Selasa, 05 November 2024   |   WIB
id | en
Selasa, 05 November 2024   |   WIB
Teknologi Informasi Geospasial Mendorong Efektivitas dan Efisiensi Anggaran Negara

Untuk menyelenggarakan Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT) diperlukan adanya dukungan Infrastruktur Informasi Geospasial (IIG) dan kesemuanya ini membutuhkan teknologi tinggi untuk mewujudkannya. Dengan Kebijakan Satu Peta, maka akan menghemat anggaran negara, karena tidak perlu semua Kementerian/Lembaga membuat IGD, karena sudah disediakan oleh BIG. Dengan didukung teknologi informasi yang sangat pesat akhir-akhir ini, maka Teknologi Informasi Geospasial dapat mendorong untuk terlaksananya efektivitas dan efisiensi anggaran negara.

Demikian disampaikan oleh Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), Asep Karsidi pada makalah kunci dengan judul “Status Terkini Teknologi Informasi Geospasial di Indonesia” pada Lokakarya Nasional  dengan tema “Kemajuan Teknologi Informasi Geospasial dan Penerapannya di Indonesia dalam Mendorong Efektivitas dan Efisiensi Penggunaan Anggaran Negara” pada Selasa, 9 September 2014 di Ruang Auditorium Gedung BPPT Jakarta. Lokakarya ini diselenggarakan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Pengelola Reduksi Emisi, Deforestasi dan Degradasi Hutan (BP REDD).

Selanjutnya Asep Karsidi menjelaskan bahwa IGD diselenggarakan oleh satu-satunya lembaga pemerintah yaitu Badan Informasi Geospasial (BIG). Dengan terselenggaranya IGD untuk seluruh wilayah Indonesia, maka satu referensi, satu basisdata, satu standar dan satu geoportal yang mendasari untuk pembangunan IGT di Indonesia akan tercapai, kebijakan ini disebut Kebijakan Satu Peta (One Map Policy).
 
Lebih jauh Kepala BIG menambahkan bahwa IGD dijamin ketersediaannya, agar Kementerian/Lembaga serta masyarakat luas dapat dengan mudah mengakses dan memanfaatkan IGD tersebut. Dengan kemajuan teknologi termasuk teknologi informasi geospasial, terjadi perubahan paradigma terutama pada pemanfaatan informasi geospasial, yang semula pada format cetakan, sekarang dalam bentuk digital, pengguna IG bukan hanya terbatas pada instansi atau lembaga formal, tetapi juga pada masyarakat luas dan individu.

Dengan semakin meningkatnya teknologi, masyarakat dapat dengan mudah memperoleh informasi geospasial melalui fasilitas internet dengan menggunakan berbagai peralatan. Teknologi Informasi Geospasial menggunakan teknologi tinggi, pada akuisisi data informasi geospasial baik darat, laut dan udara, baik melalui pengukuran langsung (terestris) maupun menggunakan teknologi penginderaan jauh menggunakan satelit atau pesawat terbang, diantaranya teknologi posisioning. Selain itu teknologi tinggi juga digunakan pada pengelolaan data dan informasi geospasial serta teknologi tinggi untuk penyebarluasan data dan informasi geospasial. Dengan bervariasinya jenis teknologi yang dibutuhkan untuk pembangunan informasi geospasial membuka peluang untuk tumbuhnya industri teknologi dan layanan jasa informasi geospasial. Hingga saat ini teknologi yang dipergunakan masih didominasi oleh teknologi dari luar, oleh karena itu perlu adanya dukungan agar kita dapat membangun teknologi sendiri untuk menunjang pembangunan Informasi Geospasial Nasional, demikian pungkas Asep Karsidi.

Lokakarya dibuka oleh Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT, Ridwan Djamaluddin. Pada sambutannya, Ridwan mengatakan bahwa pemilihan, penelitian dan penggunaan Teknologi Informasi Geospasial di Indonesia sudah sejak lama. Dalam penggunaan teknologi informasi geospasial, perlu dipilih dan dipilah teknologi yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Teknologi maju Informasi Geospasial diantaranya dalam bidang Teknologi Penginderaan Jauh dengan menggunakan teknologi Multispektral serta Hiperspektral, Laser Airbone Depth Sounder dan lain-lain. Kemajuan teknologi mempengaruhi paradigma, termasuk dalam teknologi informasi geospasial, kedepan tata cara penyediaan dan pengelolaan Informasi Geospasial merupakan tantangan bagi Negara Indonesia yang sangat luas dan heterogen ini.

Sementara itu, Deputi III Bidang Pemanfaatan Teknologi dan Analisa Informasi, UKP-PPP, Agung Hardjono menjelaskan bahwa Informasi Geospasial sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Informasi lokasi, sebaran objek, kualitas objek dan data objek dapat dengan mudah digambarkan dengan informasi geospasial. Hal tersebut disampaikan dalam materinya “Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan yang efektif Membutuhkan IG yang Akurat, Handal, Tepat Waktu”.

Selanjutnya, Kepala BP REDD, Heru Prasetyo dalam paparannya “Mengurangi Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan Gambut Mutlak membutuhkan Teknologi Terkini”, menjelaskan bahwa Teknologi Informasi Geospasial sangat dibutuhkan BP REDD, dan menjadi kunci dan sangat penting pada kegiatan BP REDD.

Pembicara Kunci dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Adnan Pandu Praja dalam “Pencegahan Korupsi dan Pemborosan Anggaran Negara Melalui Penerapan Teknologi Informasi Geospasial” mengatakan bahwa di Indonesia, persoalan perijinan merupakan persoalan yang sangat rumit,  karena masing-masing instansi memberikan perijinan sehingga terjadi tumpang tindih, masalah utama terletak pada integritas penyelenggara negara. Disini peran KPK mendorong Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk berperan dalam One Map Policy (Kebijakan satu Peta).

Selain 4 pembicara kunci di atas, lokakarya menghadirkan beberapa pembicara yang merupakan para pakar terkait informasi geospasial, diantaranya Fotogrametri, LIDAR dan IFSAR, Data Dasar LLN, LPI dan Batimetri, CORS serta Manajemen Basis Data, Hyperspectral Remote Sensing, SAR Remote Sensing, Zonasi Tata Ruang Laut Pesisir serta Pemetaan Cepat Kebencanaan. (YI/TR).