Sabtu, 23 November 2024   |   WIB
id | en
Sabtu, 23 November 2024   |   WIB
Politik Perbatasan Indonesia: Tantangan dan Harapan

Dengan disahkannya rencana Undang-Undang tentang Wilayah Negara oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 28 Oktober 2008, maka Indonesia kini memasuki babak baru dalam politik perbatasan wilayah negara. Politik perbatasan kini semakin diperjelas dan dipertegas dengan undang-undang tersebut di atas.

Politik perbatasan adalah bagian dari geopolitik. Pasca perang dunia ke-2 (PD II) banyak negara (khusunya negara maju) telah mengubah orientasi politik perbatasannya dari "hard border policy" ke "soft border policy", dan dari pendekatan sekuriti ke pendekatan prosperiti. Hal ini didorong oleh globalisasi dan perkembangan geo-ekonomi di samping geopolitik itu sendiri. Politik perbatasan di Indonesia juga tidak bisa lepas dari perkembangan global tersebut, serta tentunya perkembangan geopolitik dan geostrategi nasional.

Sejarah mencatat, pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah Indonesia mengeluarkan pengumuman yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda 1957, yang kemudian dituangkan dalam UU no. 4/Prp. 1960. Ini adalah awal dari politik kewilahayan nusantara, di mana politik perbatasan merupakan bagian dari politik kewilayahan tersebut.

Pada tahun 1973 melalui Tap MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN, di mana Wawasan Nusantara yang merupakan konsepsi geopolitik nasional, tertuang di dalamnya. Setelah itu kita mencatat semakin intensifnya penyelesaian masalah-masalah perbatasan Indonesia. Sesuai dengan keadaan, siuasi, dan kondisi obyektif pada waktu itu maka pendekatan pertahanan-keamanan yang sentralistik merupakan keputusan politik nasional untuk menjaga stabilitas dan keutuhan wilayah NKRI.

Konstelasi geopolitik nasional kemudian berubah ketika memasuki era reformasi di mana UUD 1945 mengalami amandemen. Tatanan geopolitik kewilayahan dan politik perbatasan mengalami perubahan, parsialisasi dan sektoralisasi seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan politik nasional dan tekanan globalisasi (geopolitik dan geo-ekonomi) yang demikian kuat. Indonesia pun harus melakukan reorientasi dan rekonstruksi politik perbatasannya.

Reorientasi politik perbatasan secara konstitusional kini telah terjadi dengan disahkannya UU tentang Wilayah Negara (sesuai amanat Pasal 25A UUD 1945) oleh DPR, bertepantan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda. Namun, perlu diketahui bahwa reorientasi politik perbatasan secara operasional telah dimulai lebih dahulu, yaitu melalui UU no. 17 tahun 2007 tentang RPJP Nasional tahun 2005-2025.

Maka permasalahnnya kini adalah "bagaimana melakukan reorintasi dan rekonstruksi politik perbatasan Indonesia secara komperehensif integral, konvergen dan berkelanjutan berdasarkan landasan konstitusional dan landasan operasional yang baru".

Oleh Sobar Sutisna