah di-launching oleh BIG bekerjasama dengan UKP4 dan BP-REDD beberapa waktu lalu di Jakarta, diharapkan bisa memperkuat masyarakat adat untuk dapat memperoleh wilayah hak ulayatnya.
Dalam paparan selanjutnya, Livawanti menyampaikan bahwa perlunya ada reposisi peta klaim wilayah adat. Oleh sebab itu, adanya Aplikasi Participatory Mapping yang BIG dan UKP4 sediakan tentunya sangat membantu masyarakat adat dalam hal penggambarannya sehingga bisa tersebar secara nasional. Selain itu, Tim ini terus mengedukasi masyarakat adat untuk dapat merujuk kepada One Map Policy, khususnya satu referensi dan satu standar dalam penyelenggaraan peta wilayah adat.
Dalam diskusi yang berlangsung cukup hangat, diinformasikan pula oleh Sora Lokita bahwa Citra Satelit Resolusi Tinggi juga dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam Aplikasi Participatory Mapping.
Mengenai desakan beberapa pihak yang disampaikan pada acara tersebut untuk merevisi berbagai peraturan perundang-undangan terkait spasial yang sampai saat ini dianggap belum berpihak kepada kepentingan pemetaan wilayah adat, BIG menyampaikan bahwa hal ini harus dikaji secara mendalam dan tentunya tidak menutup kemungkinan dilakukan berbagai penyempurnaan di kemudian hari bila sejalan dengan kebijakan yang ada.
Selanjutnya sebagai penutup, Sora Lokita memberikan salinan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Informasi Geospasial serta Buku Kebijakan Satu Peta sebagai tanda persahabatan kepada Yayasan Merah Putih dan Gubernur Jawa Tengah yang diwakili oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. (Akbar-Oki/TR).