Pemodelan Dinamika Spasial merupakan suatu rangkaian kegiatan yang diawali pengelolaan data perencanaan pembangunan berdasarkan kewilayahan. Model tersebut adalah jawaban dari pembangunan yang selama ini menggunakan pendekatan sektoral. Kini paradigma pembangunan telah berubah, yaitu menggabungkan antara pendekatan system dynamics dengan pendekatan dinamika keruangan.
Namun, model ini tidak akan pernah memiliki arti apabila tidak ada validasi dan klarifikasi dari pihak yang mengetahui wilayahnya, demikian papar Sugeng Prijadi, Kepala Biro Perencanaan Umum BAKOSURTANAL, dalam pembukaan Lokakarya Perencanaan Pengembangan Wilayah Pulau Papua Menggunakan Pemodelan Dinamika Spasial, di Jayapura (Rabu, 8 September 2009).
Terkait dengan itu, maka di setiap wilayah dilakukan lokakarya sebagai bagian dari sosialisasi perencanaan pembangunan dinamika wilayah. Dalam model ini, Indonesia dibagi menjadi 7 wilayah pulau atau kepulauan, yaitu Sumatera, Jawa-Madura-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Pada September ini, Papua mendapat giliran diselenggarakannya sosialisasi. Kegiatan dalam bentuk lokakarya ini ditujukan untuk menjaring masukan terhadap skenario dengan Model Dinamika Spasial, dan mencari kesepakatan stakeholder terhadap parameter, variabel, serta indikator yang digunakan dalam model Perencanaan Pembangunan Wilayah untuk Pulau Papua.
Lokakarya diawali dengan sambutan Syarif Firdaus, Kepala Bidang Perencanaan Umum dan Tata Ruang Bappeda Papua. Syarif menuturkan Papua memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat kaya, baik di darat maupun laut. Namun rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan sosial ekonomi, bahkan mungkin paling rendah jika dibanding dengan provinsi lain di Indonesia, menjadikan Papua belum mampu melakukan pembangunan wilayahnya sendiri.
Oleh karena itu, perlu adanya perubahan sistem pemikiran yang disesuaikan dengan kondisi lokal dan khusus pada Papua, lanjut Syarif.
Dalam lokakarya ini beberapa ide tentang pengembangan wilayah Papua dipaparkan oleh para pakar, seperti Siti Sutriah Nurzaman yang mengetengahkan tantangan pengembangan wilayah Papua berdasarkan pada fakta, seperti angka kemiskinan tertinggi di Indonesia, PDRB yang terus meningkat, kekayaan alam yang melimpah, titik kerawanan konflik dan masalah keamanan. Dalam paparannya, Siti menyampaikan pengembangan Papua harus terpadu, tidak mungkin menerapkan "single concept" karena tantangannya sangat kompleks.
Selanjutnya, Tunira Hasanah menjelaskan beberapa skenario yang dapat diaplikasikan di Papua, antara lain skenario I dengan menekankan pada daya dukung lingkungan, skenerio II menekankan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia (IPM), dan skenario III menitikberatkan pada keberlanjutan seluruh sistem lingkungan hidup (sosial-ekonomi dan fisik).
Selain pemaparan beberapa gagasan itu, juga diperoleh beberapa masukan dari pihak-pihak yang memahami wilayahnya, seperti dari Bappeda Papua, BPKH, dan instansi daerah lainnya.
Acara ditutup oleh Uke M. Husein dari Deputi Pengembangan Wilayah BAPPENAS.
Perencanaan pembangunan berdasar wilayah ini menurut banyak penilaian sangat tepat, mengingat karakteristik di setiap wilayah Indonesia berbeda-beda. Melalui pemodelan ini diharapkan pemerataan kesejahteraan rakyat Indonesia lebih mengena daripada model pembangunan sebelumnya.
Oleh Ari Sutanto