Sejak pertama kali dilaksanakan Tahun 2005, hingga kini Ekspedisi Geografi Indonesia selalu mengungkap fenomena alam yang unik dan menarik. Masih mengungkapkan dari sisi Abiotik, Biotik dan Culture, maka EGI 2014 menyusur wilayah gambut di Kalimantan Tengah. Lahan gambut merupakan ekosistem yang perlu dilindungi untuk tetap dapat dipertahankan karena ekosistemnya yang sangat penting untuk keberlangsungan berbagai kehidupan demi hari esok yang lebih baik.
Jika dirunut kembali ke belakang, BIG telah beberapa kali menyelenggarakan Ekspedisi Geografi Indonesia (EGI) di berbagai tempat di nusantara. Sejak jaman pendahulunya Bakosurtanal dulu, BIG telah menyelenggarakan EGI sebanyak 11 kali. Dimulai dengan EGI 2005: Gunung Halimun Jawa Barat, EGI 2006: Pangandaran–Tangkubanperahu Jawa Barat, EGI 2007: Bali Utara, EGI 2008: Sulawesi Selatan, EGI 2009: Gorontalo, EGI 2009: Sumatera Utara, EGI 2010: Jawa Timur, EGI 2010: Lombok–Sumbawa NTB, EGI 2011: Karst Gunung Sewu DIY-Jawa Tengah, EGI 2012: Karst Jawa Timur Bagian Selatan, dan 2013: Menentang Banjir Jakarta.
EGI adalah serangkaian perjalanan pengamatan fenomena geografi: abiotik, biotik, budaya/culture (ABC) serta lingkungan pada suatu frase tertentu (misalnya dari pegunungan sampai daerah pantai) di suatu wilayah melalui metode integrated rapid survey and mapping. EGI bertujuan menyediakan informasi fenomena geografi suatu wilayah baik yang bersifat potensi maupun permasalahan terkini. Hasil-hasil EGI disajikan dalam bentuk publikasi dalam bahasa ilmiah populer sehingga mudah dipahami masyarakat luas.
Tahun 2014 ini tepatnya pada 7-12 Juni 2014, BIG kembali menyelenggarakan EGI dengan mengambil tema “Ekspedisi Geografi Indonesia, Lahan Gambut Prov. Kalimantan Tengah”. EGI 2014 diselenggarakan untuk pengkayaan inspirasi dan masukan sekaligus memperbaharui pemahaman dan pengetahuan tentang pengelolaan gambut tropis yang berkelanjutan bagi para pemangku kepentingan di pusat dan daerah. Lebih lanjut, publikasi EGI Lahan Gambut Kalteng ini nantinya bisa menjadi sarana kampanye penyelamatan, perlindungan dan pengelolaan gambut tropis Indonesia yang berkelanjutan.
Lahan gambut secara ekologis berfungsi sebagai reservoir air pada wilayah-wilayah low land dan cekungan/depresi serta sebagai tumbuh dan berkembangnya beragam plasma nutfah serta keberagaman biodiversitas yang mempengaruhi rantai kehidupan. Kondisi ini harus tetap terjaga karena ternyata lahan gambut di nusantara terutama di Palangkaraya Kalimantan Tengah menunjukkan kerusakan ekologis. Ciri-cirinya adalah intensitas banjir yang meningkat pada musim hujan, kebakaran masif pada lahan perkebunan yang sebagian besar berada pada ekosistem gambut, gejala penurunan permukaan tanah serta merambahnya satwa ke area permukiman penduduk.
Kondisi di atas tidak bisa dibiarkan, harus ada proses pengendalian dalam pembangunan khususnya pada wilayah yang mempunyai ekosistem gambut. Antar sektor dan antar pihak terkait harus membangun “kesadaran kolektif” dalam mengupayakan penyelamatan, perlindungan dan pengelolaan lahan gambut.
BIG sebagai penyelenggara IG di Indonesia terutama terkait dengan IG Tematiknya mempunyai tugas dan fungsi kewenangan dalam pembinaan dan integrasi tematik merasa tergerak untuk mengambil peran dalam memperbaharui pemahaman dan pengetahuan dalam rangka penyelamatan, perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dengan sentuhan IG.
Kegiatan lapangan EGI Lahan Gambut Kalteng terbagi menjadi 3 (tiga) koridor; a) Koridor 1 Kalteng Bagian Barat yang akan mewakili potret bentang lahan (landscape) gambut, biodiversitas gambut termasuk di dalamnya species orangutan, hingga pada proses penggurunan/desertasi lahan gambut, b) Koridor Susur Sungai (SS) Sebangau yang merupakan kawasan gambut dalam Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) dimana rawa menjadi bagian penting dari ekosistem ini. Koridor ini merupakan bagian Kawasan Taman Nasional (TN) Sebangau Kalteng, dan c) Koridor Kawasan Eks Mega Project Pengembangan Lahan Gambut 1 Juta Hektar untuk pertanian.
Adapun tema kajian EGI Lahan Gambut Kalteng tahun 2014 ini meliputi fisik bentang lahan, ekosistem lingkungan, bencana, regulasi tata ruang, sosial budaya dan pemetaan tentunya. Diharapkan, EGI Lahan Gambut Kalteng yang mengungkap fenomena lahan gambut tropis secara holistik melalui pendekatan ABC ini bisa menginspirasi banyak pihak terutama para pemegang kebijakan untuk senantiasa memperhatikan alam karena itu semua merupakan titipan bagi generasi yang akan datang. Diharapkan juga, publikasinya nanti menjadi bagian kampanye penyelamatan lahan gambut, sehingga pengelolaan lahan gambut tetap mempertimbangkan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk dunia dan hari esok yang lebih baik. (ATM/TR).