Pasca Musibah TPA Galuga, Bogor
Musibah yang baru-baru ini terjadi di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Galuga Bogor mungkin akan dapat dicegah, jika aspek teknis dan etika kerja lebih diperhatikan. Musibah longsoran sampah ini mirip di Leuwigajah Bandung beberapa tahun yang lalu. Kecelakaan kerja harian juga dapat terjadi akibat ketidaksabaran pemulung dalam memperebutkan sampah baru yang ditumpahkan dari truk sampah. Rendahnya kualitas bangunan fisik di TPA juga dapat berkontribusi.
Untuk mencegah kecelakaan terjadi lagi di masa depan, maka diperlukan berbagai aturan. Aturan ini mulai dari SOP (Standard Operasional Prosedur) untuk pemulung, agar pola kerja mereka efisien, aman, dan pada saat yang sama didapatkan volume yang lebih besar dari sampah yang dapat di-daur ulang.
Yang kedua adalah SOP untuk bangunan-bangunan fisik di areal TPA. Dan yang ketiga, untuk jangka panjang, diperlukan SOP untuk mencari lokasi TPA ideal.
Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mencari lokasi TPA ini adalah dengan teknologi geomatika. Teknologi geomatika melibatkan data dari penginderaan jauh (remote sensing), analisis multi kriteria dengan sistem informasi geografi (GIS) dan penentuan posisi dengan GPS. Lokasi TPA ideal harus memperhatikan tidak cuma kapasitas lahan yang mampu menampung sampah sekian tahun ke depan, tetapi juga faktor lingkungan fisik dan sosial yang mendukung.
Penentuan lokasi TPA sampah yang kini sedang dibangun di Kabupaten Bogor adalah di kawasan Nambo. Jika sudah dapat dioperasikan, ada kemungkinan Galuga akan ditutup. Pertanyaan baru yang muncul adalah di manakah lokasi TPA ideal untuk wilayah Kabupaten Bogor bagian barat? Gambar berikut ini merupakan hasil penelitian Bakosurtanal dengan dana hibah dari Dikti. Gambar ini dapat dikaji lebih lanjut pada skala yang lebih rinci, sehingga di Bogor barat, tepatnya di Cigudeg-Jasinga, dapat dipersiapkan lokasi TPA/TPST yang berkapasitas jauh lebih besar.
Oleh: Drs. Kris Sunarto,M.Si.,Peneliti Madya bidang Geografi – Balai Penelitian Geomatika