Bandung, Berita Geospasial BIG - Setelah melalui proses yang panjang, Peta Joint Border Mapping (JBM) Indonesia-Malaysia Lembar No. 14, 15, 16 , 36 dan 37 akhirnya berhasil diselesaikan. Proses pembuatan peta ini sudah dimulai sejak akhir tahun 2012, melewati berbagai tahap pengecekan oleh kedua negara, untuk memastikan bahwa kualitas data maupun hasil akhir petanya sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan.
Bertempat di Golden Flower Hotel Bandung, pada 28-30 Oktober 2014 telah diselenggarakan pertemuan Eleventh Joint Working Group for Common Border Datum Reference Frame (CBDRF) and Joint Border Mapping (JBM) Project Between Indonesia (Kalimantan Timur & Kalimantan Barat) and Malaysia (Sabah & Sarawak) atau IMCM-11. Pada forum yang membawahi Sub-Working Group CBDRF dan JBM ini, delegasi Indonesia diketuai oleh Dr. -Ing. Khafid, dengan didampingi Ketua Sub-Working Group CBDRF yaitu Anas Kencana dan Ketua Sub-Working Group JBM yaitu Dr. Ade Komara. Kemudian untuk delegasi Malaysia diketuai oleh Sr. Dr. Mohamad Kamali bin Adimmin, dengan didampingi Ketua Sub-Working Group CBDRF yaitu Sr. Zulkafli bin Chihat dan Ketua Sub-Working Group JBM yaitu Sr. Mohamad Latif bin Zainal.
Selain mengagendakan penandatanganan Peta JBM Lembar No 14-16 dan 36-37, pada pertemuan ini ditandatangani juga Peta JBM Lembar 17-21. Namun demikian untuk Lembar 17-21 memang belum final, yaitu masih tahap Field Verification Plots (FVP), berbeda dengan Lembar 14-16 & 36-37 yang sudah tahap Final Hardcopy Proof (FHP). Dengan selesainya Lembar 14-36 & 36-37, maka sampai saat ini sudah diselesaikan 21 Lembar Peta JBM (1-16, 36-37 & 41-43) dari 45 Lembar Peta yang direncanakan.
Untuk Sub-Working Group CBDRF, disampaikan tentang hasil inventarisasi data maupun hasil perataan koordinat untuk pilar batas Indonesia-Malaysia segmen H62-I01 dan segmen X1382-V562. Hasil perataan koordinat ini nantinya digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk penentuan interval jarak pada saat dilakukan Joint GNSS Survey Indonesia-Malaysia. Hasil analisis pada segmen tersebut adalah untuk segmen H62-I01 survei GNSS bisa dilakukan pada interval 5 km, dan untuk segmen X1382-V562 survei GNSS bisa dilakukan pada interval 7,5 km dengan alternatif 5 km. Sebagai informasi, survei GNSS pilar batas Indonesia-Malaysia perlu dilakukan karena sampai saat ini, koordinat pilar batas Indonesia-Malaysia yang resmi masih menggunakan sistem proyeksi Rectified Skew Orthomorphic (RSO) dengan datum Timbalai yang merupakan sistem pemetaan yang lazim dipakai oleh Malaysia. Sedangkan di Indonesia, sistem yang digunakan adalah Proyeksi UTM ataupun Geografis, dengan Datum WGS 84. Perbedaan sistem pemetaan inilah yang dikhawatirkan bisa menimbulkan masalah, terutama masalah interpretasi koordinat pilar batasnya. Dengan tambahan dua segmen ini, sampai tahun 2014 ini sudah diselesaikan kurang lebih 74,6% dari jumlah pilar keseluruhan. Dalam pertemuan ini pun, dibahas juga mengenai persiapan pelaksanaan Joint GNSS Survey untuk Segmen H62-I01 yang akan dimulai bulan Maret 2015 mendatang.
Hasil pertemuan IMCM-11 ini kemudian akan dilaporkan ke forum yang lebih tinggi yaitu Joint Malaysia Indonesia Technical Committee (MIT) ke-44 yang akan dilaksanakan pada tanggal 4-7 November 2014 di Malaka, Malaysia. (AVB/TN/TR).