Undang-undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial telah disahkan pada tanggal 21 April 2011. Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan akses Informasi Geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan serta mewujudkan kebergunaan dan keberhasilgunaan Informasi Geospasial melalui kerjasama, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi. Undang-undang ini juga mengamanatkan penggunaan Informasi Geospasial dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat yang berbasiskan referensi tunggal (single reference) dalam membangun informasi geospasial dasar dan tematik.
Dr. Ir. Poentodewo Soewargadi Sedijono Ontowirjo, M.Surv.Sc. selaku Deputi Bidang Informasi Geospasial Dasar mengatakan “Lahirnya UU-IG juga mengamanatkan perubahan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG). Sebagai yang mengemban UU-IG dimaksud, BIG memikul tugas dan fungsi yang lebih besar dan luas dibandingkan pada saat masa bernama Bakosurtanal dalam menjamin ketersediaan informasi geospasial yang andal dan dapat dipertanggungjawabkan tersebut.”
Sosialisasi UU Informasi Geospasial telah dimulai sejak tahun lalu, bekerjasama dengan Bappeda Provinsi. Begitu juga dalam penyelenggaraan kali ini bekerjasama dengan Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Barat, pada 1 November 2012 yang bertempat di Hotel Santosa, Senggigi, Lombok. Sosialisasi UU Informasi Geospasial dilakukan dalam bentuk Workshop Geospasial di 11 lokasi yang sebagian besar merupakan daerah yang termasuk dalam koridor ekonomi MP3EI.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan salah satu contoh dimana data dan informasi geospasial sangat dibutuhkan. MP3EI merupakan langkah awal untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju dan termasuk 10 (sepuluh) negara besar di dunia pada tahun 2025 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan. Prinsip dasar dan prasyarat keberhasilannya MP3EI mencakup 3 (tiga) pilar yaitu pengembangan potensi ekonomi, penguatan konektivitas nasional dan penguatan kemampuan SDM dan IPTEK sektor nasional.
Program yang menjadi fokus pengembangan strategi dan kebijakan diletakkan pada 8 (delapan) program, yaitu pertanian, pertambangan, energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis. Kesemuanya memerlukan dukungan informasi geospasial yang andal dan dapat dipertanggungjawabkan, misalnya saja untuk mengetahui daerah mana yang berpotensi dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru diluar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang telah ada. Pada daerah Nusa Tenggara Barat potensi yang dapat ditingkatkan adalah dari kelautan dan pariwisata.
Bambang Sarwono selaku Staf Ahli Meneg PDT bidang RISTEK menambahkan “Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 adalah not bussiness as usual, yang berarti (a) Harus dapat memacu dan memberi imbas pertumbuhan ekonomi lokal DT; (b) Harus dapat menyerap tenaga kerja lokal di DT; (c) Harus dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat lokal DT; (d) Harus dapat memacu keberdayaan masyarakat lokal di DT; serta (e) Harus dapat menciptakan inovasi masyarakat lokal di DT.”
Oleh: Rully R.