Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
Nenek Moyang Kita Pelaut, Generasi Kita?

Festival Ekowisata Parangtritis
NENEK MOYANG KITA PELAUT, GENERASI KITA?

“Nenek moyang kita memang pelaut, tetapi generasi sekarang harus menjadi pelaut, sehingga bisa jaya di laut,” demikian salah satu kalimat yang diucapkan dengan penuh semangat oleh Aris Poniman, Deputi Survei Dasar Sumberdaya Alam - Bakosurtanal, dalam sambutan pembukaan Festival Ekowisata Parangtritis di Laboratorium Geospasial Parangtritis, Yogyakarta.

Festival yang berlangsung dua hari, 18-19 November 2006, dibuka oleh Sekretaris Menteri Riset dan Teknologi Rudi Bustomo. Festival yang akan menjadi agenda tahunan ini, merupakan hasil kerjasama antara Bakosurtanal, Mapiptek (Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), Pemkab. Bantul, dan Pemprov. D.I. Yogyakarta.

Lebih jauh Aris Poniman mengatakan, “Dalam rangka pengelolaan pesisir dan laut, khususnya penyediaan data geospasial atau informasi geografis wilayah laut, kita masih kurang. Tetapi kita tidak perlu berkecil hati, karena Amerika Serikat untuk ZEE (Zone Ekonomi Eksklusif)-nya ketersediaan data geospasial (-red) masih 10%, sedangkan detilnya baru 5%. Sedangkan kita (Indonesia –red), yang di wilayah teritorial saja belum lengkap, apalagi ZEE. Artinya, berbagai stakeholder seperti DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), Bakosurtanal, BPPT, dan lain-lain, perlu meningkatkan survei dan pemetaan laut.”

Hingga kini, Indonesia memiliki banyak sekali keterbatasan di sektor kelautan. Salah satunya adalah keterbatasan kapal riset, sebagaimana diungkapkan oleh Rokhmin Dahuri (mantan Menteri Kelautan dan Perikanan). Indonesia hingga kini hanya memiliki 8 kapal riset, yaitu Baruna Jaya I hingga VIII.

Rudi Bustomo mengingatkan, “Negara kita adalah negara bahari. Namun, kini kita menjadi negara yang masyarakatnya agraris. Jika suatu saat daya dukung tanah sudah tidak mencukupi lagi untuk masyarakat, maka tentunya kita harus mengarah pada sumberdaya pesisir dan lautan. Kalau dibandingkan dengan negara kepulauan yang lain, dari sisi sumberdaya kita tidak kalah. Yang kalah mungkin kita terlambat maju, dan sekarang waktunya untuk kita mulai membudayakan sumberdaya laut dan pesisir”.

“Jika dibandingkan dengan negara lain, konsumsi makan ikan di Indonesia masih sangat rendah. Dalam budaya Jawa, ketika makan sering digunakan istilah ‘iwak' (ikan) untuk menyebut lauk, baik itu iwak pitik (ikan ayam), iwak sapi (ikan sapi), bahkan iwak tempe. Ini menunjukkan bahwa budaya kita tidak mengenalkan ikan yang sebetulnya,” tutur sekretaris menteri yang mengaku asli orang Yogayakarta ini.

Dalam kaitannya memotong hambatan-hambatan itu, kegiatan seperti Festival Ekowisata Parangtritis, dengan segala macam bentuknya perlu didorong dan diperbanyak. Melalui festival ini diharapkan pula muncul rasa mencintai wilayah pesisir dan laut, menjaga kelestarian lingkungan pesisir. Termasuk memahami aspek-aspek di pesisir dan laut, seperti bencana, sehingga membentuk masyarakat yang siap menghadapi bencana.

Festival Ekowisata Parangtritis merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk menyadarkan masyarakat agar kembali ke pesisir dan laut. Sebelumnya telah diselenggarakan pula Forum Riset Geo-Marin, yang juga salah satu bagian dari tema utama sosialisasi ini, yaitu “Lautku Masa Depanku”.

Berkaitan dengan itu, sejak bulan Juni 2006, telah dibuka kesempatan bagi para siswa SMA dan sederajat untuk mengikuti Lomba Karya Ilmiah. Dari sekian ratus naskah yang terkirim ke panitia, hanya dipilih 10 finalis yang mempresentasikan hasil karyanya di depan dewan juri. Mungkin ini bukan suatu perkara yang mudah, karena dewan juri lomba terdiri dari orang-orang yang pakar di bidangnya. Mereka antara lain Prof. Dr. Ir. Jacub Rais (mantan Ketua Bakosurtanal), Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri (mantan Menteri DKP-Guru Besar IPB), Dr. Hartono, DESS. (Dekan Fakultas Geografi UGM), Dr. Ninok Leksono (Harian Kompas, Jakarta-penulis tetap kolom IPTEK), dan Haniaftiati (Harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta).

 
Dari kesepuluh finalis lomba, juara pertama diraih SMA Negeri 1 Karangtunggal Tasikmalaya, kedua oleh SMA Negeri 3 Cilacap, ketiga SMA Theresiana Semarang, harapan pertama SMA PIRI 1 Yogyakarta, dan harapan kedua SMA Negeri 1 Pamekasan. Juara pertama lomba karya ilmiah ini mendapatkan “Pranoto Asmoro Award”. Pranoto Asmoro adalah Ketua Bakosurtanal yang pertama.

Di samping lomba karya ilmiah, juga diselenggarakan Outbound di sekitar laboratorium, yang sebagian besar merupakan wilayah berpasir. Pemenang lomba outbound untuk tingkat SMP: juara I SMP Negeri 1 Kalasan, juara II SMP Negeri 2 Sleman, dan juara III SMP N 1 Panggang. Tingkat SMA: juara I SMA Negeri 8 Yogyakarta, juara II SMA Negeri 2 Purwosari Gunungkidul, dan juara III SMA Negeri 1 Sanden Bantul.

Kemeriahan festival nampak sejak pembukaan dengan aksi beberapa pesawat trike dan ultra ringan dari FASI D.I. Yogyakarta, yang terbang rendah di atas Laboratorium Geospasial Parangtritis. Keesokan harinya juga terdapat festival layang-layang dan demonstrasi pesawat-pesawat kecil yang dikendalikan dari jarak jauh (remote control).

Segala kemeriahan itu tidak lain untuk kembali menumbuhkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya pesisir dan laut. Segala daya dan upaya kini perlu diarahkan ke laut, mengingat begitu besarnya potensi lautan Indonesia, yang hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Jika nenek moyang kita seorang pelaut, apakah kita juga akan jaya di laut? KHR/AC