Senin, 04 November 2024   |   WIB
id | en
Senin, 04 November 2024   |   WIB
IG yang Terintegrasi untuk Indonesia yang Lebih Baik

Sebagai salah satu isu "seksi", penyelenggaraan Informasi Geospasial (IG) membutuhkan referensi tunggal agar seluruh IG yang dibuat oleh berbagai pihak baik Kementerian/Lembaga (K/L), akademisi, swasta, maupun perorangan dapat terintegrasi dengan baik. Tujuannya, IG satu wilayah dapat tersambung rapi (seamless) dengan IG wilayah lainnya, sehingga dapat digunakan untuk lebih dari satu keperluan dan menghindari adanya duplikasi penyelenggaraan IG oleh berbagai pihak.

Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai penyelenggara IG di Indonesia, menyelenggarakan "Peluncuran Referensi Tunggal Informasi Geospasial" pada hari Kamis, 17 Oktober 2013 di Hotel Shangri La Jakarta. Peluncuran ini bukanlah akhir, melainkan langkah awal untuk mewujudkan IG yang andal, terintegrasi, efisien, dan efektif menuju Indonesia yang lebih baik, demikian dikatakan oleh Sekretaris Utama BIG, Budhy Andono Soenhadi yang sekaligus sebagai Ketua Panitia.

Kurang lebih 400 peserta dari berbagai kalangan pengguna IG (K/L, TNI, akademisi, swasta, praktisi, dan perorangan) hadir dalam acara tersebut. Dalam sambutannya Kepala BIG, Asep Karsidi, menyatakan bahwa referensi yang sama dan berstandard akan bisa dimanfaatkan secara bersama, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dan ketidaktahuan tentang kondisi serta jumlah kekayaan alam di negeri ini. "Jangan sampai terjadi pertumpahan darah di masyarakat hanya karena perbedaan peta yang jadi rujukan", ungkapnya.

Selanjutnya,Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) RI, Prof. Gusti Muhammad Hatta. Prof. Hatta menekankan bahwa gerakan satu peta sebagai rujukan nasional butuh dukungan semua kalangan. "Inovasi yang dilakukan BIG berupa kebangkitan teknologi IG tidak lepas dari kebangkitan teknologi nasional. Kerjasama BIG dengan K/L terkait menunjukkan hal yang baik. Hal ini diitunjukkan dengan adanya referensi tunggal IG untuk kelancaran pembangunan", tambahnya.

Acara secara resmi dibuka dengan penayangan video yang menggambarkan pentingnya Referensi Tunggal Informasi Geospasial untuk Pembangunan Indonesia, yang dilanjutkan dengan penekanan tombol secara bersama-sama oleh Menristek dan Kepala BIG sebagai tanda Peluncuran Referensi Tunggal Informasi Geospasial. Referensi Tunggal yang diluncurkan meliputi SRGI 2013, Peta Rupabumi Skala 1:250.000, Panjang Garis Pantai Indonesia dan Jumlah Pulau Yang Dibakukan.

SRGI 2013, yaitu suatu sistem koordinat nasional yang konsisten dan kompatibel dengan sistem koordinat global. SRGI 2013 digunakan sebagai referensi tunggal dalam penyelenggaraan IG nasional.  Berbeda dengan datum geodesi sebelumnya, SRGI 2013 memperhitungkan aspek pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi. Keberadaan wilayah Indonesia pada zona deformasi kerak bumi akibat interaksi pergerakan lempeng tektonik dan aktivitas seismik mengakibatkan posisi suatu titik akan berubah sebagai fungsi waktu. Dengan menyertakan laju kecepatan pergerakan lempeng tektonik, deformasi kerak bumi dan informasi tanggal referensi waktu astronomi atau epoch, setiap perubahan posisi dapat direkontruksi dengan teliti. 

SRGI 2013 terdiri dari sistem referensi koordinat, kerangka referensi koordinat, datum geomterik, sistem referensi tinggi, perubahan nilai koordinat terhadap fungsi waktu, dan sistem dan layanan untuk mengakses SRGI 2013.

Sebelumnya, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang kemudian bertransformasi menjadi BIG, sudah mengeluarkan sistem referensi koordinat seperti Indonesian Datum 1974(ID74) dan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95). Dengan ID74 yang kemudian diperbaharui menjadi DGN95, semua kegiatan pemetaan diharapkan mengacu pada satu sistem referensi nasional yang sama. Namun sayang, pada praktiknya masih terdapat data atau peta lama yang dibuat dengan mengacu pada sistem referensi lama sehingga sebagian pihak tetap membuat peta dengan menggunakan sistem referensi tersebut sampai sekarang. Alhasil, IG dengan sistem referensi yang beragam menyebabkan sulitnya integrasi data serta tidak menyambungnya (tidak seamless) satu data dengan data yang lain.

Peta Rupabumi Indonesia (RBI) Skala 1:250.000 adalah peta dasar yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan pada skala regional, antara lain perencanaan tata ruang wilayah provinsi, analisa pemanfaatan ruang kawasan, pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), pemetaan Daerah Aliran Sungai (DAS), pemetaan resiko bencana, dan lainnya. Sebelum adanya UU-IG, peta RBI skala 1:250.000 yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dibuat berdasarkan data, metode, dan tahun perekaman yang beragam.  Hal ini mengakibatkan peta RBI skala 1:250.000 memiliki kualitas yang berbeda di setiap daerah.

Dalam rangka mendapat Peta RBI dengan kualitas seragam, mutakhir, dan dapat dipertanggungjawabkan maka dilaksanakan penyelenggaraan Peta RBI skala 1:250.000 untuk seluruh wilayah Indonesia dengan menggunakan sumber data dan metodologi yang seragam dan tahun perekaman yang tidak jauh berbeda

Berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh peta RBI skala 1:250.000, yang memiliki akurasi 50 meter untuk horizontal, dan 25 meter untuk vertikal, peta RBI skala 1:250.000 tidak dapat digunakan untuk keperluan penghitungan luas wilayah administrasi,  penetapan batas wilayah administrasi, perencanaan tata ruang kota/kabupaten, dan tidak dapat diturunkan pada skala peta yang lebih besar baik peta dasar, maupun peta tematik.

Garis pantai adalah garis pertemuan antara daratan dan lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut laut.  Garis pantai merupakan informasi dasar yang menjadi pondasi dalam penyediaan informasi geospasial lainnya, antara lain dalam:

1.       Navigasi/pelayaran,

2.       Penentuan dan penetapan eksistensi pulau-pulau,

3.       Perencanaan dan pengawasan pengelolaan lingkungan pantai/pesisir,

4.       Kebencanaan yang terjadi di wilayah pantai/pesisir,

5.       Penentuan dan pengelolaan dalam batas wilayah administratif,

6.       Perencanaan dan pengambilan keputusan berbasis spasial dalam kaitannya dengan lingkungan hidup di wilayah pantai/pesisir   lainnya.

Khusus untuk panjang garis pantai di Indonesia, hasil telaahan teknis pemetaan garis pantai yang dilakukan oleh tim kerja lintas instansi mendefinisikan bahwa panjang garis pantai Indonesia adalah sepanjang kurang lebih 99.093 km (tidak termasuk garis pulau dan danau). Sementara untuk jumlah pulau berdasarkan pendataan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi adalah 13.466 pulau (by name by address, belum by name by coordinate).

Kepada pihak maupun individu yang berkecimpung dan berjasa dalam referensi tunggal IG, diberikan sejumlah penghargaan dari BIG yang diserahkan secara resmi oleh Menristek Prof. Gusti Muhammad Hatta dan Kepala BIG Asep Karsidi. Dari BIG yang mendapatkan penghargaan adalah Kapus Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PKLP), Tri Patmasari, Kabid Pemetaan Dasar Skala Kecil, Bambang Sudarto, dan Kabid Geodinamika, Joni Efendi. Total yang mendapat penghargaan adalah 9 (sembilan) orang, yang lainnya berasal dari akademisi, K/L dan swasta.

Untuk meramaikan acara, maka para peserta dihidangkan sejumlah penampilan kesenian, diantaranya penampilan alat musik secara live dan alat musik angklung oleh Dharma Wanita Persatuan (DWP) BIG yang menyanyikan Mars BIG dan beberapa lagu lainnya. Penampilan DWP BIG cukup mengesankan dengan pengalamannya yang sudah sering tampil di setiap acara baik nasional maupun internasional.

Oleh: Agung TM