William Shakespeare pernah berkata “Apa arti sebuah nama? Jika kita menyebut mawar dengan nama lain maka akan tetap berbau wangi”. Ia membuat perumpamaan yang sangat pintar dengan menyatakan mawar masih akan berbau harum, meskipun menggunakan nama yang berbeda. Ia tidak mempertanyakan arti sebuah nama, tetapi mengajak pembaca merenungkan makna, keaslian, atau sifat materi, terlepas dari namanya.
Sama halnya dalam studi nama-nama geografis, unsur utamanya adalah keaslian, konsistensi, dan latar belakang sejarah. Hal ini sangat penting karena nama geografis adalah bagian dari informasi geospasial dasar. Salah satu komponen utara dari informasi geospasial adalah standarisasi nasional nama-nama geografis yang terdiri dari standar bentuk tertulis setiap nama resmi dan aplikasinya ke tempat geografis tertentu,tempat atau daerah.
Untuk Indonesia, salah satu contoh nyata pada kebutuhan dari nama-nama geografis yang terstandar untuk penanggulangan bencana yang harus bergantung pada nama-nama geografis dan lokasinya yang terdaftar dan digunakan secara sistematis. Proses standarisasi nama geografis telah diarahkan ke pembentukan otoritas nasional nama geografis dengan Peraturan Presiden Nomor 112/2006 tentang Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, sebagai upaya untuk melaksanakan program-program nasional yang berkaitan dengan pengelolaan dan standarisasi nama geografis nasional.
Sebagai upaya meningkatkan pemahaman tentang pentingnya standarisasi nama-nama geografis dan bagaimana melaksanakan program standarisasi sesuai dengan resolusi hasil UNCSGN dan kebijakan pemerintah, BIG bekerjasama dengan UNGEGN mengadakan Training Toponimi Internasional ke-4, pada tanggal 17 s.d. 21 September 2012 di Yogyakarta. Pelaksanaan training ini didasarkan karena pada kenyataannya, bahwa di beberapa negara, masih banyak unsur-unsur fisik pada wilayah yang belum bernama. Sementara itu, yang sudah memiliki nama masih memerlukan penataan dan standarisasi, juga bagaimana mengelola otoritas nasional nama.
Menurut Kepala BIG, Asep Karsidi, saat membuka training, kegiatan yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam merespon rekomendasi atau resolusi yang dihasilkan oleh UNCSGN telah banyak diadopsi dalam pelaksanaan standarisasi nama geografis di Indonesia. Asep berharap, dengan training ini dapat meningkatkan kemampuan aparat yang terlibat di Tim Nasional dan Panitia Pembakuan Nama Rupabumi di daerah, agar setaraf dengan negara lain dalam kemampuan mengelola nama-nama geografi sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang pesat.
Oleh: Agung TM