Selasa, 05 November 2024   |   WIB
id | en
Selasa, 05 November 2024   |   WIB
Dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik Diperlukan Sinergitas Nasional

Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG), IG terdiri atas IG Dasar dan IG Tematik. IGD hanya diselenggarakan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), sedang IGT dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah, Pemerintah Daerah (Pemda), dan setiap orang. Untuk menjamin agar IGT dapat diintegrasikan satu sama lain, maka pembuatan IGT harus mengacu pada IGD yang sama. Namun IGD yang tersedia saat ini belum mampu menjawab semua kebutuhan IGT. Oleh karena itu dibutuhkan “rencana strategis” dalam pelaksanaannya, baik dalam bentuk sinergi Kementerian/Lembaga (K/L) dalam kegiatan dan penganggarannya, dengan memperhatikan masukan dari akademisi, asosiasi dan komunitas terkait penyelenggaraan IGT sehingga tercapai sinergitas nasional.

Untuk mengefektikan penyelenggaraan IGT, dibentuklah Kelompok Kerja (Pokja) Nasional IGT sesuai dengan Peraturan Kepala BIG Nomor 19 Tahun 2013 yang beranggotakan K/L, Pemda, dan Akademisi. Pokja Nasional IGT tersebut saling berkoordinasi untuk menghasilkan rumusan kebijakan melalui Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) IG Tahun 2014 yang diselenggarakan pada tanggal 10 Juni 2014 di Jakarta.  Pada Rakornas tersebut Pokja Nasional IGT tergabung dalam Working Group (WG) II untuk membahas koordinasi penyelenggaraan IGT dengan tema “Sinergitas Penyelenggaraan IGT”. Sebelumnya WG II telah mengadakan Pra-Rakornas IG Bidang IGT sebanyak 2 kali, dimana yang pertama terselenggara pada 17 April 2014 dengan hasil yang disepakati perlunya inventarisasi kegiatan penyelenggaraan IGT di K/L. Sedang Pra-Rakornas kedua dilangsungkan pada 20 Mei 2014, dengan disepakatinya matriks kegiatan penyelenggaraan IGT pada RPJMN 2015-2019.

Para Pokja Nasional IGT tersebut aktif bekerja dalam mendukung One Map Policy, yaitu agar tersusunnya satu standar, referensi, basis data, dan geoportal untuk menghasilkan IG yang andal. Sebanyak kurang lebih 32 K/L, Pemda, dan Akademisi turut berpartisipasi dalam sesi sidang WG II sebagai rangkaian dari Rakornas IG 2014 yang berlangsung di Hotel Borobudur tersebut. Kegiatan sidang WG II dipimpin oleh Nurwadjedi, Deputi Bidang IGT BIG. Nurwadjedi mengungkapkan bahwa sidang WG II ini akan fokus pada bidang tata ruang. Dimana saat ini penyusunan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) seringkali terkendala oleh data, maka butuh kerjasama dari berbagai pihak terkait agar data yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan seakurat dan secepat mungkin.

Sidang pada WG II diawali dengan paparan dari 3 pemateri dari K/L walidatanya.   Pertama oleh Budi Situmorang, Kepala Subdit Kebijakan Penataan Ruang Nasional dan Pulau Kementerian Pekerjaan Umum. Budi menjelaskan bahwa penataan ruang saat ini telah memasuki era pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Budi mengemukakan IGT dapat mendukung penataan ruang dalam hal :  sebagai Spatial Framework dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah (RPJMN/RPJMD), dukungan Spatial Perspective dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga, mendukung Rencana Pembangunan Sektor sebagai penjabaran dari RTRW, serta Penyediaan Peta Perijinan/Penanaman Modal. Paparan kedua dari Subandono Diposaptono, Direktur  Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan. Subandono menjelaskan bahwa untuk penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) Laut/RZWP3K dibutuhkan data spasial dan non spasial. Dimana kategori, jenis, dan kedetilan data/informasi harus sesuai dengan kebutuhan pemetaan tata ruang laut nasional dan rencana zonasi WP3K.

Untuk materi ketiga diberikan oleh Suprajaka, Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik BIG. Suprajaka menyampaikan rencana penyelenggaraan IGT pada RPJMN 2015-2019, dimana proses percepatan penataan ruang, sesuai dengan Inpres 8/2013 harus selaras dengan pelaksanaan UU 26/2007 dan UU 27/2007, perlu melengkapi jenis kegiatan, cakupan, dan anggaran untuk penataan ruang. Setelah mendapatkan paparan, sidang dilanjutkan dengan diskusi panel. Peserta yang hadir diminta untuk menyampaikan masukannya terkait penyelenggaraan IGT dengan fokusnya tata ruang. Setelah berdiskusi selama 3 jam, didapatkan beberapa poin rumusan kebijakan yang akan disepakati bersama sebagai hasil dari Rakornas IG Tahun 2014 dari WG II.

Butir-butir kesepakatan yang dihasilkan WG II (Penyelenggaraan IGT) sebagai berikut :

  1. Penyelenggaraan IGT pada RPJMN 2015-2019 diprioritaskan untuk mendukung percepatan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten, dengan berdasarkan pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial Bidang IGT tahun 2014 bertujuan  untuk mengkoordinasikan dan mensinkronkan rencana penyelenggaraan IGT  antar K/L  dengan pendekatan One Gate Policy, agar tidak terjadi duplikasi kegiatan dan pelaksananya, dimana dilaksanakan oleh K/L sebagai walidata yang  sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
  3. Koordinasi Penyelenggaraan IGT nasional dilaksanakan untuk mengidentifikasi jenis IGT yang diselenggarakan tiap K/L sesuai tugas dan kewenangannya (sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku), identifikasi kewalidataan IGT, identifikasi NSPK tiap tema IGT, kebutuhan jumlah tema dan anggaran IGT untuk prioritas nasional (Tata Ruang Wilayah)  maupun prioritas sektor, serta strategi percepatan penyediaan IGT untuk penyusunan tata ruang sebagai prioritas RPJMN  2015-2019.
  4. Kebijakan satu peta (one map policy) digunakan sebagai landasan dalam koordinasi penyelenggaraan IGT di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
  5. Renstra Bidang IGT 2015-2019 ditujukan untuk mensinkronkan penyelenggaraan IGT  tiap K/L dalam pemenuhan IGT penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah, baik untuk wilayah darat maupun pesisir/laut.
  6. Jenis tema IGT yang diperlukan untuk percepatan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah berdasarkan pada Permen PU nomor 20 Tahun 2007.
  7. Penyedian IGT untuk tata ruang akan diprioritaskan untuk menjawab isu-isu nasional, antara lain Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), kebencanaan, perubahan iklim dan energi.
  8. Diperlukan Penyediaan IGT untuk penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dengan skala 1:5.000 yang digunakan untuk pengendalian, perijinan, dan pemanfaatan ruang.
  9. Terkait dengan penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan laut, diperlukan strategi dalam pengumpulan data: Penguatan Penyediaan Data Oseanografi dan Ekosistem Pesisir Sesuai tanggungjawab KKP sebagai Wali Data; Memperkuat Koordinasi Pokja Dengan K/L Terkait Dalam Penyediaan Data Data Spasial Untuk mendukung RTR Laut Nasional dan RZWP-3-K Sesuai RPJMN 2015-2019; dan Akselerasi penyediaan Data Spasial untuk K/L dan pemerintah daerah yang tergabung dalam keanggotaan BKPRN dan BKPRD.
  10. K/L terkait akan segera merumuskan keperluan IGT prioritas untuk mempercepat penyusunan RTRW/RDTR dan RZWP3K pada Rakortek Pokja IGT berikutnya.
  11. Terkait dengan matriks rencana aksi penyelenggaraan IGT untuk RPJM 2015-2019:
    a.  Mengingat jumlah anggaran yang diusulkan oleh K/L masih dinilai kecil, K/L terkait akan mencermati kembali usulannya agar  anggaran  untuk penyelenggaraan IGT sesuai dengan yang diperlukan;
    b.  Mengingat penyediaan IGT yang diusulkan kurang merata, perlu diprioritaskan di wilayah Kalimantan, Maluku dan Papua serta pulau-pulau kecil;
    c.  Setiap K/L wajib melengkapi matriks Rencana Aksi IGT sebelum tanggal 20 Juni 2014;
    d.  Kedeputian IGT BIG akan proaktif untuk berkoordinasi dengan K/L terkait agar  matrik rencana aksi IGT dapat diselesaikan tepat waktu.
  12. Semua K/L terkait akan memprioritaskan IGT sesuai saran dari Kementerian PU dan KKP terkait lokasi, skala dan anggaran untuk percepatan proses penyusunan RTRW/RDTR dan RZWP3K.
  13. Sesuai dengan PP No. 9 Tahun 2014 bahwa Rencana Aksi penyelenggaraan IGT 2015-2019 akan ditetapkan oleh Kepala BIG dan untuk selanjutnya akan disampaikan kepada Bappenas, sebagai bahan penyusunan dokumen RPJMN 2015-2019.

   
Untuk itu dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Tematik (IGT) diperlukan adanya sinergitas dalam penyelenggaraannya untuk Indonesia yang lebih baik.  (LR/TR).