Apabila menengok sejarah perpetaan nasional kita, bisa ditelusuri bahwa sejarah perpetaan telah ada sebelum Indonesia lahir. Bakosurtanal yang kini telah bertransformasi menjadi BIG yang lahir berdasarkan UU No. 4 Tahun 2011 dan Perpres No. 94 Tahun 2011 telah menghasilkan peta dan informasi geospasial dalam berbagai tingkat kedetilan yang beragam tergantung skala yang diperlukan, yang mencakup seluruh wilayah NKRI. Permasalahannya, tugas dan fungsi pengelolaan ruang dan pemanfaatan sumberdaya alam oleh kementerian dan lembaga terkait cenderung tumpang tindih. Secara garis besar, permasalahan pokok proses penataan ruang terkait pengelolaan SDA dan lingkungan hidup antara lain: 1) Keterbatasan data dan informasi dalam kuantitas dan kualitas. 2) Sistem pengelolaan informasi yang transparan belum melembaga dengan baik. 3) Kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan SDA yang ada.
Permasalahan-permasalahan yang timbul di atas terjadi karena: rendahnya kapasitas kelembagaan, belum mantapnya peraturan perundangan, serta lemahnya penataan dan penegakan hukum dalam pengelolaan SDA dan pelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu, UU IG memberi ruang untuk meningkatkan semangat agar pengelolaan IG menjadi lebih baik. Karena IG merupakan alat bantu perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/ atau dalam pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian, maka IG sangat berguna sebagai sistem pendukung pengambilan kebijakan dalam optimalisasi pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan ketahanan nasional. Secara lebih spesifik, IG berguna untuk pengelolaan SDA, penyusunan tata ruang, perencanaan lokasi investasi dan bisnis perekonomian, penentuan garis batas wilayah, pertanahan, dan kepariwisataan.
BIG memberikan perhatian khusus terhadap kondisi IG di Indonesia. Untuk mengupas tuntas dan merumuskan peran IG terutama dalam menggerakan perekonomian nasional, BIG bekerjasama dengan Ikatan Surveyor Indonesia (ISI) mengadakan workshop dengan tema “No Map No Plan No Investment” di Hotel Bidakara Jakarta (Kamis-Jum’at, 22-23 November 2012). Sekretaris Utama BIG yang juga sebagai Ketua ISI Budhy Andhono Soenhadi menjelaskan bahwa saat ini, peta belum dimanfaatkan dengan optimal karena belum popular. Padahal, program pemerintah "Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)" yang merupakan program unggulan pemerintah dalam mengoptimalkan perekonomian rakyat Indonesia dan dibagi dalam 6 (enam) koridor mutlak memerlukan IG. Dengan IG, bisa diperoleh strategi pengembangan sektor yang konkrit dan spesifik sesuai potensi dan keunggulan masing-masing koridor ekonomi. Diharapkan juga dengan adanya IG yang andal, akurat dan bisa dipertanggungjawabkan, proses penataan ruang di Indonesia tidak mendapat kendala yang berarti.
Acara workshop dibagi menjadi menjadi 2 (dua) sesi paparan narasumber dengan peserta dari BIG, Kemeneg Ristek, Kemhub, Dishidros, sejumlah perguruan tinggi, sektor swasta, dan sebagainya. Sesi I menghadirkan narasumber: Rr. Endah Murningtyas (Bappenas), Aviliani (Komite Ekonomi Nasional), Iwan Gunawan (Bank Dunia) dan Aminah (Kemendagri) dengan moderator Sugeng Prijadi (ISI). Sesi II menghadirkan pembicara Farhan Helmy, Prof. Hasanuddin ZA (ITB), Barano S. Sulistyawan (WWF), Perdana Wahyu (YARSI) dan Heru Susanto dengan moderator Irawan Soemarto (ISI). Selanjutnya acara dilanjutkan dengan perumusan draf hasil workshop dan pemaparan draf hasil workshop.
Oleh: Agung TM