|
Sampai saat ini peta yang banyak tersedia di tempat-tempat umum, atau lembaga pendidikan adalah peta awas, artinya adalah peta yang hanya dapat diakses melalui indera penglihatan. Hal ini berdampak pada sulitnya tunanetra, yaitu individu yang mengalami kekurangan, gangguan, kelainan, kerusakan, atau kehilangan fungsi organ pengelihatannya, untuk mendapatkan informasi dan memperkaya pengetahuan, memperluas orientasi, maupun meningkatkan kemampuan mobilitas tentang segala sesuatu yang ada di suatu wilayah atau kawasan. Fakta menyebutkan bahwa lebih dari 80% informasi yang dimiliki manusia diperoleh melalui indera penglihatan. Ketika indera penglihatan hilang atau mengalami kerusakan, manusia harus memaksimalkan indera lainnya yang masih ada, di antaranya indera peraba (taktual). Oleh karena itu, tunanetra memerlukan peta yang dapat diakses melalui indera peraba, yang disebut dengan peta taktual. Permasalahannya adalah, peta taktual yang dibuat terutama untuk kebutuhan pengembangan pengetahuan melalui proses pembelajaran di lembaga pendidikan belum menggunakan simbol-simbol dan ketentuan umum yang standar. Hal ini mengakibatkan timbulnya kebingungan atau beda interpretasi pada penggunanya.
Berlatar belakang kondisi tersebut mendorong Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), yang saat ini bernama Badan Informasi Geospasial (BIG), sejak tahun 2010 bersama Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Pusat Sumber Pendidikan Inklusif Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Dria Manunggal Yogyakarta menyusun draft spesifikasi simbol, ketentuan umum, dan model peta taktual, dalam rangka upaya pemenuhan hak asasi atas perolehan informasi geospasial bagi tunanetra. Terdapat tiga buah tema peta taktual yang telah diuji keterbacaannya, yaitu peta taktual tema wilayah administrasi, tema transportasi darat, dan tema sumber daya alam abiotik. Uji keterbacaan ketiga tema tersebut dilakukan di Sekolah Luar Biasa di beberapa daerah, di antaranya Yogyakarta, Solo, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang, Makasar, dan Mataram. Dua tema di antaranya telah selesai disusun dan dibukukan dalam bentuk Atlas Taktual Nasional Indonesia, yaitu tema wilayah administrasi (NKRI, Pulau-pualu besar dan 33 provinsi) dan tema transportasi darat (jaringan jalan).Untuk selanjutnya akan menyusul tema peta yang lainnya, di antaranya adalah tema transportasi udara, transportasi laut, pariwisata, dan masih akan dikembangkan untuk tema-tema yang lainnya.
Atlas yang telah disusun merupakan model atlas standar yang akan dikomunikasikan kepada Pihak Kemendikbud untuk dapat diperbanyak dan didistribusikan kepada Sekolah Luar Biasa maupun sekolah yang mempunyai anak didik tunanetra di seluruh Indonesia. Diharapkan tunanetra akan mendapatkan kesetaraan dalam hal perolehan informasi, terutama melalui media peta. Hal ini akan berbengaruh besar pada peningkatan kemampuan mobilitas mereka, yang nantinya juga akan mendorong pada peningkatan kesejahteraannya. (UU No.4, th. 1997, Tentang Penyandang Cacat).
Kelanjutan kerja sama pembuatan peta taktual untuk tunanetra ini selebihnya akan dibahas dalam acara kunjungan kerja Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas BIG, Dra. Titiek Suparwati, pada hari Jumat tgl. 1 Februari 2013 di Pusat Sumber Pendidikan Inklusif Propinsi DIY yang beralamat di SLB N 1 Bantul, Jl. Wates No. 147 Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Dalam agenda tersebut hadir pula Kepala Bidang Atlas dan Pemetaan Sosial-BIG Ir. Y.D Sigit Purnomo, M.Si., Penanggung Jawab Sub Kegiatan Pembuatan Atlas Bentang Lahan Maluku Setiyani, S.Si., dan Penanggung Jawab Sub Kegiatan Pembuatan Atlas Indonesia untuk Tunanetra Sugeng Murdoko. Dari pihak SLB N 1 Bantul, hadir Ibu Martina Tri Wantini, S.Pd. selaku kepala sekolah, dan Drs. Setia Adi Purwanta, M.Pd. (Kepala Pusat Sumber Pendidikan Inklusif Propinsi DIY sekaligus Direktur Eksekutif Dria Manunggal) serta beberapa guru SLB yang ada di Yogyakarta, sedangkan dari Fakultas Geografi UGM diwakili oleh Prof. Dr. M. Baiquni, M.A. Dalam kesempatan tersebut akan didiskusikan tema-tema peta taktual yang akan dikerjakan serta kemungkinan pengembangannya.
Uji coba keterbacaan peta taktual ketiga tema tersebut dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) di 8 (delapan) kota sebagai berikut: Yogyakarta, Solo, Bandung, Surabaya, Medan, Palembang, Makassar, dan Mataram.
Spesifikasi Teknis Pembuatan Peta Taktual berisikan ukuran simbol, ketentuan umum, toponimi, dan tata cara pembuatan peta taktual di indonesia. Dengan adanya Spesifikasi Teknis Pembuatan Peta Taktual diharapkan pihak swasta dan siapapun bisa membuat atlas taktual sendiri dengan mengikuti spesifikasi yang sudah dibuat oleh BIG. Tahun 2013 kegiatan ATNI dibuat dengan tema transportasi udara dan laut. Pelaksanaan uji coba keterbacaan peta taktual tahun 2013 ini akan direncanakan di SLB Manado, Denpasar, Martapura, Klaten dan Yogyakarta.
Oleh: Sugeng Murdoko