Banyak pihak yang konsern dengan masalah tata ruang, di sisi lain terjadi polemik yang berkepanjangan karena konflik kepentingan terhadap masalah ini. Oleh karena itu kita mempersiapkan suatu perencanaan kehutanan yang berbasis keruangan, agar kita dapat mengelola hutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Demikian ungkap Menteri Kehutanan M.S. Kaaban pada Rapat Koordinasi Teknis Badan Planologi Kehutanan, di Cisarua Bogor , hari Selasa, 27 Juni 2006. Pada kesempatan ini pula dilakukan penandatanganan pernyataan bersama antara Menteri Kehutanan M.S. Kaaban dan Kepala BAKOSURTANAL Rudolf W. Matindas, tentang penggunaan Peta Dasar Tematik Kehutanan. Peta ini merupakan kerangka dasar yang harus diacu bagi seluruh pemetaan tematik Kehutanan pada Skala 1:250.000, dalam rangka membangun Basis Data Spasial Kehutanan.
Kaaban mengatakan pengelolaan hutan harus dalam konteks keruangan karena kawasan hutan merupakan harapan masa depan. Selama ini kerusakan hutan selalu dituding sebagai penyebab musibah yang melanda kita, dijadikan isu internasional untuk menekan negara kita.
“Presiden telah mengintruksikan untuk segera menangani illegal logging (pembalakan liar). Hutan tidak hanya berfungsi secara ekonomi tetapi juga memiliki fungsi sosial dan ekologi, yaitu sekitar 95% nilai non timber (sosial dan ekologi). Jika mendahulukan ego akan sangat merugikan banyak pihak, oleh karena itu perlu sinkronisasi dan koordinasi antar lembaga pemerintah”, tegas Kaaban.
Sementara itu Kepala BAKOSURTANAL R.W. Matindas mengatakan, Peta Dasar Tematik Kehutanan ini merupakan langkah strategis untuk mengintegrasikan informasi geospasial. Matindas mengharapkan nantinya bisa ditularkan pada sektor lain. Semua pekerjaan perencanaan di tingkat provinsi bisa dituangkan dalam format yang sama, sehingga tidak terjadi tumpang tindih.
Kerjasama ini merupakan tindak lanjut dari piagam kerjasama BAKOSURTANAL dengan Departemen Kehutanan (Dephut) pada tahun 2003, tentang penyelenggaraan survei dan pemetaan sumberdaya hutan.
Peta Dasar Tematik Kehutanan tersebut meliputi seluruh wilayah Indonesia sebanyak 300 nomor lembar peta. Peta-peta itu telah dikoreksi dan diverifikasi teknis, sehingga layak dijadikan sebagai peta dasar. Pembuatan peta ini memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, berupa citra Landsat 7 ETM+ dan SRTM, serta SIG yang dilengkapi dengan petunjuk lokasi dari GPS.
Peta dasar tersebut terutama digunakan sebagai peta kerja bagi jajaran maupun stakeholder di Dephut pada khususnya. Kegunaan peta ini antara lain untuk menuangkan tema-tema peta seperti Penutup Lahan, Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI), Pelepasan Areal Hutan untuk Budidaya, dll.
Selain itu dapat pula dimanfaatkan bagi para perencana dalam menyusun perencanaan wilayah pada skala regional, sehingga memudahkan pengambil kebijakan dalam menentapkan prioritas pembangunan keruangan.
Hadir dalam acara ini diantaranya Kepala Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Mahdi Kartasasmita, dan para pejabat BAKOSURTANAL, antara lain Sekretaris Utama Sukendra Martha, Deputi Bidang SDSA Aris Poniman, Kapus SSDAD Agus Hermawan Atmadilaga, Kapus PDRTR Puntodewo, Kapus SJSDS Bebas Purnawan. Hadir pula para pejabat dari Dephut, LAPAN dan para peserta Rakortek Baplan Kehutanan dari seluruh Indonesia.(YDI)
Teknologi survei dan pemetaan saat ini telah berkembang demikian cepatnya, dari era analog ke era dijital. Seiring dengan itu, kebutuhan ketersediaan data geospasial yang tinggi memerlukan juga ketersediaan sumberdaya manusia yang mempunyai kualifikasi di bidang tersebut.
Pernyataan itu diungkapkan Rochmandjaja Ade Hamdani, Inspektur BAKOSURTANAL, dalam acara kelulusan siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Sukabumi, Sabtu, 24 Juni 2006.