Senin, 25 November 2024   |   WIB
id | en
Senin, 25 November 2024   |   WIB
Platform Peta NKRI Penting Dalam Menyikapi Masalah Laut China Selatan

Indonesia sebagai negara kepulauan yang berbatasan dengan 10 negara, baik batas wilayah  darat maupun wilayah laut.  Salah satunya wilayah perbatasan adalah Pulau Natuna yang terletak/berbatasan dengan negara tetangga di Laut China Selatan (LCS) yang merupakan salah satu wilayah perairan di dunia yang diliputi permasalahan paling rumit. Untuk itu Platform Peta NKRI menjadi sangat penting sebagai salah satu bentuk manifestasi kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia kepada dunia internasional. 

Aspek historis serta kandungan sumberdaya alam di Laut China Selatan yang sangat berlimpah telah membuat beberapa negara berupaya memasukkan area ini sebagai bagian dari wilayah atau yuridiksinya. Keterlibatan beberapa negara anggota ASEAN sebagai claimant dalam konflik LCS, serta lokasi geografis LCS yang tidak jauh dari perairan Indonesia sudah selayaknya membuat LCS menjadi salah satu perhatian pemerintah Indonesia, khususnya terkait kajian kebijakan diplomasi, kewilayahan dan geopolitik. Merujuk pada kondisi tersebut, perlu adanya kesamaan pemahaman dan pandangan dari para pemangku kepentingan di Pemerintah Indonesia terkait dampak konflik kewilayahan di LCS bagi Indonesia, terutama di wilayah Pulau Natuna dan sekitarnya. Pulau Natuna dengan luas daratan 2.631 km2, di utara berbatasan dengan perairan Vietnam, dan wilayah timurnya berbatasan dengan Malaysia Timur, Kalimantan Barat dan Brunei Darussalam. Sementara itu, di barat Pulau Natuna dengan luas lautan 262.156 km2 berbatasan dengan Semenanjung Malaysia Barat.

Sejalan dengan itu Badan Informasi Geospasial (BIG), badan yang berwenang dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial termasuk di dalamnya penataan batas baik wilayah darat maupun laut, menyelenggarakan kegiatan diskusi dengan tema “Dampak Masalah Laut China Selatan bagi Indonesia”. Kegiatan ini menghadirkan pembicara utama Duta Besar RI untuk Negara Kerajaan Belgia, merangkap Keharyapatihan Luxembourg dan Uni Eropa serta sebelumnya Presiden Pertemuan ke-20 Negara-Negara Pihak Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982 untuk periode Tahun 2010-2011, Arif Havas Oegroseno.

Kegiatan yang diselenggarakan di Kantor BIG, Senin 26 Mei 2014 ini dibuka oleh Kepala BIG, Asep Karsidi dan dihadiri oleh sekitar 100 undangan dari Kementerian/Lembaga, TNI serta akademisi. Acara diskusi dipandu oleh Rachmat Budiman, Dubes LBBP RI untuk Republik Austria merangkap Republik Slovenia. Pada sambutannya Kepala BIG, Asep Karsidi mengatakan, pada peta NKRI resmi yang dikeluarkan BIG hasil kesepakatan beberapa instansi yang berwenang, terdapat batas negara RI dengan 10 negara tetangga, NKRI harus kita pahami dan maknai bahwa platform peta NKRI penting untuk menunjukkan pada dunia internasional tentang kedaulatan kita. Selanjutnya Kepala BIG memberikan penghargaan kepada Tim Landas Kontinen Indonesia atas karyanya bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Sementara itu pada paparannya Havas mengatakan, LCS bukan masalah baru, masalah ini muncul karena ketidakjelasan kepemilikan pulau dan wilayah laut di Laut China Selatan. Untuk Indonesia sekarang menjadi masalah besar yang dapat mengganggu stabilitas politik di kawasan Asia Tenggara dan bahkan Asia Timur. China telah menerbitkan Peta Claim China atas wilayah Laut China Selatan. Pada Peta Claim China tersebut tidak ada datum, koordinat, baseline dan lain-lain, dari segi yurisprudensi Claim China tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang kuat. Indonesia menolak garis batas Claim China yang tanpa dasar hukum laut Internasional, demikian lanjut Havas.

Untuk itu mari kita bersama-sama memahami berbagai permasalahan terkait Laut China Selatan agar kedaulatan NKRI menjadi lebih terjaga.  Harapan kita semoga tidak terjadi konflik terbuka diantara negara-negara yang sedang yang bersengketa, mereka dapat berkomunikasi langsung dan konflik diantaranya bisa diselesaikan melalui protokol tata kelakuan baik (Code of Conduct). (YI/TR).