Referensi atau rujukan atau disebut juga acuan dibutuhkan dalam setiap kehidupan manusia. Tanpa suatu acuan yang pasti, tidak akan ada ketertiban dan keteraturan dalam setiap pekerjaan. Benturan kepentingan menjadi tidak terhindarkan dan ketidaksepakatan akan menimbulkan konflik dengan mudahnya. Dari kacamata geospasial, referensi ini juga tidak bisa dipandang remeh. Dalam cakupan nasional, Informasi Geospasial (IG) membutuhkan suatu referensi tunggal yang diterima semua penyelenggaranya. Hal itu bertujuan agar IG yang didapatkan akurat serta memudahkan dalam melakukan integrasi informasi.
Referensi tunggal yang dimaksud disini adalah Sistem Referensi Geospasial Nasional (SRGN) dan Peta Dasar. SRGI dinyatakan dalam bentuk Jaring Kontrol Geodesi Nasional dimana setiap titik kontrol geodesi memiliki nilai koordinat horizontal, vertikal, dan gaya berat yang teliti. Sementara peta dasar merupakan peta yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan IG Tematik (IGT). Indonesia sebelumnya memiliki SRGN yang disebut Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 95). Sayangnya DGN 95 belum memperhitungkan perubahan nilai koordinat terhadap waktu. Hal itu sangat riskan mengingat Indonesia terletak di pertemuan beberapa lempeng tektonik yang dinamis dan aktif. Mengingat urgensinya, pemutakhiran SRGI wajar dan wajib untuk dilakukan.
Upaya tersebut telah dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan diluncurkannya SRGN yang mutakhir pada tanggal 17 Oktober 2013 lalu yang disebut Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013. Dengan referensi tunggal yang telah disepakati bersama ini diharapkan pengintegrasian bisa berjalan dengan mudah dan akurat. SRGI yang telah berusia satu tahun ini terus-menerus disosialisasikan kepada masyarakat dan para profesional terkait. Salah satunya terwujud dalam acara seminar “SRGI 2013 Menuju Sistem Referensi Tunggal dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Nasional” di Pekanbaru, Riau, pada Rabu 21 Mei 2014. Seminar tersebut merupakan kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan BIG dengan didukung oleh Ikatan Surveyor Indonesia Komisariat Wilayah (ISI Komwil) Riau dan Badan Pertahanan Nasional (BPN).
Seminar yang dimulai pukul 08.15 ini menghadirkan Kepala BIG, Asep Karsidi, selaku Keynote Speaker. “Sistem referensi tunggal ini sudah sesuai dengan one map policy yang memang sedang digalakkan BIG, yaitu satu referensi, satu standar, satu database, dan satu portal. SRGI 2013 yang telah mulai diaplikasikan ini akan membuka jalan bagi terwujudnya one map policy di Indonesia”, ungkap Asep Karsidi.
Acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, yang dilanjutkan dengan laporan panitia pelaksana, Sholihin Suwarjadi. Hadir pula untuk menyampaikan sambutan adalah Budhy Andono Soenhadi selaku Ketua ISI Pusat yang juga Sekretaris Utama BIG. Dalam sambutannya Budhy Andono menyampaikan bahwa SRGI 2013 ini adalah sistem referensi yang disusun bersama antara BIG, dengan para akademisi, dan pakar terkait yang memiliki karakteristik semi dinamik. Hal itu dikarenakan wilayah Indonesia yang berada di kawasan “ring of fire”, sehingga lempeng tektoniknya mudah bergerak. Oleh karenanya sistem referensi yang digunakan harus mampu mengakomodir kondisi yang sedemikian rupa.
Rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan penyerahan plakat dari panitia, sekaligus mengawali seminar pada hari itu. Ada empat tema besar yang diangkat, yaitu peran SRGI 2013 dalam pemetaan nasional, aktualisasi dan implementasi SRGI, penerapan SRGI, serta mekanisme transformasi SRGI 2013. Untuk tema pertama ada 2 narasumber yang menyampaikan presentasinya, yaitu Irawan Sumarto, Deputi Bidang Survei, Pengukuran dan Pemetaan BPN-RI, serta Dodi Sukmayadi, Deputi Bidang IG Dasar BIG. Untuk tema kedua dan ketiga narasumber berasal dari bidang akademis, seperti dosen dari bidang Geodesi Universitas Gajah Mada (UGM) dan Sekolah Tinggi Pertahanan Nasional (STPN), serta para ahli terkait. Sementara untuk tema keempat disampaikan presentasi hasil penelitian mahasiswa UGM terkait studi kasus mereka. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi dari perwakilan produk sponsor, seperti ESRI Indonesia.
Acara yang dihadiri 240 peserta, baik dari Kementrian/Lembaga (K/L) maupun mahasiswa ini berlangsung lancar dan tertib. Seminar ini merupakan rangkaian dari acara hari pertama, yang akan dilanjutkan hari kedua berupa workshop aktualisasi dan implementasi SRGI 2013 dalam pemetaan nasional, di tempat yang sama. Adapun sosialisasi SRGI 2013 yang dilakukan BIG ini terus dijalankan sejak tahun 2013, dimana sebelumnya juga telah dilakukan sosialisasi di Padang, Sumatera Barat. Sosialisasi ini selain dilakukan dengan para profesional terkait seperti ISI, juga dilakukan dengan forum-forum yang lain. “Tak hanya SRGI 2013 yang disosialisasikan, namun juga pembangunan IG secara keseluruhan. Utamanya terkait pembangunan IGT yang harus merujuk ke IGD, pembangunan infrastruktur sebagai sarana berbagi pakai, serta pembangunan dan perkembangan simpul jaringan di K/L dan daerah-daerah terkait”, terang Asep Karsidi menambahkan. Pembangunan dari hulu ke hilir ini penting untuk dilakukan karena akan mempengaruhi setiap proses pengambilan keputusan dan pertumbuhan ekonomi di masa depan. Adapun dengan respon yang positif dari masyarakat niscaya proses implementasi dari SRGI 2013 ini akan berjalan dengan lancar.