Luas Indonesia yang sangat luas, dibutuhkan waktu, SDM dan biaya yang sangat besar pula dalam memetakannya. BIG yang merupakan lembaga satu-satunya penyelenggara IGD di Indonesia, dalam menyelenggarakan IGD membutuhkan keterlibatan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah untuk percepatannya.
Hal tersebut sesuai kesepakatan yang disetujui pada Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial (Rakornas IG) pada Working Group (WG) I dengan tema "Percepatan Penyelenggaraan IGD dengan Melibatkan K/L, Pemda sebagai Kontributor Mendukung Penataan Ruang dan Penataan Batas Wilayah". Kesemua itu mempunyai sasaran terwujudnya keselarasan program dan kegiatan dalam RPJMN 2015-2019 terkait Penyelenggaraan IGD guna menjamin ketersediaan IGD untuk mendukung penataan ruang dan pemetaan batas wilayah maupun program prioritas lainnya.
Diskusi pada WG I dipimpin oleh Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar, Dodi Sukmayadi, didampingi Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Edwin Hendrayana, Kepala Pusat Kelautan dan Lingkungan Pantai Tri Patmasari, Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Khafid serta Moderator Kepala Pusat Geodesi dan Geodinamika Arief Syafi’i.
Pada paparannya, Dodi mengatakan IGD diselenggarakan oleh pemerintah dalam hal ini BIG. Prioritas kebutuhan IGD antara lain untuk mendukung penyelesaian RTRW, penyelesaian RDTR serta penyelesaian pemetaan batas wilayah definitif. Sampai saat ini BIG karena keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia, belum mampu menyediakan IGD untuk K/L dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kabupaten/Kota secara lengkap dan cepat. Untuk itu diperlukan mekanisme percepatan dalam penyelenggaraan IGD dengan melibatkan K/L, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
IGD yang telah dibangun oleh BIG meliputi Jaring Kontrol Geodesi (JKG) dan Peta Dasar. Jumlah target dengan realisasi penyelenggaraannya masih jauh dari sempurna. Untuk dalam menyelesaikan prioritas kebutuhan IGD, disusunlah rencana aksi percepatan penyelenggaraan IGD yang meliputi (1) Pembangunan Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika, (2) Penyediaan Data Dasar Geospasial, dan (3) Pemetaan Dasar.
Dalam penyelenggaraan JKG, pembangunan stasiun permanen GPS/GNSS (CORS) baru tersedia 121 stasiun, masih dibutuhkan 771 stasiun, dalam pembangunan stasiun pasang surut permanen, sudah disediakan BIG sebanyak 117 dari kebutuhan 217 stasiun, pembangunan titik pantau geodinamika baru tersedia 350 titik, sedangkan kebutuhannya 1.100 titik dan survei gayaberat teliti sudah tersedia 1.148.733 km2 dari kebutuhan 1.910.931 km2. Untuk itu masih diperlukan tambahan jaring kontrol geodesi yang dapat di-support K/L serta institusi lain dengan kerjasama BIG.
Dalam hal penyediaan data dasar geospasial yang terdiri dari penyediaan Citra Satelit Tegak Resolusi Tinggi dan pengadaan data Radar dan DEM Skala 1: 25.000 akan diselesaikan BIG pada tahun ini. Sedangkan pemotretan udara skala 1: 5.000, batimetri, toponim sudah mengikuti dalam penyelenggaraan pemetaan RBI. Hal yang sangat krusial dalam penyediaan data dasar adalah pemetaan batas wilayah baik batas administrasi maupun negara, dimana dari jumlah segmen batas sebanyak 966 segmen baru selesai 237 segmen (24,5%).
Dalam hal pemetaan dasar yang meliputi Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dan Peta Lingkungan Laut Indonesia (LLN), maka BIG sudah membangunnya, namun masih belum mencukupi untuk seluruh wilayah Indonesia. Peta RBI skala kecil, 1:1.000.000, 1:5.000.000, 1:250.000 sudah selesai 100%, namun peta skala menengah, 1:100.000, 1:50.000, 1:.25.000 baru selesai masing-masing 1,9%, 73% dan 30%, sedangkan peta skala detil, 1:10.000, 1:5.000 dan 1:1.000 masing-masing 1,2 %, 0,1% dan 0%. Untuk Peta LPI belum ada yang selesai 100%, dimana skala 1:250.000, 1:50.000, 1:25.000. 1:10.000 baru terpetakan masing-masing sebesar 49%, 38%, 6% dan 0%, sedangkan Peta LLN skala 1:500.000 sudah selesai 100%, skala 1:250.000 dan 1:50.000 masing-masing baru selesai 0% dan 1%.
Melihat angka kekurangannya, maka keterlibatan K/L dan Pemda sangatlah diperlukan adanya. Dengan adanya Rakornas IG ini, maka kesenjangan penyelesaian penyelenggaraan IGD ini dapat disepakati oleh berbagai K/L dan Pemda yang terkait penyelenggaraan IGD.
Dari pembahasan pada Penyelenggaraan IGD pada WG I, maka didapatkan butir-butir kesepakatan antara lain sebagai berikut :
1. Kebutuhan IGD untuk penataan ruang, batas wilayah dan kebencanaan sangat mendesak, sehingga harus menjadi prioritas nasional termasuk anggarannya dalam RPJMN 2015-2019.
2. Citra Satelit Tegak Resolusi Tinggi dapat digunakan sebagai alternatif sementara dan aktualisasi peta dasar, sehingga penyediaan dan anggarannya harus menjadi prioritas nasional yang dilaksanakan secara berkelanjutan dalam RPJMN 2015-2019.
3. Koordinasi kelembagaan bidang IG di Pusat maupun di Daerah harus ditingkatkan, dan kelembagaan yang menangani masalah IG di Daerah harus diperjelas.
4. NSPK untuk mengatasi permasalahan teknis integrasi IGD dengan IGT dan hal-hal teknis lainnya harus segera diselesaikan.
5. Semua IGD dapat diperoleh sebagai public domain (milik publik) tanpa ada batasan skala atau layer kecuali untuk informasi yang dikecualikan berdasarkan peraturan perundangan.
6. Menindaklanjuti kesepakatan Rakornas IG 2012 yang menyepakati diperbolehkannya K/L dan Pemda untuk berkontribusi membangun IGD, perlu didorong diterbitkannya peraturan sebagai payung hukum yang lebih pasti untuk mengakomodasi kontribusi K/L dan Pemda dalam percepatan penyediaan IGD.
7. Menyetujui usulan mekanisme kontribusi K/L dan Pemda dalam penyediaan IGD untuk menjadi bagian peraturan di atas.
8. Menyetujui Rencana Aksi Penyelenggaraan IGD Tahun 2015-2019.
Untuk mendukung ini semua marilah kita bersama-sama bersinergi dalam pelaksanaan percepatan penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar bagi Indonesia yang lebih baik. (YI/TR).