Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
Minim, Jurnal Terakreditasi

Dari sekitar 400 jurnal ilmiah yang diterbitkan perguruan tinggi dan organisasi profesi, baru sekitar 116 jurnal ilmiah yang terakreditasi nasional. Selain itu, baru ada sembilan jurnal ilmiah yang terakreditasi secara internasional.

Selebihnya, berdasarkan pendataan Rabu (19/8), banyak jurnal ilmiah yang tidak terbit lagi secara reguler.

"Padahal, hidupnya jurnal-jurnal ilmiah, terutama yang terakreditasi secara internasional, penting bagi Indonesia untuk mengenalkan hasil-hasil penelitian yang berkembang di negara ini," kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Fasli Jalal. Selain itu, jurnal ilmiah internasional bisa menambah poin bagi perguruan tinggi Indonesia untuk masuk dalam perguruan tinggi kelas dunia.

"Jika jurnal ilmiah di Indonesia yang terakreditasi internasional bisa mencapai 30-40 jurnal saja, citation index Indonesia bisa naik. Sekarang penerbitan jurnal ilmiah di Indonesia sangat rendah masih 0,8 artikel per 1 juta penduduk," kata Fasli.

Kondisi Indonesia itu jauh tertinggal dengan India yang bisa menerbitkan 12,3 artikel per satu juta penduduk atau Malaysia yang mampu menerbitkan 23 artikel per satu juta penduduk. Karena itu, dukungan untuk berkembangnya jurnal ilmiah mulai menjadi perhatian pemerintah.

Kultur belum tumbuh

Secara terpisah, dosen sekaligus pengamat filsafat dan politik pendidikan, Mohammad Abduhzen, mengatakan, penghargaan terhadap karya ilmiah di Tanah Air masih rendah.

"Kultur akademik di kalangan pengajar belum tumbuh," kata Abduhzen, yang juga Ketua Departemen Litbang Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia.

Para dosen lebih suka memublikasikan pemikiran dan penelitiannya lewat artikel di media massa. Sejumlah dosen juga lebih tertarik menyampaikan pemikirannya dalam seminar.

Arif Satria, Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor, mengungkapkan, selama ini publikasi hasil riset dan pemikiran di jurnal ilmiah belum menjadi tradisi di kalangan dosen.

"Memasukkan tulisan ke jurnal ilmiah, penulis bukan dibayar, melainkan harus membayar," ujarnya.

Di jurnal internasional, misalnya, harus membayar sekitar 700 dollar AS atau sekitar Rp 7 juta untuk 10 halaman. Naskah bisa dikoreksi dua-tiga kali bolak- balik dan antre selama dua tahun baru dipublikasikan.

"Keuntungan memublikasikan karya di jurnal ilmiah memang tidak secara langsung dirasakan karena biasanya berbentuk pengakuan dari para ilmuwan lain di bidang tersebut," ujarnya.

Fasli menjelaskan, untuk tahun ini ada 200 jurnal ilmiah yang diberi bantuan dana dalam bentuk block grant supaya naik kualifikasinya menjadi terakreditasi nasional. Bantuan diberikan selama beberapa tahun dengan besaran Rp 50 juta per jurnal ilmiah.

Adapun jurnal ilmiah yang sudah terakreditasi nasional dibantu supaya bisa meraih akreditasi internasional. Ada 30 jurnal ilmiah dari berbagai perguruan tinggi yang mendapat bantuan dana Rp 150 juta.

Sumber: koran.kompas.com