Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
Pemerintah Menyiapkan Perppu Atasi Tumpang Tindih Lahan

Pemerintah menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengatasi tumpang tindih tata ruang di daerah. Tumpang tindih itu termasuk ribuan hektar lahan konservasi, yang dikonservasi untuk peruntukan lain.

"Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dimaksudkan untuk mengatasi persoalan tumpang tindih lahan di daerah yang tidak juga selesai," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada paparan program 100 hari Departemen Kehutanan di Jakarta, Senin (16/11). Rencana pembuatan perppu muncul pada Rembuk Nasional (National Summit), 29-30 Oktober 2009.

Contoh tumpang tindih itu, di antaranya, kawasan hutan lindung dibuka untuk kawasan perkantoran atau permukiman. Padahal belum ada izin dari pemerintah pusat atau DPR. Saat ini Departemen Kehutanan sedang mengumpulkan data kasus di seluruh Indonesia. Semua bahan akan diserahkan kepada tim pemerintah pada 16 Januari 2010.

Tim terpadu akan dibentuk untuk mengkaji data-data. "Akan dilihat kasusnya satu per satu sebelum diputuskan penyelesaiannya. Kami memetakan dulu," kata Sekretaris Jenderal Dephut Boen Purnama. Menurut Zulkifli, anggota tim terpadu dari kalangan, birokrat, akademisi, peneliti, dan LSM.

Proporsional

Menurut data Dewan Kehutanan Nasional (DKN), luas kawasan yang menyalahi tata ruang nasional mencapai 7,8 juta hektar. Jumlah itu dikhawatirkan terus bertambah.

Apabila melihat perkembangan sosial, menurut anggota DKN, Hariadi Kartodihardjo, pemutihan tata ruang diperlukan. "Namun, hendaknya proporsional."

Apabila menyangkut kawasan hutan, mesti dilihat status hutan, materi persoalan yang menjadi obyek pelanggaran.

Data DKN menyebutkan, ribuan desa berdiri dan berkembang di dalam kawasan hutan. Secara hukum, lokasinya melanggar ketentuan tata ruang. "Kalau penyelesaiannya dengan cara-cara hukum formal, tentu akan sangat sulit dan rumit," katanya. Pasalnya, mereka sudah bergenerasi tinggal di sana.

Penanganan kasus lahan untuk permukiman hendaknya berbeda dengan kasus pelanggaran lain, misalnya pertambangan. Bagaimanapun, hak guna usaha di kawasan hutan lindung tidak diperbolehkan.

Oleh karena itu, "pemutihan" tata ruang yang hendak dilakukan semestinya tidak melupakan kasus pelanggaran hukum, yang mungkin ada di baliknya.

Sumber: cetak.kompas.com