Indonesia merupakan negeri yang besar baik dari segi luas wilayah, jumlah penduduk, sumberdaya alam dan budaya. Hal ini didukung pula dengan posisi geografis yang sangat strategis dalam percaturan dunia. Untuk membangun negeri Indonesia yang besar dan strategis tersebut, diperlukan perencanaan yang didukung data dan informasi spasial yang lengkap, up to date, andal serta dapat dipertanggungjawabkan.
Undang-Undang Informasi Geospasial (UU IG) bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan akses IG yang dapat dipertanggungjawabkan serta mewujudkan kebergunaan dan keberhasilgunaan IG melalui kerjasama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. UU ini mendorong penggunaan IG dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat dengan menggunakan referensi tunggal (single reference) yang mencakup Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT).
Untuk membahas detail tentang jaminan dipergunakannya referensi tunggal agar tersedia IG yang dapat dipertanggungjawabkan berupa Kebijakan Satu Peta (One Map), Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerjasama dengan BNPB -GFDRR-World Bank dan AIFDR mengadakan acara "Lokakarya Pemetaan Partisipatif dalam Kerangka Kebijakan Satu Peta di Indonesia" di Hotel Millenium, (Jakarta, 17 Juli 2012). Pemetaan partsipatif adalah publik bersama-sama atau terlibat dalam proses pengumpulan data dan analisis terkait problem dan isu di sekitar mereka melalui identifikasi dan penggambaran fitur geospasial dengan menggunakan piranti dan teknologi pemetaan.
Acara workshop dibuka secara resmi oleh Kepala BIG Dr. Asep Karsidi, M.Sc, dilanjutkan dengan pengenalan oleh para pembicara dari The World Bank Office-Jakarta (Iwan Gunawan, Ph.D), Co-Director AIFDR (Dr. Matt Hayne), dan Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB (Ir. Sugeng Triutomo, DESS).
Kepala BIG Asep Karsidi dalam sambutannya menjelaskan istilah “One Map” pertama kali dicanangkan sebagai reaksi atas tidak terintegrasinya IGD dan IGT yang diperlukan untuk menyusun Peta Indikatif Pemberian Izin Baru (PIPIB) pada area hutan primer dan gambut atau Peta Moratorium. Untuk menyusun peta ini diperlukan berbagai peta tematik yang bersumber dari beberapa instansi yang berbeda. Ketika semua peta yang ada terkumpul, ternyata sangat sulit untuk diintegrasikan karena perbedaan standar pemetaannya. Terkait pemetaan partisipatif, Asep Karsidi menganggap bahwa itu merupakan bentuk terobosan dalam penyelenggaraan IG, sepanjang sejalan dengan kebijakan nasional yang telah ditetapkan. Kegiatan pemetaan partisipatif harus mengacu pada IGD BIG.
Partisipatory One Map Initiative/ POMI menjadi salah satu unsur dalam pembangunan Infrastruktur IG di Indonesia. Sinergi yang baik dan saling mendukung dari semua unsur masyarakat diharapkan akan dapat mempercepat terwujudnya visi yang telah dicanangkan BIG untuk kemajuan bersama, yaitu “Terwujudnya IG yang andal, terintegrasi dan mudah dimanfaatkan pada tahun 2025”.
Kegiatan Workshop dilanjutkan dengan diskusi panel tentang “Partisipatory Mapping for Disaster Preparedness” dan “One Map Policy Framework”.
Oleh: Yudi Irwanto & Agung TM