Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah ekosistem yang sangat komplek, terlebih DAS Bengawan Solo, yang merupakan mega ekosistem. DAS Bengawan Solo melingkupi 2 wilayah provinsi dan 30 kabupaten/kota, merupakan DAS yang penting di Pulau Jawa. DAS ini memuat sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi perkotaan dan pedesaan yang ada di sekitarnya, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan ekonomi. Untuk itu perlu dikelola dengan menggunakan Informasi Geospasial(IG) yang andal, dapat dipertanggungjawabkan dan mudah diakses.
Pentingnya informasi geospasial dalam mengelola DAS disampaikan oleh Kepala BIG, Dr. Asep Karsidi, M.Sc, saat memberikanmakalah kuncinya dengan judul “Peran Informasi Geospasial dalam Pengelolaan DAS”. Asep Karsidi menjelaskan bahwa peran Informasi Geospasial (IG) yang dapat dipertanggungjawabkan sangat penting dalam pengelolaan DAS. DASmerupakan satuan fisik yang nyata sebagai fungsi wilayah di lapangan. Dengan mengenali karakteristik DAS secara pasti, sehingga potensi alamnya dapat mudah diidentifikasi, sehingga memudahkan dalam pengelolaan DAS.Melalui IG informasi karakteristik DAS dapat dilengkapi dan mudah diintegrasikan sehingga kemudian dapat dibangun model 3D untuk pengelolaannya. Lebih jauh Kepala BIG menyebutkan bahwa BIG pada Tahun 2013 telah melakukan kegiatan Pemetaan DAS Nasional Pulau Jawa, termasuk didalamnya adalah DAS Bengawan Solo.
Pentingnya peranan DAS Bengawan Solo dinyatakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menetapkan DAS Bengawan Solo sebagai salah satu prioritas utama dalam penataan ruang sehubungan dengan fungsi hidro-orologi untuk mendukung pengembangan wilayah. Selain itu, DAS Bengawan Solo juga merupakan satu sistem ekologi besar yang dalam perkembangannya saat ini mengalami banyak kerusakan dan mengarah pada kondisi degradasi lingkungan. Ada dua indikator degradasi, pertama, konversi lahan hutan di daerah hulu ke penggunaan pertanian, perkebunan, dan permukiman yang menyebabkan terjadinya peningkatan laju erosi dan peningkatan laju sedimentasi. Kedua, terjadinya fluktuasi debit sungai yang mencolok dimusim hujan dan kemarau.
Berdasarkan pertimbangan ekologis dan sosial ekonomi, DAS Bengawan Solo merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan tidak mengenal batas wilayah administrasi. Potensi dan persoalan yang ada ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja, tetapi perlu disikapi bersama-sama secara bijak.
Selain pertimbangan ekologis, sosial ekonomi, maupun sejarah, keberadaan sumber daya alam di DAS Bengawan Solo juga sebagai sumber daya alam bersama (common pool resurces) yang menuntut adanya kepemilikan bersama (collective ownership). Sebagai sumber daya alam milik bersama, maka sumber daya alam yang terdapat di DAS Bengawan Solo membutuhkan penanganan secara bersama di antara semua pemangku kepentingan atau yang dikenal dengan collective management yang mengarah pada suatu bentuk collaborative management. Hal ini juga menjadi penting karena hingga saat ini belum tercipta kerjasama penataan ruang di antara semua pemerintah daerah di kawasan DAS yang bertujuan untuk penyelamatan DAS Bengawan Solo.
Berdasarkanhal-hal tersebut diatas, Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) bekerjasama dengan PemerintahKabupaten Sukoharjo, Ikatan Geograf Indonesia (IGI), dan Badan Informasi Geospasial (BIG), pada Kamis 19 Juni 2014 menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Pembangunan Berkelanjutan di DAS Bengawan Solo: Membangun Sinergi Antara Daya Dukung, Program Pembangunan, dan Kesejahteraan Rakyat”.
Acara yang dibuka oleh Rektor UMS Prof. Dr. Bambang Setiaji, MS. ini, berlangsung di Auditorium Moh. Djazman UMS. Sementara itu Dekan Fakultas Geografi UMS, Drs. Priyono, M.Si., dalam laporannyamenyatakan bahwa tujuan diselenggarakannya seminar nasional ini adalah untuk merumuskan sinergi antar stakeholder dalam pengelolaan DAS Bengawan Solo dengan mempertimbangkan aspek daya dukung, program pembangunan, dan kesejahteraan rakyat.Acara ini dihadiri oleh sekitar 200 orang peserta yang berasal dari kalangan akademisi, peneliti, guru, politisi, LSM, dan peserta umum, lanjut Priyono.
Selanjutnya, Ketua Ikatan Geograf Indonesia (IGI) Prof.Dr. Suratman, M.Sc. dalam sambutannya menyatakan bahwa Indonesia memiliki sepuluh DAS besar, dan salah satu dari sepuluh DAS besar tersebut adalah DAS Bengawan Solo. Selain Ketua IGI, tampil sebagai pembicara lainnya adalah Ir. Paimin, M.Sc. (BPTKP DAS Solo), Prof.Dr. Aris Marfa’i (Geograf UGM), Prof.Dr. M.Baiquni (Geograf UGM), dan Bappeda Kabupaten Sukoharjo.Selain seminar, acara disambung denganRapat Komisi yang bertujuan untuk menyusun konsep pengelolaan DAS berdasarkan daya dukung wilayah, memberikan masukan bagi kebijakan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat dengan mempertimbangkan keserasian aspek fisik dan sosial wilayah, dan menumbuhkan ketertarikan kajian tentang DAS Bengawan Solo untuk pendidikan berbasis lingkungan dan kebencanaan. (DA/TR).