Senin, 04 November 2024   |   WIB
id | en
Senin, 04 November 2024   |   WIB
Delapan Pakar Teknologi Geospasial Dunia Berbagi Ilmu

Hari terakhir pelaksanaan Asian Conference on Remote Sensing (ACRS) ke-34, di Bali, 24 Oktober 2013, Badan Informasi Geospasial (BIG) mengundang beberapa pakar di bidang pengembangan teknologi informasi geospasial sebagai pembicara dalam Workshop on Geospatial Technology Development.

Asep Karsidi, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG), bertindak sebagai keynote speaker memaparkan mengenai informasi geospasial di Indonesia pada masa lalu, sekarang, dan masa depan. Termasuk menjelaskan mengenai proses terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial. "Hal tersebut terwujud karena dukungan yang luar biasa dari pemimpin kami, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono," kata Asep.

Tujuh pembicara lainnya adalah  Prof. Kohei Cho, dari Tokai University Jepang sekaligus Sekretaris Jenderal AARS (Microwave RS for Geospatial Data Development on Sea Ice Monitoring), Prof Tea-Ann Teo, Department of Civil Engineering, National Chiao Tung University, Taiwan sekaigus Sekretaris ISPRS WG VI/5 (New Technology Development for Photogrammetry),  Prof Armin Gruen, dari the Institute of Conservation and Building Research, Departement of Architecture, ETH Zurich, (UAV Technology for Geospasial Data Acquisition), Prof. Emmanuel Baltsavias, Institut f. Geodäsie u. Photogrammetrie, Zürich (DEM Data Quality and Fusion), Prof. Peter Tian-Yuan Shih, Natural Hazard Mitigation Research Center National Chiao Tung University Hsinchu, Taiwan (Remote Sensing for Natural Hazard Mitigation), Prof. Tasuku Tanaka,Director of Center for Remote Sensing and Ocean Sciences (Long Years Observation by Satellite-Remote Sensing) dan Dr. Anthea Michelle, Associate Professor at the University of New South Wales, Sydney, Australia (New RS Technology for Geospatial Thematic Development).

Sejak ditetapkan Perpres, maka ditetapkan pula satu bangsa, satu pintu, satu kebijakan peta. Presiden SBY bahkan pernah mengatakan data geospasial diperlukan oleh semua instansi pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dalam semua aspek pembangunan nasional.Untuk menuju satu peta diperlukan satu referensi, satu standard, satu database, dan satu geoportal.

 

Mendapatkan Masukan

Asep juga mengakui workshop kali ini khusus untuk mendapatkan masukan berbagai teknologi dalam rangka men-support pembangunan informasi geospasial di Indonesia. "Workshop ini sangat penting maknanya bagi BIG. Karena dari sinilah kita mendapatkan masukan mengenai teknologi-teknologi terkini yang belum kita punyai," kata Asep.

Adapun teknologi yang sedang dicari adalah teknologi yang mampu dengan cepat memetakan wilayah Indonesia yang terkenal sangat luas ini. Lewat satelit, kata Asep, jelas lebih cepat karena meng-cover wilayah yang lebih luas tapi resolusinya kan masih rendah. Tapi sekarang sudah ada satelit yang resolusinya sampai setengah meter. Tapi yang resolusinya bisa setengah meter ini sifatnya optik. Kelemahannya, kalau ada awan tidak bisa menembus awan. Kalau sudah tertutup awan jelas tidak terekam. Itu jelas masalah bagi kita.

Sekarang bagaimana, ada teknologinya radar yang resolusinya sampai 5 meteran. Radar bisa dan mampu menembus. Hanya saja, radar hasilnya hitam putih dan harus diterjemahkan terlebih dahulu terutama untuk berbagai jenis tutupan. Radar juga belum ada yang bisa menembus mempenetrasi tegakan pohon.

Jadi, radar walaupun mampu menembus awan, tapi dia belum bisa menembus pepohonan sehingga kalau kita mau membuat DEM (Digital Elevation Model) itu belum riil permukaan tanahnya, bisa jadi permukaan pohon. Itu juga masalah. Kalau untuk kepentingan memperoleh informasi permukaan saja bisa dipakai. Tapi untuk BIG hal itu sangat mendasar, karena BIG harus membangun informasi-informasi geospasial dasar, terutama DEM. Untuk yang resolusinya tinggi, kita belum mempunyai referensi untuk sampai sedetail setengah meter. "Nah, itu kan masalah, misalnya pake foto udara. Kalau pun dengan foto udara bisa tapi lama. Jadi teknologi inilah teknologi-teknologi baru yang kita tantang supaya kita bisa. Itu bukan bagiannya BIG, karena kita pemakainya," kata Asep.

Karena itulah, kita selalu mencari teknologi-teknologi terkini yang bisa mendukung, mempercepat tentang ketersedian tentang informasi geosppasial dasar. Termasuk teknologi yang mampu mendukung untuk pembuatan peta dengan skala 1: 1000. Workshop on Geospatial Technology Development merupakan salah satu bagian dari kegiatan ACRS yang berlangsung 21-24 Oktober di Bali. Tercatat sekitar 1.300 peserta dari 52 negara hadir dalam ACRS ke-34 ini.