Pulau Kalimantan yang merupakan pulau terbesar di Indonesia memiliki sumberdaya alam yang besar. Namun, kenyataannya tingkat kemiskinan masih cukup tinggi, sebesar 25,14 persen. Kenyataan ini diutarakan oleh Rusnawir, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Tata Ruang dan Lingkungan Hidup dari Forum Kerjasama Revitalisasi dan Percepatan Pembangunan Regional Kalimantan (FKP2RK) saat melakukan koordinasi dengan BAKOSURTANAL, di Cibinong pada Selasa, 22 Mei 2007. Forum ini merupakan wadah untuk melakukan kerjasama dan membahas usulan bersama dalam rangka sinergisitas program pembangunan di wilayah Kalimantan .
FKP2RK berharap pada BAKOSURTANAL untuk segera menyelesaikan dan menegaskan tata batas wilayah, baik antar kota/kabupaten, provinsi maupun negara di wilayah Kalimantan . Prioritas ini penting, sebelum terjadi konflik baik horizontal maupun vertikal seperti yang pernah terjadi di daerah lainnya. Kondisi terkini, terjadi pergeseran batas pada ruas tertentu antara Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Ironisnya pula, ketika dilakukan pemekaran wilayah di satu provinsi, ternyata ada sebagian daerah di luar provinsi tersebut yang ikut masuk ke dalam wilayah pemekaran, padahal pemekaran itu telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Menurut Kusumo Widodo, Kepala Bidang Basis Data dari Pusat Pemetaan Batas Wilayah, perbedaan batas wilayah dapat terjadi karena beberapa hal. Salah satunya penggunaan peta dengan georeferensi yang berbeda. Perbedaan ini dapat menyebabkan penentuan posisi di peta yang berbeda pula.
Saran Widodo untuk penentuan batas wilayah tersebut, terlebih dahulu dilakukan kesepakatan antara wilayah yang saling berbatasan dalam suatu perundingan. Hasil kesepakatan itu, baik berupa penggunaan peta dasar yang sama dan aspek-aspek lain yang melatarbelakanginya, lalu ditegaskan dengan pengukuran dan penentuan tapal batas di lapangan. “Permasalahan di lapangan berbeda dengan di ‘meja', oleh karena itu sebaiknya perlu kesepakatan di atas ‘meja' terlebih dahulu untuk ke lapangan,” ujar Widodo.
Menanggapi permasalahan batas wilayah antar provinsi dan kabupaten/kota, Widodo menjelaskan bahwa posisi BAKOSURTANAL sebagai instansi teknis yang melakukan pengukuran dan penegasan. Sedangkan secara hukum dan penetapan batas wilayah itu adalah kewenangan Departemen Dalam Negeri.
Sukendra Martha, Sekretaris Utama BAKOSURTANAL, mengatakan penyelesaian batas wilayah ini dapat diselesaikan melalui forum yang telah dibentuk tersebut (FKP2RK-red). ”Mungkin istilahnya BAKOSURTANAL sebagai 'wasit' atau penengah dalam masalah ini,” papar Sukendra.
Selain tentang batas wilayah, forum ini mendesak agar segera diselesaikan peta rupabumi skala 1:50.000 untuk wilayah Kalimantan. Dalam hal ini Poentodewo selaku Kepala Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang, mengatakan hingga tahun 2007 ini sebagian besar wilayah Kalimantan telah dipetakan, baik secara digital maupun cetak. Namun, untuk di daerah-daerah yang berbatasan dengan Malaysia belum selesai dikerjakan, mengingat penetapan batas wilayah kedua negara (Indonesia-Malaysia) masih dalam perundingan. Saat ini pula, ungkap Poentodeo, sedang dilakukan pula konversi data dari format cetak ke digital untuk daerah-daerah tertentu yang hanya tersedia peta cetak saja.
Masalah lainnya, forum pemerintah provinsi se-Kalimantan ini mengharapkan kepada BAKOSURTANAL untuk dapat menyelesaikan tumpang tindih fungsi kawasan dan mengusulkan membuat neraca sumberdaya alam se-Kalimantan. Untuk hal yang pertama menurut Sukendra Martha dapat dibicarakan lebih lanjut dengan instansi-instansi terkait. Sedangkan tentang neraca sumberdaya alam se-Kalimantan dapat segera ditindaklanjuti oleh BAKOSURTANAL, karena data itu telah tersedia. Bahkan, sebetulnya daerah juga dapat melakukan analisis untuk neraca ini, karena data di daerah mungkin lebih lengkap dibanding dengan yang ada di BAKOSURTANAL. AC