Selasa, 05 November 2024   |   WIB
id | en
Selasa, 05 November 2024   |   WIB
BIG Luncurkan Hasil Ekspedisi Geografi Indonesia 2013 “Menentang Banjir” Jakarta

  

Jakarta merupakan ibukota Negara yang memiliki luas 661,52 km2 Sebagai pusat pemerintahan, bisnis dan politik, Jakarta sudah selayaknya menjadi sebuah kota yang dapat dibanggakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pada kenyataannya, kota ini justru menanggung beban persoalan yang sangat kompleks, jumlah penduduk yang sangat besar, kemacetan yang sangat akut, polusi, sampah yang tidak pernah dapat diatasi, dan yang lebih parah adalah masalah banjir.

Jakarta merupakan wilayah delta yang sangat luas, terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl, hal ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Selain itu, Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta, yang berasal dari sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Sungai-sungai tersebut adalah Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, Kali Grogol, Kali Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jatikramat dan Kali cakung.

Permasalahan banjir Jakarta menjadi persoalan yang tidak sederhana, oleh karena itu Badan Informasi Geospasial (BIG) merasa terpanggil untuk berkontribusi dalam mempelajari fenomena banjir melalui Ekspedisi Geografi Indonesia (EGI). EGI bertujuan menyediakan informasi fenomena geografi suatu wilayah baik yang bersifat potensi maupun permasalahan terkini. Kegiatan ini merupakan serangkaian perjalanan pengamatan fenomena geografi secara abiotik, biotik, kultur serta lingkungan pada suatu frase tertentu di suatu wilayah melalui metode integrated rapid survey. EGI merupakan agenda rutin setiap tahun, tahun ini merupakan tahun yang ke-9, jelas Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Priyadi Kardono dalam laporan pembukaan. Kegiatan EGI 2013 dilaksanakan oleh BIG melibatkan para ahli dari berbagai Perguruan Tinggi (UI, UGM, Itb dan Unisma), LIPI, PU, BNPB, Dittop-AD, Watimpres, Koppasus, dan Swasta (Waindo) serta Kelompok Peduli Ciliwung dan Kelompok Masyarakat Sangga Buana.

Terkait dengan itu pada Jum’at, 29 November 2013 di Gedung Apung Taman Lingkar, tepi Danau Kampus Universitas Indonesia, Depok, BIG meluncurkan Buku Ekspedisi Geografi Indonesia (EGI) dengan Judul “Menentang Banjir”. Dalam sambutan selamat datang oleh Rektor Universitas Indonesia yang diwakili oleh Triarko Nurlambang (Direktur Pusat Pengkajian Geografi Terapan/PPGT) sangat menyambut dengan gembira bahwa UI diikutsertakan dalam kegiatan EGI 2013 dan peluncuran buku hasil penelaahan para ahli (Tim EGI) juga diselenggarakan di UI.

Dijelaskan pula bahwa UI memiliki 6 danau yang dapat digunakan sebagai sumur penampungan sementara untuk dapat digunakan sebagai penahan limpasan air, sehingga tidak menjadi banjir. Untuk menangani masalah banjir, kearifan lokal sangat berperan di dalamnya, dengan ditambah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan sangat memungkinkan masalah banjir dapat diatasi, demikian tukas Idwan Suhardi, Staf Ahli Menristek.

Peluncuran Buku EGI “Menentang Banjir” dilakukan oleh Kepala BIG, Asep Karsidi. Dalam sambutan kuncinya Asep Karsidi menjelaskan bahwa penanganan banjir tidak akan lepas dari informasi geospasial. Fakta bahwa Jakarta adalah wilayah wilayah tangkapan air, untuk itu perlu penanganan secara keruangan dari hulu, tengah hingga hilir. Dalam mempelajari fenomena banjir, BIG melakukan Ekspedisi Geografi Indonesia (EGI) dengan pendekatan abiotik, biotik dan kultural dalam perspektif keruangan. Untuk itu semua, hal yang sangat berpengaruh adalah pendekatan kultural, sehingga penggunaan teknologi yang diterapkan dapat bermanfaat lebih, yang pada akhirnya dapat merubah mindset masyarakat, bahwa air merupakan kehidupan kita, mesti kita sayangi agar air menyayangi kita kembali, tambah Asep Karsidi.

Kegiatan peluncuran Buku EGI “Menentang Banjir” dikemas dalam bentuk gelar wicara (talkshow), selain Kepala BIG, Asep Karsidi, dihadiri narasumber lainnya yaitu Meutia Hatta (Watimpres), Idwan Suhardi (Staf Ahli Menristek), Triarko Nurlambang (UI) dan Mang Idin (sapaan akrab H. Chaerudin, Pemerhati Lingkungan Sangga Buana). Selain itu kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian dan Lembaga baik Sipil dan Militer serta para Mahasiswa UI.

Dalam closing statement-nya, Meutia Hatta menyatakan bahwa penduduk Jakarta dapat menyelaraskan pola pikirnya seperti yang tercantum dalam Buku Menentang Banjir, dan, dalam menata masa depan dengan membuat keselarasan dengan alam, sehingga masyarakat dengan posisinya masing-masing dapat menentang banjir menjadi suatu kegiatan bersama. Sementara Mang Idin, menyatakan bahwa dalam mencintai alam adalah dengan dasar surat keputusan dari langit, sehingga dapat mencintai alam berdasarkan ilmu-ilmu paham tidak cukup dengan pintar saja, sehingga menghasilkan pemahaman akan lingkungan dengan baik dan akhirnya alam dapat bersahabat dengan manusia di dalamnya.

Oleh: Agung TM