Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
Mengendus Jejak Majapahit

Dari berbagai temuan dan penelitan, kita semakin yakin bahwa Kerajaan Majapahit memang pernah menorehkan tinta emas dalam catatan sejarah perjalanan Bangsa Indonesia.

Sayangnya, di balik kebesaran tersebut, bangunan kerajaan itu tak berbekas lagi. Kalau di Yogyakarta kita masih bisa melihat keanggunan Keraton, di Trowulan lain lagi. Kerajaan Majapahit itu tak berwujud, seolah hilang ditelan Bumi.

Berbagai teknologi pun dikerahkan untuk mengendus jejaknya. Foto udara bergelombang infra merah semu pun dipakai untuk mem bedah jejak-jejak masa lalu.

Di situ terlihat suatu jalur yang lebih ting gi membujur dari arah barattimur yang terletak di tepi utara dari jalur utama yang berakhir di Sungai Gunting.

Peninggian ini rupanya merupakan peninggalan buatan yang dijadikan permukiman. Tampak pada foto udara dan peta topografi deretan permukiman yang dimulai dari Desa Pandean (sebelah barat) sampai Candi Bajang Ratu (sebelah timur).

Tampak juga ada dua areal yang secara fotomorfik lebih kering. Kawasan pertama terletak di tepi Sungai Gunting dekat Mojoagung dan diapit oleh ujung barat dari dua jalur utama yang membujur barat timur.

Yang kedua ialah daerah segi empat yang terbentang mulai dari komplek museum Trowulan ke arah timur, selatan, tenggara. Menurut Prof Dr Aris Poniman, bagian ini oleh penduduk setempat lazim disebut Sawah Bubat.

Kemungkinan daerah ini adalah dulunya adalah Lapangan Bubat. Foto udara hitam putih dan foto udara infra merah semu juga menunjukkan tanggul dan saluran yang membelokkan arah aliran sungai asli menuju ke jalurjalur yang disebutkan tadi.

Peneliti juga melakukan pemotretan udara multispektral. Teknik ini dikerahkan untuk mengungkap lebih lanjut pola-pola yang dapat diidentifi kasikan melalui foto udara hitam putih.

Bukan hanya itu, scanning (pemindaian) inframerah termal juga dikerahkan untuk mengungkap peninggalan- peninggalan yang sekarang sudah tidak tampak di permukaan tanah dan tidak dapat dikenal dengan mata biasa.

Teknik ini menggunakan perbedaan temperatur benda karena perbedaan daya hantar dan daya pancar panas. Citra inframerah termal menunjukkan, adanya suhu yang lebih rendah pada bagianbagian yang rendah.

Peneliti lain juga menemukan fondasi tembok batu merah di sekeliling batas blok kedaton. Mereka menduga itulah fondasi asli dari tembok yang mengelilingi Pura Keraton.

Tembok-tembok yang sekarang masih tampak berdiri seperti pagar di sebelah barat daya Kedaton adalah sususan baru yang sudah bergeser dari fondasi yang asli.

Di dalam blok Kedaton banyak ditemukan umpak batu (ganjal tiang rumah) dari berbagai ukuran, bahkan ada yang sampai satu meter.

 

Sumber: Koran Jakarta

Berita terkait: Trowulan