Batas wilayah memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena impaknya sangat mempengaruhi berbagai kebijakan yang menyertainya. Untuk itu perlu ditata dengan baik dan bertanggung jawab, agar dapat tercipta tertib administrasi pemerintahan.
Konsep perbatasan wilayah menjadi topik yang menarik karena berkaitan erat dengan gagasan kekuasaan dalam konteks budaya. Bahkan perselisihan antar bangsa juga kerap terjadi karena masalah perbatasan, yang tidak jarang berujung pada konflik dan peperangan. Perbatasan berkaitan erat dengan aspek keruangan, dimana aspek ini mengacu pada sumber daya ekonomi yang menjadi penyangga kehidupan masyarakat atau bangsa. Tidak jarang daerah perbatasan yang mengandung kekayaan sumber daya alam mengundang klaim dan pencaplokan wilayah yang memerlukan penyelesaian diplomatik. Semua hal itu menimbulkan urgensi terkait penyelesaian batas wilayah, terutama batas daerah dalam negara itu sendiri.
Hal di atas terjadi juga di Indonesia yang sangat luas. Wilayah Indonesia bila disandingkan dengan peta wilayah Eropa luas daerahnya hampir seluas Eropa Barat. Ujung barat Indonesia, Kota Sabang sampai ujung timur Indonesia, Kota Merauke luasnya sama dengan Kota London di Inggris sampai Kota Baghdad di Irak. Hal itu disampaikan Anas Kencana, Kepala Bidang Pemetaan Batas Negara Badan Informasi Geospasial (BIG) pada acara Rapat Pembekalan Instrumen Tata Kelola Keuangan dan Inisiatif Tata Kelola Hutan dan Lahan pada hari Selasa, 16 September 2014. Rapat yang berlangsung di Balai Kartini, Jakarta tersebut mengangkat tema terkait pentingnya penyelesaian tata batas administrasi untuk ketahanan nasional dan pencegahan korupsi.
Dengan disahkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa implikasi tentang arti pentingnya penegasan batas untuk otonomi daearah. Kewenangan untuk mengatur sumber daya alam dan langkah penyelesaian konflik antar daerah juga dipaparkan di dalamnya. Disebutkan pula persyaratan dalam pembentukan daerah baru, terdiri atas syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Salah satu syarat administratif yang wajib dipenuhi adalah peta. BIG sebagai penyelenggara utama Informasi Geospasial Dasar (IGD) di Indonesia menjadi rujukan utama dalam pemenuhan syarat tersebut sebagaimana tertulis dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Sementara itu untuk peta IG Tematik boleh diselenggarakan oleh siapa saja asal mengacu pada IGD dari BIG.
Terkait penentuan batas daerah, Anas menjelaskan bahwa BIG berperan dalam ekstrasi batas indikatif yang nantinya akan digunakan untuk penegasan batas daerah, sementara untuk peta batas dan batas definitif dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Untuk penegasan batas digunakan metode kartometrik sesuai dengan Permendagri Nomor 76 Tahun 2012. Sementara untuk Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) sesuai dengan Permendagri No 76 Tahun 2012 Pasal 20 terdiri atas beberapa unsur, antara lain: Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum selaku Ketua Tim; Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kemendagri; Badan Informasi Geospasial; Direktorat Topografi TNI AD; Dinas Hidrografi dan Oseanografi TNI AL; dan unsur lain sesuai keperluan.
Anas juga menjelaskan ada perbedaan pemaknaan batas daerah pada era sebelum dan sesudah otonomi daerah. Pada era sebelum otonomi daerah, lampiran peta tidak ada skala, tidak ada proyeksi peta dan sistem koordinat, tidak ada datum geodetik, delineasi garis batas ada tapi tidak jelas dan tidak definitif karena tidak adan koordinat, serta sumber data, pembuat, dan tahun pembuatan peta tidak dicantumkan. "Di era setelah otonomi daerah, pada lampiran peta terdapat skala, proyeksi peta, sistem koordinat, datum geodetik, dan adanya delineasi garis batas," terang Anas kepada peserta yang hadir.
Dengan adanya manajemen batas, konflik atau perselisihan yang terjadi dalam proses penentuan batas bisa dicegah. Fondasi geodesi dalam penentuan batas wilayah akan menjadi penguat dalam prosesnya, selain fondasi hukum tentunya. Apalagi pada umumnya batas daerah di Indonesia menggunakan batas alam atau batas buatan, yang secara tak terduga mungkin terjadi perubahan-perubahan. Oleh karenanya peta sangat penting dalam penataan batas daerah, selain untuk memilih letak dan mendefinisikan batas, juga sebagai alat negosiasi untuk mencapai kesepakatan, serta media untuk menampilkan dan menggambarkan batas wilayah yang telah disepakati.
Pemekaran wilayah di Indonesia masih terus berlangsung, hingga kini segmen daerah di Indonesia sebanyak 966 segmen, yang telah diselesaikan sebanyak 237 segmen, yang belum tuntas masih ada 729 segmen. "Tantangan yang perlu diselesaikan antara lain terkait percepatan penegasan, alternatif kebijakan, peran penelitian dan pengembangan, serta peningkatan SDM dan teknologi IG," ungkap Anas. Pada acara yang dihadiri berbagai stakeholder dan pemerintah daerah tersebut Anas mengajak semua pihak untuk memahami pentingnya pemetaan dengan referensi dan standar yang sama, serta perlunya dokumentasi data geospasial karena berkaitan dengan aspek legal dan sejarah. Acara yang berlangsung selama 2 hari tersebut kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang dipimpin oleh Deputi V Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Tjokorda Nirarta Samadhi. Dalam diskusi Anas kembali menegaskan pentingnya peran daerah dalam penegasan batas daerah, karenanya konfirmasi ulang ke daerah penting untuk dilakukan. Hal itu agar peta batas yang telah diselesaikan dapat disepakati bersama dan mencegah timbulnya konflik di masa depan. (LR/TR)