Penguatan Sistem peringatan dini Tsunami sangat penting karena menyangkut tugas pemerintah sesuai dengan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk melindungi bangsa dari ancaman bencana alam/Tsunami. Demikian Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata dalam rapat dengar pendapat Kementrian Riset dan Teknologi beserta Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geoosfisika (BMKG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dengan Komisi VII DPR-RI.
Rapat Kerja yang dihadiri Menteri Riset dan Teknologi serta segenap kepala Lembaga yang tergabung dalam Ina-TEWS, diantaranya Kepala Bakosurtanal, Asep Karsidi, Kepala LIPI, Lukman Hakim, Kepala BMKG Woro B. Harijono, Kepala BPPT, Marzan A. Iskandar dan Kepala LAPAN, Adi Sadewo Salatun dilaksanakan Selasa, 15 Desember 2010 di ruang rapat kerja DPR-RI Komisi VII dibuka oleh Ketua Sidang Zainuddin Amali dari Fraksi Golongan Karya.
Selanjutnya Menteri Riset dan teknologi mengatakan, Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning Systems) terdiri atas dua komponen utama yaitu komponen struktur dan komponen kultur. komponen struktur menyangkut pemasangan peralatan deteksi bencana untuk peringatan dan penyampaian peringatan itu kepada lembaga antara (interface institution), sedangkan komponen kultur berkaitan dengan melanjutkan penyampaian peringatan itu kepada masyarakat termasuk meningkatkan kesiap-siagaan masyarakat terhadap bencana.
Pengembangan InaTEWS dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Nomor 21/Kep/Menko/Kesra/IX/2006. Dalam Kepmenko Kesra tersebut, Kementerian dan Lembaga ditugaskan sebagai berikut : pertama, Kementerian Riset dan Teknologi : sebagai koordinator pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami; kedua, BMKG : sebagai pemantauan seismik, pusat operasional, dan sistem penyebaran informasi; ketiga, BPPT : sebagai pemantauan kelautan (buoy, pengukur pasang surut) serta pemodelan gempa dan tsunami; keempat, Bakosurtanal : sebagai deformasi pesisir serta penyediaan data dan informasi spasial; dan kelima, LIPI : sebagai focal point dalam kesiapsiagaan dan kesadaran komunitas, imbuh Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Kesimpulan dari Rapat dengar pendapat tersebut sebagai berikut : Komisi VII DPR RI meminta Menteri Negara Riset dan Teknologi serta LPNK lebih meningkatkan kemampuan teknologi Tsunami Early Warning Systems (TEWS) dan melakukan perawatan serta pengawasan yang ketat terhadap peralatan Tsunami Buoy; Komisi VII DPR RI meminta Menteri Negara Riset dan Teknologi serta LPNK untuk melakukan sosialisasi tentang INA TEWS dan memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat didaerah pesisir pantai rawan bencana Tsunami dengan memperhatikan kearifan lokal.
Oleh : Yudi Irwanto & Agung TM