Sebagai salah satu isu “seksi”, penyelenggaraan Informasi Geospasial (IG) membutuhkan referensi tunggal agar seluruh IG yang dibuat oleh berbagai pihak baik Kementerian/Lembaga (K/L), akademisi, swasta, maupun perorangan dapat terintegrasi dengan baik. Tujuannya, IG satu wilayah dapat tersambung rapi (seamless) dengan IG wilayah lainnya, sehingga dapat digunakan untuk lebih dari satu keperluan dan menghindari adanya duplikasi penyelenggaraan IG oleh berbagai pihak.
Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai penyelenggara IG di Indonesia, menyelenggarakan “Peluncuran Referensi Tunggal Informasi Geospasial” pada hari Kamis, 17 Oktober 2013 di Hotel Shangri La Jakarta. Acara ini terselenggara untuk mensosialisasikan Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013).
Acara peluncuran dimulai dengan laporan dari ketua panitia, yakni Sekretaris Utama dan Plt. Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar BIG, Budhy Andono Soenhadi. Disampaikan bahwa acara “Peluncuran Referensi Tunggal Informasi Geospasial” ini bukanlah akhir, melainkan langkah awal untuk mewujudkan IG yang andal, terintegrasi, efisien, dan efektif menuju Indonesia yang lebih baik. Acara ini dihadiri oleh sekitar 326 peserta dari berbagai kalangan pengguna IG (K/L, TNI, akademisi, swasta, dan perorangan).
Hadir memberikan sambutan adalah Kepala BIG, Asep Karsidi. Beliau menyatakan bahwa Informasi Geospasial yang menggunakan referensi yang sama dan berstandardisasi akan bisa dimanfaatkan secara bersama. Dengan begitu, kita tidak bingung dan rancu tentang kondisi serta jumlah kekayaan alam di negeri ini. “Jangan sampai terjadi pertumpahan darah di masyarakat hanya karena perbedaan peta yang menjadi rujukan”, ungkapnya.
Secara resmi, acara dibuka oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) RI, Prof. Gusti Muhammad Hatta. Prof. Hatta menekankan bahwa gerakan satu peta sebagai rujukan nasional membutuhkan dukungan semua kalangan. “Inovasi yang dilakukan BIG berupa kebangkitan teknologi IG tidak lepas dari kebangkitan teknologi nasional. Kerjasama BIG dengan K/L terkait menunjukkan hal yang baik. Hal ini diitunjukkan dengan adanya referensi tunggal IG untuk menunjang kelancaran pembangunan”, tambahnya.
Acara dilanjutkan dengan demo aplikasi SRGI oleh Kepala Pusat Pemetaan Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (Kapus JKGG) BIG, Mohamad Arief Syafi’i. Di lain tempat, diadakan konferensi pers sebagai sarana kepada pihak media massa (cetak, elektronik maupun web) melakukan klarifikasi lebih lanjut tentang referensi tunggal IG.
Sebagi gambaran umum, sistem koordinat nasional dan datum geodesi merupakan referensi paling mendasar dalam kegiatan pemetaan atau penyelenggaraan IG. Dengan menggunakan datum geodesi yang sama, penentuan koordinat dan berbagai pengukuran seperti pengukuran luas, dapat secara konsisten dilaksanakan untuk seluruh Indonesia, sehingga permasalahan seperti perbedaan perhitungan luas wilayah dapat dihindari.
Sebelumnya, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang kemudian bertransformasi menjadi BIG, sudah mengeluarkan sistem referensi koordinat seperti Indonesian Datum 1974 (ID74) dan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95). Dengan ID74 yang kemudian diperbaharui menjadi DGN95, semua kegiatan pemetaan diharapkan mengacu pada satu sistem referensi nasional yang sama. Namun pada praktiknya masih terdapat data atau peta lama yang dibuat dengan mengacu pada sistem referensi lama sehingga sebagian pihak tetap membuat peta dengan menggunakan sistem referensi tersebut sampai sekarang. Alhasil, IG dengan sistem referensi yang beragam menyebabkan sulitnya integrasi data serta tidak menyambungnya (tidak seamless) satu data dengan data yang lain.
Bertolak dari hal itu, BIG meluncurkan SRGI 2013 sebagai sistem koordinat yang konsisten dan kompatibel dengan sistem koordinat global. Berbeda dengan datum geodesi pendahulunya, SRGI 2013 memperhitungkan aspek pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi. Keberadaan wilayah Indonesia pada zona deformasi kerak bumi akibat interaksi pergerakan lempeng tektonik dan aktivitas seismic mengakibatkan posisi suatu titik akan berubah sebagai fungsi waktu. Dengan menyertakan laju kecepatan pergerakan lempeng tektonik, deformasi kerak bumi dan informasi tunggal referensi astronomi dan epoch, setiap perubahan posisi dapat direkonstruksi dengan teliti.
Produk lain dari BIG yang diluncurkan selain datum geodesi adalah Peta Rupabumi Indonesia (RBI) skala 1:250.000 untuk seluruh wilayah di Indonesia serta data kewilayahan berupa panjang garis pantai Indonesia dan jumlah pulau yang dibakukan. Peta RBI skala 1:250.000 yang telah dimutakhirkan oleh BIG, bisa dan harus dijadikan sebagai referensi tunggal untuk kegiatan yang terkait dengan ruang kebumian pa skala regional dan nasional bagi pemda, K/L, terkait serta masyarakat umum sehingga seluruh peta yang dihasilkan dapat dengan mudah diintegrasikan satu dengan yang lain.
Khusus untuk panjang garis pantai di Indonesia, hasil telaahan teknis pemetaan garis pantai yang dilakukan oleh tim kerja lintas instansi mendefinisikan bahwa panjang garis pantai Indonesia adalah sepanjang kurang lebih 99.093 km (tidak termasuk garis pulau dan danau). Sementara untuk jumlah pulau berdasarkan pendataan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi adalah 13.466 pulau (by name by address, belum by name by coordinate).
Pada acara ini, kepada pihak maupun individu yang berkecimpung dan berjasa dalam pengembangan referensi tunggal IG, diberikan sejumlah souvenir penghargaan dari BIG yang diserahkan secara resmi oleh Menristek Prof. Gusti Muhammad Hatta dan Kepala BIG Asep Karsidi. Dari BIG yang mendapatkan penghargaan adalah Kapus Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP), Tri Patmasari, Kabid Pemetaan Dasar Skala Kecil, Bambang Sudarto, dan Kabid Geodinamika, Joni Hidayat. Total penghargaan diberikan kepada 9 (sembilan) orang, dimana yang lainnya berasal dari akademisi, K/L dan swasta.
Para peserta dan undangan yang hadir dihibur dengan sejumlah atraksi kesenian, termasuk penampilan musik angklung oleh Dharma Wanita Persatuan (DWP) BIG yang menyanyikan Mars BIG. Para peserta terhibur dan mengapresiasi atraksi yang ditampilkan.
Oleh: Agung TM