Bertempat di Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta, pada tanggal 30-31 Oktober 2012 yang lalu telah dilaksanakan pertemuan Technical Sub-Committe on Border Demarcation and Regulation (TSC-BDR) antara Indonesia dan Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL). Dalam pertemuan teknis ke-25 antara kedua negara tersebut, delegasi Indonesia diketuai oleh Dr. -Ing. Khafid (Plt. Kepala Pusat Pemetaan Batas WIlayah-BIG) dan delegasi RDTL diketuai oleh Marcos dos Reis da Costa (Ministry of Foreign Affair and Coordination).
Suasana Perundingan
Delegasi Indonesia
Dalam pertemuan selama dua hari tersebut, kedua negara melaporkan hasil pelaksanaan survei delineasi dan demarkasi untuk tahun 2011 dan 2012 yang baru saja selesai dilaksanakan pada bulan Agustus yang lalu. Untuk tahun 2011, survei yang dilaksanakan pada bulan Oktober-November telah selesai memasang dan mengukur pilar batas bantu (auxiliary pillars) sebanyak 60 pasang. Sebagai informasi, karena perbatasan RI-RDTL menggunakan batas berupa median sungai, maka pilar batas tidak dipasang tepat di garis batas, namun di tepi sungai di kedua sisi. Pilar ini yang dinamakan dengan nama auxiliary pillar. Untuk tahun 2012, survei kembali dilanjutkan dengan memasang 80 pillar. Untuk tahun ini, pihak RDTL juga memasang 60 pilar, sehingga total tahun 2012 memasang 140 pilar, yang kesemuanya berjenis auxiliary pillar. selain melaporkan hasil survei, dibahas juga mengenai rencana survei tahun 2013, dimana kedua negara sepakat untuk memasang 160 pillar, dengan komposisi Indonesia memasang 80 dan RDTL memasang 80 pilar. Dengan demikian, sampai tahun 2012 ini sudah terpasang kurang lebih 303 pilar, dari 1004 pilar yang direncanakan di sepanjang 287 Km garis batas RI-RDTL (sektor barat).
Pilar Batas auxiliary (kiri) dan Border Sign Post (kanan)
Selain pilar, dilaporkan juga pekerjaan pemasangan Border Sign Post (BSP) oleh kedua negara. Karena pekerjaan ini bersifat unilateral, tahun ini hanya Indonesia yang melaksanakan pemasangan BSP yaitu sejumlah 60 buah. Tahun 2013, pihak Indonesia direncanakan akan memasang 60 buah BSP lagi dan akan dipasang di sektor timur (Noel Besi), karena untuk sektor barat sudah terpasang semua. Sedangkan pihak Timor Leste akan memasang 100 BSP.
Dalam perundingan, sempat beberapa kali terjadi perbedaan pendapat yang cukup alot antara kedua negara, yaitu tentang penentuan titik batas yang berada di mulut sungai sebelah utara Mota Ain. Untuk masalah ini, Indonesia mengusulkan untuk dilakukan studi lebih lanjut sebelum diambil keputusan. Masalah lain yang sempat memakan waktu lama adalah terkait perbedaan interpretasi antara kedua negara dalam hal kedudukan Special Working Group (SWG) yang membahas masalah unresolved segment. Indonesia menganggap bahwa SWG sejajar dengan TSC-BDR, namun RDTL menganggap bahwa SWG berada di bawah TSC-BDR. Untuk masalah ini, diputuskan agar diinformasikan dahulu pada tingkat yang lebih tinggi yaitu Joint Border Committe (JBC) untuk mendapatkan kejelasan.
Penandatanganan Dokumen Record of Discussion (ROD) Oleh Masing-Masing Ketua Delegasi
Terlepas dari dua masalah tersebut di atas, secara umum perundingan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang dijadwalkan. Direncanakan, pada bulan November ini akan dilaksanakan pertemuan JBC, untuk melaporkan hasil dari pertemuan TSC-BDR ini serta sub-committe lainnya yang berada di bawah JBC.
Oleh: Gama