Senin, 25 November 2024   |   WIB
id | en
Senin, 25 November 2024   |   WIB
Informasi Geospasial Menjadi Salah Satu Pilar Utama Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan kebijakan besar yang perlu dilaksanakan untuk semakin meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan di setiap pelosok Indonesia. Hal tersebut sangatlah sulit dilaksanakan dengan optimal tanpa adanya dukungan perencanaan dan eksekusi pembangunan berbasis Informasi Geospasial (IG). Pernyataan tersebut disampaikan Kepala BIG, Asep Karsidi, saat bertindak sebagai Keynote Speaker dalam Seminar Nasional “Pendayagunaan Informasi Geospasial untuk Optimalisasi Otonomi Daerah”, di Universitas Muhammadiyah Surakarta, 20 Juni 2013.

Ketersediaan potensi daerah sebagai modal utama dalam pembangunan daerah akan dapat termanfaatkan optimal untuk keperluan pembangunan jika telah terinventarisasi dan terpetakan secara baik. Inventarisasi potensi dan penataan ruang wilayah daerah harus diwujudkan sebelum tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah dilakukan.

Dari sisi kebijakan nasional, masalah penataan ruang telah menjadi sebuah perhatian khusus. Undang-undang penataan ruang dan berbagai peraturan perundangan pelaksanaan telah mengamanatkan perlunya data dan informasi geospasial, namun di tahap pelaksanaannya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Sebagai gambaran, penyelesaian peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah s.d. bulan April 2013, baru selesai sebanyak 14 dari 34 provinsi (41%), dan 282 dari 508 Kabupaten/Kota (53%).

  

Penegasan batas wilayah administrasi juga menjadi salah satu tantangan besar yang muncul hampir di semua daerah. Dari 34 Provinsi dan 508 Kab/Kota belum dilakukan penegasan secara tuntas. Tercatat sampai dengan saat ini, baru 15 % segmen batas daerah yang sudah definitif (143 dari 946 segmen batas). Penyelesaian permasalahan batas administrasi tidak mudah, karena terkait dengan berbagai aspek, seperti politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan, dsb. Sebagai terobosan untuk mempercepat penataan dan penegasan batas administrasi, pemerintah mengeluarkan Permendagri Nomor 76 Tahun 2012, dimana penegasan batas daerah dapat dilakukan secara kartometris dan untuk remote area tidak perlu dipasang pilar batas. Hal ini menunjukkan bahwa informasi geospasial menjadi salah satu pilar utama dalam penyelesaian masalah batas administrasi.

Peran penting IG dalam pembangunan dan pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan dalam peraturan-peraturan lain seperti: UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencaan Pembangunan Nasional, UU No. 17 Tahun 2007 tengan RPJPN 2005-2025, Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Berbagai tantangan di dalam penyelenggaran informasi geospasial membutuhkan kerjasama yang erat dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya sektor pemerintah daerah. Perlu ditingkatkan peran serta daerah di dalam penyelenggaraan informasi geospasial, bukan hanya terkait penyediaan peta dasar dan peta tematik tertentu, tetapi juga di dalam peningkatan kualitas dan kuantitas SDM serta industri informasi geospasial.  (WG/2013)