Warta BAKOSURTANAL, 14 Maret 2007
”Data dan informasi geospasial memerlukan perhatian yang insentif dari pemerintah. Ada banyak peluang bagi praktisi di bidang geospasial yang hingga kini belum terangkat. Misalnya, pada perancangan perundang-undangan. Di dalam undang-undang semestinya memerlukan dimensi geospasial. Contohnya dalam RUU Tata Ruang yang sekarang sedang dibahas oleh Pansus Tata Ruang di DPR. Para ahli atau asosiasi ahli dan swasta yang menekuni geospasial perlu memberikan catatan-catatan, sehingga bisa masuk di dalamnya. Persoalan geospasial ini perlu dipertegas pemahamannya, konsep dasarnya seperti apa. Tidak hanya dipahami oleh aparat pemerintah pusat, tetapi juga dilaksanakan oleh aparat di daerah,” tutur Siti Nurbaya pada acara Geospatial Community Business Gathering, di Jakarta (Rabu, 14/03/2007). Acara ini merupakan salah satu rangkaian dengan Pameran Teknologi Geospasial Indonesia yang kedua, pada tanggal 29 Agustus – 1 September 2007 di Balai Sidang Senayan, Jakarta.
Siti Nurbaya, Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD), menegaskan bahwasannya yang perlu memahami konsep dengan baik data geospasial adalah para pejabat pemerintah. Kenyataannya, data geospasial selama ini dipakai tetapi lebih sering menjadi kosmetik belaka.
Senada dengan Siti Nurbaya, Sobar Sutisna, Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah BAKOSURTANAL, mengatakan, ”Tiap perundang-undangan yang semestinya dilengkapi dengan data geospasial ternyata tidak menyantumkannya. Yang dilampirkan untuk pengembangan daerah baru umumnya bukan peta, tetapi sketsa. Ketika ditelusuri, sebenarnya di daerah tersebut telah memiliki peta yang bagus, terdapat skala, memiliki georeferensi, baik itu dari Bappeda mupun BPN.”
Dari Departemen ESDM, Marwansyah Lobo Balia menuturkan pengalamannya menyatukan peta-peta daerah pertambangan di seluruh Indonesia. Pada waktu itu menggunakan peta dasar dari BAKOSURTANAL dengan skala 1:250.000, dan berhasil.
”Sebelumnya kami pernah mengusulkan, kira-kira tahun 1984 kepada pimpinan untuk melakukan hal yang sama. Tetapi pertanyaan pimpinan waktu itu, apakah kita perlu melakukan ini? Baru pada tahun 1996 dapat terlaksana,” ungkap pejabat eselon I di Deparetemen ESDM ini. Lobo juga merasa gundah karena banyak pemimpin di negeri ini tidak memerlukan informasi dan data geospasial untuk mengambil keputusan. Demikian pula paradigma yang terbangun di daerah terhadap data geospasial, selama ini sebatas paradigma proyek saja.
Data dan informasi geospasial baru disadari keberadaannya ketika kita menghadapi berbagai masalah, seperti bencana alam. Dalam kaitan dengan itu, BAKOSURTANAL sebagai lembaga pemerintah di bidang survei dan pemetaan, mendorong sektor swasta dan lainnya untuk ikut bersama-sama memecahkan permasalahan ini. Hal itu disampaikan Rudolf W. Matindas, Kepala BAKOSURTANAL, dalam memberikan sambutan pada acara ini.
Matindas mengajak kepada pebisinis di bidang geospasial untuk menunjukkan kemampuannya, terutama pada acara pameran geospasial yang akan datang. Pameran ini didukung pula oleh Kementerian Ristek, sebagaimana diungkapkan oleh Dewi Odjar Ratna Komala, Asisten Deputi Urusan Promosi dan Komersialiasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Negara Ristek, pemahaman teknologi geospasial belum mengena kepada masyarakat. ”Teknologi merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari kita. Ristek sangat mendorong pemanfaatan teknologi dan informasi untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik. Bukan hanya pemerintah saja. Tetapi ABG, yaitu Academic, Business, dan Government,” kata Dewi.
Pameran Teknologi Geospasial Indonesia yang kedua merupakan ajang unjuk kebolehan putra bangsa di bidang teknologi geospasial. Pameran yang akan digelar untuk kedua kalinya ini bertema Geo-Informasi untuk Masa Depan yang Lebih Baik. Selain pameran, terdapat pula berbagai macam acara yang akan diselenggarakan untuk lebih mendekatkan geospasial kepada masyrakat.AC