Jakarta, Berita Geospasial BIG - Masa depan sebuah kota atau wilayah perlu dikelola dengan baik dan bertanggung jawab dengan memanfaatkan sumberdaya lokal secara arif. Untuk itu semua perlu didukung oleh data dan informasi geospasial.
Dalam rangka mengantisipasi masa depan inilah, maka dilaksanakan suatu program untuk menciptakan sebuah kota hijau dan inovatif yang berkelanjutan yang disebut Ina-GRES (Indonesian Green and Resilient Cities). Melalui sebuah kegiatan yang diprakarsai oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Universitas Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum, bertempat di Hotel Ambhara Jakarta Selatan telah digelar Lokakarya Pembangunan Kota dan Kabupaten Hijau dan Berketahanan Berbasis Data dan Informasi Geospasial "Indonesian Green and Resilient Cities-Ina-GRES" pada Selasa, 16 September 2014.
Lokakarya yang diikuti sekitar 45 peserta yang merupakan stakeholder dari data dan informasi geospasial yang berasal dari kementerian, universitas dan daerah yang berjumlah 23 kota/kabupaten terpilih. Lokakarya menghadirkan para pakar sebagai pembicara kunci, yaitu Dr. Asep Karsidi, Kepala BIG, Dr. Ir. Yusuf S. Djajadiharja, Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial BIG dan Prof Dr. Jan Sopaheluwaken, President Indonesia International Institute for Urban Resilience.
Kepala BIG Dr. Asep Karsidi dalam paparan kuncinya menegaskan perlunya merencanakan masa depan dengan menggunakan dan memaksimalkan pemanfaatan data dan informasi geospasial sebagai bentuk nyata mengantisipasi datangnya era pertumbuhan penduduk yang tinggal di perkotaan pada tahun 2050. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan yang terintegrasi yang didukung oleh data dan informasi geospasial mulai dari penataan permukiman, penataan jalur hijau, infrastruktur transportasi, kawasan industri, daerah pertanian, dsb. Kesemuanya itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan sebuah sarana teknologi informasi yang telah dibangun oleh bangsa Indonesia yang dikenal dengan sebutan Ina-Geoportal.
Kesemuanya itu dilatarbelakangi oleh suatu kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini, dimana perkembangan perkotaan semakin hari semakin meluas. Perlu diimbangi suatu inovasi agar sebuah kota dapat selalu hijau dan berketahanan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi. Apabila kita pikirkan secara spontan, ketika mendengar kata "pedesaan"? tentu, sebuah pemandangan yang hijau, bebas polusi, dengan hunian penduduk yang serba sederhana, termasuk tingkat pendidikannya pada level menengah ke bawah, dan tingkat kerapatan penduduk yang tidak begitu berdesakan.
Berbeda dengan pikiran spontan yang muncul ketika kita mendengar sebuah kata "perkotaan", tentu benak kita langsung tergambar sebuah kerapatan penduduk yang cukup padat dan berdesakan, tingkat polusi yang cukup tinggi, tingkat pendidikan yang berada pada level menengah ke atas, dan adanya pusat perekonomian.
Indonesia, termasuk salah satu negara berkembang yang mayoritas penduduknya tinggal di desa-desa. Dengan demikian, pantas saja mayoritas penduduk Indonesia masih berada pada tingkat pendidikan menengah ke bawah dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi per kapita yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara yang sudah berkembang.
Data statistik kependudukan global menunjukkan, bahwa pada tahun 2011 sebanyak 7 milyar penduduk dunia tinggal di daerah perkotaan (50 % penduduk dunia). Sedangkan prediksi pada tahun 2050 sebanyak 10 milyar penduduk dunia akan tinggal di daerah perkotaan (70-80 % penduduk dunia). Angka pertumbuhan penduduk dunia yang akan tinggal di kota ini menjadi persoalan serius dan persoalan tersendiri mengingat kota selalu diasosiasikan dengan situasi yang memiliki tingkat poilusi cukup tinggi, tingkat hunian penduduk yang sangat rapat, dan kesemrawutan penataan infrastruktur serta ketidakteraturan lokasi hunian. (YH/TR).