Pelatihan Toponimi untuk Pembakuan Nama Rupabumi diselenggarakan pada tanggal 9-12 April 2013 di Hotel Santika TMII, Jakarta dengan tema ”Pelatihan Toponimi Untuk Panitia Pembakuan Nama Rupabumi Provinsi dan Kabupaten/Kota”. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), bekerjasama dengan Ditjen Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri dalam Naungan Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.
Tujuan pelatihan adalah untuk membekali peserta yang akan melaksanakan tugas membakukan nama-nama rupabumi di wilayahnya dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam bidang toponim (nama rupabumi), sehingga mampu menguraikan dan memahami toponim, dan memahami seluruh tahapan pengumpulan, pemrosesan dan pembakuan nama rupabumi, serta mengolah dan menyusun gasetir.
Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi ditetapkan berdasarkan Perpres No. 112/2006 dengan tugas-tugas sebagai berikut :
Mengapa diperlukan pembakuan? Bisa diambil contoh: Nama nama gunung, seperti Gunung Semeru (ditulis dengan dua kata terpisah, karena “Gunung” adalah elemen generik dari bentuk rupabumi dan “Semeru” nama dirinya, atau elemen spesifik). Kemudian ada kota yang memakai kata gunung di dalam nama dirinya dan bagaimana menulisnya dalam kaedah bahasa Indonesia yang benar, yaitu Kota Gunungsitoli (ditulis sebagai satu kata ”Gunungsitoli” karena elemen generiknya bukan gunung tetapi ”Kota”) dan seterusnya.
Pembakuan menyangkut tidak hanya menetapkan nama bakunya tetapi juga tata-cara penulisan nama dan fonetiknya, sehingga diucapkan sama oleh semua orang. Selain itu, peran toponimi tidak hanya untuk keperluan pemetaan, tetapi terkait dengan aspek-aspek ekonomi, sosial dan budaya. Contoh peran toponimi terhadap aspek-aspek tersebut, antara lain: untuk perencanaan dalam menghitung jarak terpendek suatu site ekonomi (aksesibilitas), bantuan-bantuan sosial untuk korban bencana alam, pelestarian budaya nenek moyang, sekuriti dan pertahanan.
Penggalian sejarah budaya bangsa dapat dilakukan dengan pendekatan toponim. Sebagai contoh adanya penggunaan Wai di Sumatera, tetapi juga ditemukan di Maluku, Papua dan Daerah Pasifik. Dari fenomena ini dapat ditelusur adanya kaitan etnik bangsa di wilayah Indonesia dengan di Pasifik, lebih jauh dapat ditelusur dengan penelitian yang detil akan dapat diketahui migrasi etnik bangsa tersebut pada masa lalu. Dengan pendekatan toponimi dapat digunakan untuk melestarikan warisan budaya yang tak ternilai (intangible cultural heritage) nenek moyang kita.
Oleh: Agung TM