Toponimi atau nama tempat merupakan nama yang diberikan kepada unsur rupabumi yang tidak hanya berupa tulisan di peta atau papan nama petunjuk jalan atau lokasi suatu tempat. Lebih jauh, toponimi/ toponim merupakan informasi geospasial yang berfungsi sebagai titik akses langsung dan intuitif terhadap sebuah sumber informasi lainnya. Toponimi merupakan ilmu yang mempelajari nama tempat (toponim), mulai dari asal usul, arti, makna, penggunaan dan tipologinya. Kajian toponimi sangat erat kaitannya dengan bidang ilmu lain terutama pemetaan, kartografi, antrologi, geografi, sejarah dan kebudayaan.
Sayangnya, penamaan tempat dalam perkembangannya dewasa ini jika dikaitkan dengan tujuan pembakuan nama rupabumi cukup memprihatinkan. Ini karena banyak digunakannya bahasa asing untuk nama tempat yang menyebabkan lunturnya budaya bangsa dan tersingkirnya bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Padahal, UU RI No. 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, lambang negara, serta lagu kebangsaan pada Pasal 36 mengamanatkan bahwa Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia dan penamaan yang dimaksud dapat menggunakan bahasa daerah. Contoh: Rawamangun jangan diubah menjadi Rotterdam Hill karena secara geografis punya nilai yang tidak bisa diubah sembarangan.
Bertolak dari hal di atas, BIG mengadakan seminar nasional bertajuk “Peran Toponimi dalam Pelestarian Budaya Bangsa dan Pembangunan Nasional” di Hotel Aston Primera Pasteur Bandung pada Selasa, 25 Juni 2013. Acara yang dihadiri sekitar 150 peserta dari Kementerian/ Lembaga (K/ L) anggota Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, Para Panitia Pembakuan Nama Rupabumi Tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota, para pakar dan ahli di bidang toponimi serta masyarakat umum pengguna toponim ini memberikan sosialisasi sekaligus konsolidasi mengenai peran dan tugas tim nasional pembakuan nama rupabumi mengenai kebijakan di bidang toponimi untuk pembangunan nasional dan aktivitas internasional. Selain itu, ada gambaran tentang peran toponimi dalam pelestarian budaya bangsa serta menghasilkan rekomendasi tentang peningkatan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan penamaan rupabumi.
|
Pada seminar nasional yang dibuka oleh Kepala BIG, Asep Karsidi, dinyatakan bahwa toponimi sebagai identifikasi tidak boleh sembarangan karena ada kriteria dan ketentuannya. Toponimi di Indonesia harus didaftarkan di PBB agar jika terjadi bencana, distribusi bantuan bisa lebih mudah. Tim Nasional Penamaan Rupabumi telah membakukan 13.466 pulau di Indonesia yang by name by coordinate. Ada pemahaman bahwa Sipadan dan Ligitan lepas dari Indonesia dan dikuasai Malaysia, padahal kedua pulau itu dulunya tidak bertuan. Malaysia lebih banyak memiliki data-data sehingga Indonesia tidak berhasil menambah luas wilayah. Asep Karsidi berharap agar ada pemahaman bersama tertang perlu segera disahkannya gasetir nasional untuk menunjang berbagai aktivitas pembangunan, mempertahankan warisan budaya serta sebagai standarisasi penamaan rupabumi.
Seminar nasional toponimi diisi dengan pemaparan makalah dari sejumlah narasumber yang dibagi 3 (tiga) sesi. Sesi pertama membahas tentang “Toponimi dalam Pembangunan Nasional” menghadirkan para pembicara: Edwin Hendrayana (Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponimi BIG), Eko Subowo (Kementerian Dalam Negeri), Rudolf W. Matindas (Mantan Kepala Bakosurtanal) dan Budhy Andono Soenhadi (Sekretaris Utama BIG) dengan moderator Widodo Edy Santoso. Sesi kedua tentang “Peran Toponimi dalam Pelestarian Budaya Bangsa” menghadirkan para pembicara Widodo Edy Santoso (BIG), Multamia dan Ida Herliningsih (BIG) dengan moderator R. Danoe Soeryamihardja. Sesi ketiga tentang “Peran Toponimi dalam Era Globalisasi” menghadirkan Susanto Zuhdi (Pakar Sejarah) dan Ade Komara Mulyana (BIG) dengan moderator Elyta Widyaningrum.
Acara seminar toponimi diakhiri dengan Paparan Web Toponimi oleh Sri Kusno Gularso dan pembacaan rumusan rekomendasi seminar “Peran Toponimi dalam Pelestarian Budaya Bangsa dan Pembangunan” oleh Edwin Hendrayana.
Oleh: Agung TM