Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
Pemantauan Iklim Gunakan Satelit

Pemantauan fenomena perubahan iklim dan pemanasan global terus dikembangkan dengan berbagai teknik. Salah satunya dengan teknik penginderaan jarak jauh menggunakan satelit.

Upaya ini dilakukan Indonesia dengan menggandeng Jepang yang mengoperasikan satelit generasi baru, yaitu Advanced Land Observing Satellite (ALOS).

Sejak diluncurkan di Tanegashima, Jepang, pada Januari 2006, data indera jauh satelit ini telah diaplikasikan di berbagai bidang di Indonesia.

"Pelaksanaannya melibatkan instansi terkait dan beberapa perguruan tinggi," kata Ratih Dewanti, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), di sela-sela Seminar Center for Remote Sensing and Ocean Sciences (CReSOS) di Sanur, Bali, yang berakhir, Selasa (9/3).

ALOS didesain untuk kartografi, observasi daerah regional, memantau bencana, dan survei sumber daya alam. Satelit generasi baru ini memiliki sensor inti, yaitu PRISM (Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping), AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2), dan PALSAR (Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar).

Pengembangan aplikasi itu di Jepang, dalam hal ini JAXA, bekerja sama dengan Universitas Udayana dibentuk CReSOS untuk memberikan pelatihan pemanfaatan data satelit ALOS.

Direktur Program Master Ilmu Lingkungan Universitas Udayana, Bali, I Wayan Arthana, mengatakan, data satelit tersebut diperoleh melalui stasiun bumi yang terpasang di Universitas Udayana.

Data tersebut digunakan untuk memantau hal yang terkait dengan pemanasan global, antara lain perubahan kondisi laut, yaitu sebaran klorofil dan terumbu karang daerah habitat atau penangkapan ikan, serta kenaikan muka laut.

Dengan data satelit ALOS, tingkat abrasi dan perubahan garis pantai dapat dipantau.

Dari segi potensi perikanan, Alan F Koropitan dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengemukakan, pemanasan global menyebabkan migrasi ikan pelagis dari kawasan tropis ke subtropis. Hal ini berdasarkan pemodelan migrasi ikan Namuro yang dikembangkan Jepang.

Daerah Norwegia diperkirakan akan mengalami surplus ikan akibat fenomena global ini. Adapun Indonesia diperkirakan akan mengalami pengurangan populasi ikan.

Jonson Lumban Gaol, dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor, mengatakan, penelitian dengan satelit Modis di Selat Bali menunjukkan adanya peningkatan populasi ikan lemuru saat El Nino, dari yang semula 20.000 ton menjadi 60.000 ton per tahun.

Sumber: Kompas Cetak