Hasil dari studi akademis menyatakan, pembangunan akan jauh lebih efektif dan efisien bila perencanaan dan pelaksanaannya melibatkan kehadiran informasi geospasial secara umum. Di dalam penyelenggaraan kepemerintahan Indonesia, mulai dari tingkatan perumus dan penentu kebijakan nasional sampai ke daerah sudah semakin besar merasakan manfaat informasi geospasial untuk berbagai keperluan, tidak terkecuali di dalam konteks merencanakan pembangunan dan perencanaan penataan ruang. Sangat sulit dibayangkan pada era sekarang ini, perencanaan kewilayahan dilakukan tanpa menggunakan informasi geospasial.
Terkait dengan hal tersebut Badan Informasi Geospasial (BIG), pada Kamis, 26 September 2013 di Makassar Sulawesi Selatan, mengadakan kegiatan Diseminasi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang. Kegiatan diikuti lebih dari 110 peserta dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) se-Provinsi Sulawesi Selatan, dibuka secara resmi oleh Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG, Priyadi Kardono.
Mewakili Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), pada sambutan pembukaannya, Priyadi Kardono menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang memberikan suatu landasan bahwa peta-yang lebih luas disebut informasi geospasial-menjadi salah satu titik krusial di dalam perencanaan penataan ruang dan pembangunan nasional secara umum. Bahkan lebih daripada itu, peta juga dijadikan salah satu bagian yang akan mengikat secara hukum di dalam perencanaan penataan ruang. Semua ini tentunya diterjemahkan dari adanya kebutuhan yang sangat mendesak demi terciptanya pembangunan nasional, khususnya yang beraspek kewilayahan dan keruangan, yang optimal, efektif dan efisien.
Atas dasar hal tersebut, Undang-undang tentang penataan ruang mengamanatkan bahwa perencanaan penataan ruang harus dituangkan di dalam peta yang disusun menurut ketelitian tertentu sehingga nantinya peta tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara teknis dan substansi serta dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan.
Dan, untuk membentuk suatu informasi geospasial yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan terkait tata ruang, haruslah mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (UU-IG). Selain ketersediaan data dan informasi geospasial juga harus didukung oleh sumberdaya manusia yang memahami tentang informasi geospasial. Permasalahan yang krusial di daerah adalah minimnya ketersedian sumberdaya manusia bidang informasi geospasial, lanjut Priyadi Kardono.
Untuk itu, sebagai pelaksanaan mandat undang-undang tersebut ditetapkan sebuah peraturan pemerintah yang mengatur mengenai ketelitian peta rencana tata ruang. Dan, 2 Januari 2013, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2013 tentang Tingkat Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang telah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono. PP ini telah dibentuk dan dibahas sesuai prosedur yang ditetapkan, mulai dari pembentukan ijin prakarsa, pembahasan teknis, pertemuan antar kementerian/ lembaga dari tingkat teknis sampai pertemuan tingkat penentu kebijakan.
Pada kegiatan diseminasi ini diisi juga beberapa presentasi dari narasumber terkait dengan Tata Ruang, diantaranya, Dading Sugandi, Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum tentang Kebutuhan Data dan Informasi Geospasial dalam Proses Penyusunan Rencana Detil Tata Ruang; dan Guridno Bintar Saputro, Kepala Bidang Pemetaan Tata Ruang mewakili Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas BIG menyampaikan Overview Kebijakan Informasi Geospasial terkait Penataan Ruang.
Oleh: Agung TM