Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
Peta Bakosurtanal Pandu Bantuan

Gempa bumi berkekuatan 7,6 Skala Richter (SR) yang meluluhlantakkan sebagian wilayah Sumatra Barat dan Jambi membuat kawasan tersebut membutuhkan pemetaan dampak gempa. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) telah melakukannya dan mengirimkannya ke daerah-daerah terkena gempa untuk panduan pengiriman bantuan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

Sekretaris Tim Geospasial Tanggap Darurat Bakosurtanal, Dr Ing Fahmi Amhar, menjelaskan, peta itu terdiri atas peta rupa bumi 1:10.000 sebanyak 41 nomor lembar peta serta peta dinding Sumbar, Bengkulu, dan Jambi. Ada pula atlas pariwisata dan peta citra sebanyak 16 nomor. ''Peta ini akan digunakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam mengidentifikasi sebaran kerusakan,'' ujar Fahmi di Jakarta, Senin (5/10).

Dengan adanya peta tersebut, tim penolong diharapkan dapat lebih mudah memberikan pertolongan selama tanggap darurat. Bahkan, peta itu pun akan mempermudah tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi.Selain dikirim ke daerah-daerah yang terkena gempa, peta tersebut dapat diunduh (download ) pada laman www.bakosurtanal.go.id untuk free-download . Dengan demikian, para pemberi bantuan dari seluruh dunia dapat menggunakan data spasial yang standar dan lebih akurat.

Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan, Bakosurtanal akan segera mengirim tim untuk membantu BNPB dalam menggunakan data spasial atau Sistem Informasi Geografis guna optimasi tanggap darurat. Tim juga akan meninjau ulang berbagai infrastruktur data spasial yang sebelumnya telah ada.''Semua itu kan pasti telah mengalami kerusakan berat akibat gempa,'' kata Fahmi. Ia menambahkan, tak hanya merusak infrastruktur, pergerakan lempeng bumi selama gempa juga diperkirakan menyebabkan pergeseran kontrol geodetik hingga beberapa meter. Karena itu, tim Bakosurtanal akan mengukur ulang titik-titik kontrol geodetik.

''Dalam kondisi normal, pergerakan lempeng hanya 4-6 sentimeter per tahun,'' terang Fahmi. Menurut dia, pemetaan daerah rawan bencana selama ini belum mendapat perhatian besar dari pemerintah dan masyarakat. Hal itu terlihat dari pengaturan peta kebencanaan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang baru disebut dalam satu ayat tanpa penjelasan.Padahal, tegas Fahmi, dengan adanya peta, aturan bangunan (building code) di kawasan yang telah teridentifikasi rawan bencana harus ditegakkan. Jika terbukti belum memenuhi persyaratan building code , bangunan itu segera direnovasi.

Alat tanggap darurat
Terkait dengan prioritas pengadaan angkutan untuk tanggap darurat bencana alam, TNI Angkatan Laut (AL) menunda pengadaan kapal selam. ''Fokusnya (pengadaan tahun anggaran 2010) pada kapal patroli dan (kapal) angkut yang bisa digunakan saat bencana seperti sekarang,'' kata Kepala Staf TNI AL (KSAL), Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno, usai peringatan HUT TNI, kemarin.

Meski ada penundaan, kontrak penandatanganan pengadaan kapal selam tadinya dijadwalkan pada 2010. Namun, menurut Tedjo, meski ditunda, yang penting perairan Indonesia bisa diamankan sekalipun terbatas.Dengan asumsi kontrak hanya ditunda satu tahun untuk ditandatangani, TNI AL baru akan mendapatkan kapal selam baru pada 2014. ''Pembuatan kapal selam baru kira-kira tiga tahun,'' ujar Tedjo. Tedjo berpendapat, penundaan ini pasti sudah diperhitungkan dengan segala pertimbangan. ''Jadi, kami serahkan pada menteri pertahanan untuk kemudian diputuskan presiden,'' ujar dia.

Sumber: http://republika.co.id