Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
Karakteristik Geometri Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah di Kalimantan Tengah-Indonesia dan Sabah-Malaysia

 


KARAKTERISTIK GEOMETRI HUTAN HUJAN TROPIS DATARAN
RENDAH DI KALIMANTAN TENGAH - INDONESIA
DAN SABAH – MALAYSIA

Oleh: Mulyanto Darmawan

 

ABSTRAK

Karacteristik Geometri hutan hujan tropis di Kalimantan Tengah, Indonesia, dan hutan dataran rendah (lowland forest) di Dermakot, serta hutan dataran tinggi (up-land forest) di Kinabalu, Sabah – Malaysia dievaluasi lewat Fragmentasi Forest Model (FFM).
Fragmentasi hutan dihitung berdasarkan proporsi hutan (Pof) dan hubungan hutan terhadap non-hutan (Cof). Hasil penelitian menunjukkan pengecualian di block B, hutan tersisa diwilayah Kalimantan Tengah didominasi oleh tipe hutan belukar (patch forest)
sekitar 50-60%, interior forest ditemukan pada kisaran sekitar 14% hingga 32%. Sementara hutan di kawasan Sabah Malaysia didominasi oleh tipe interior forest dan hanya 30% dicirikan oleh tipe hutan belukar. Interior forest umumnya menunjukkan kondisi hutan yang baik secara ekologis.

I. PENDAHULUAN
Penilaian internasional menunjukkan terjadinya penurunan luasan hutan didunia akibat konversi keberbagai bentuk penggunaan lahan. Peningkatan laju hilang hutan (forest lost rate) terbesar terjadi pada hutan dataran rendah (lowland forest) termasuk hutan mangrove tropis (IPPC, 2000). Secara umum hutan hujan tropis (tropical rain forest) didefinisikan sebagai hutan yang selalu basah sepanjang tahun (ever-wet forest), dimanatidak atau minimum terjadi musim kekurangan cadangan air (Whitmore, 1975). Hutan inikaya akan berbagai species flora dan fauna, diperkirakan lebih dari 60% species flora dan fauna ada dihutan tropis, dan berperan penting sebagai “natural protection” dunia terhadap bahaya pemanasan global.
1. Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-13, MAPIN, 22-23 Desember 2004 di Jakarta.
2. Peneliti dari Pusat Survei Sumberdaya Alam Darat, BAKOSURTANAL
Hutan tropis sepanjang Indonesia-Malaysia (Indo-Malay region) dikenal sebagai salah satu ekosistem hutan tropis terbesar didunia setelah hutan tropis dibenua Amerika, yang berpusat di Lembah Amazon. Eksploitasi hutan tropis, khususnya di pulau Borneo (Kalimantan), telah berlangsung lama, diperkirakan sejak era kolonialisasi Belanda (Indonesia) dan atau Inggris (Malaysia) sekitar abad ke 17 (Kleine dan Hueveldop, 1993) dan hingga kinipun kayu hutan tropis masih menjadi komoditi utama bagi Negara bagian Sabah dan Serawak, Kerajaan Malaysia dan propinsi-propinsi di Kalimantan, Indonesia. Menyadari pentingnya hutan tropis Borneo tersebut, telah menyadarkan banyakpihak, hali hutan dan lingkungan, khususnya dari Negara Indonesia dan Malaysia, untukmenyelamatkan sisa hutan alami (natural forest) dan menekan laju penggundulan hutan(deforestasi). Kedua usaha tersebut akan berjalan efektif apabila kerusakan hutan saat inidapat dimonitor dan perubahan penggunaan lahan dan hutan dapat dilakukan. Meskipun eksploitasi hutan hujan tropis di plau Borneo tersebut telah berlangsung lama, hanya research ataupun laporan-laporan tentang karacteristic geometri hutan tropisdi pulau Borneo akibat forest konversi baik spasial maupun temporal belum dan jarang dilakukan, sehingga dampak kerusakan hutan akibat over-eksploitasi tidak difahami seutuhnya. Geometric hutan dalam paper ini di terjemahkan sebagai bentuk dan ukuran,termasuk luasan, hutan yang terjadi sebaga hasil proses perubahan hutan menjadipenggunaan lain (e.g. Frohn, 1997). Dalam paper ini, karakteristik geometri hutan-hutan dipulau Borneo dievaluasi dengan bantuan data satellite Landsat ETM+, sehingga didapatgambaran yang utuh tentang perubahan bentuk hutan akibat pengalihan penggunaanlahan dan dalam hubungannya dengan degradasi hutan.

II. LOKASI PENELITIAN
1).Hutan tropis di Kalimantan Tengah, Indonesia; Dermakot; dan Kinabalu Sabah,Malaysia dipilih sebagai areal study case. Ketiga daerah ini diharapkan mewakili 2 karakteristik hutan tropis borneo transet mulai dari hutan basah dekat pantai (Coastal wetland) di Kalimantan Tengah, hutan dataran rendah (Lowland forest) di Sabah, dan hutan dataran tinggi (Upland mountain forest) di Kinabalu, Sabah (Lampiran Gambar 1 dan
2).Hutan dataran rendah di Kalimantan Tengah, Indonesia didominasi oleh hutan rawa gambut (peat swamp forest) yang berkembang dari tepi laut hingga ketinggian sekitar 100m, dalam skala besar hutan daerah ini telah dikonversi menjadi lahan pertanian oleh pemerintah Indonesia dalam project lahan Gambut (PLG) 1 juta hektar. Hutan dataran rendah (lowland forest) di Dermakot dan hutan dataran atas (up-land forest) di Kinabalu, Sabah Malaysia didominasi oleh hutan dari famili dipterocarpacea dengan ketinggian sekitar 150- 400 m (Dermakot) dan ketinggian sekitar 600-4000 m (Kinabalu). Di kedua daerah ini hutan tropis dikonversi besar-besaran untuk oleh pemerintah Malaysia untuk perluasan kebun kelapa sawit (Dermakot) dan eco-tourist (Kinabalu).

III. DATA DAN METODOLOGI
Landsat data Enhanced Thematic Mapper plus (ETM+) path/row 118/62 tertanggal 16 July 2000 untuk Kalimantan Tengah, dan path/row 118/56 tertanggal 19 Mei 2002 (Kinabalu) dan path/row 117/56 tertanggal 28 Mei 2002 (Dermakot) serta beberapa secondary data dalam bentuk layer GIS yang diperoleh dari intansi terkait digunakandalam kegiatan ini. Untuk meminimalkan gangguan atmosphere dan radiometric yang umumnya terdapat pada satellite, pre-processing data berupa atmospheric dan radiometrickoreksi serta normalisasi data dilakukan terhadap semua data Landsat ETM+ (msl. Hall etal, 1991). Geometrical hutan tropis dievaluasi dengan terlebih dahulu melakukan fragmentasi analysis. Fragmentasi hutan biasanya terjadi apabila secara terus menerus dan dalam 3 skala yang cukup besar hutan dieksploitasi dan dibersihkan (clearing) baik untuk pertanian,pemukiman ataupun keperluan manusia lainnya. Fragmentasi hutan menjadi berbagaibentukan kecil mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi ekologis hutan yangmembawa pengaruh terhadap kehidupan ekosistem didalamnya termasuk kehidupanfloradan fauna (BFL, 2003).Fragmentasi hutan dihitung berdasarkan proporsi hutan (Pof) dan hubungan hutanterhadap non-hutan (Cof). Proporsi hutan (Pof) menggambarkan rasio hutan dalam satubidang terhadap penggunaan lain non-hutan, selain air. Hubungan atau konektivitas hutanterhadap non- hutan (Cof) menggambarkan rasio pasangan pixel terdekat yang berupahutan terhadap pasangan pixel terdekat dengan sedikitnya satu pixel adalah hutan.Perhitungan Pof dan Cof diilustrasikan dalam ukuran windows 5x5 pixels dalam LampiranGambar 2.

Pixel Hutan
Pof = _________________________________________________
Pixel Bukan hutan
Pasangan pixel hutan
Cof = __________________________________________________________________
Pasangan pixel hutan + pasangan pixel salah satunya hutan
Lima kategori hutan yang berasosiasi dengan bentukan geometri dikembangkan dalam penelitian ini yaitu: Hutan Dalam (Interior forest), Hutan Tak-rapat (perforated forest),
Hutan Transisi (transitional forest), Hutan Tepi (Edge forest), Hutan Belukar (patch forest). Uraian kategori hutan dapat dilihat pada Tabel 1.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Hutan di Kalimantan Tengah
Kawasan project PLG, yang juga lokasi penelitian untuk wilayah Kalimantan Tengah, 4 dibagi atas 4 block pengelolaan (blok A, B, C, dan D). Hasil Fragmentasi hutan di Kalimantan Tengah pada block A, B, C, dan D disajikan dalam Tabel 2, Lampiran Gambar3 dan 4.
Tabel 1. Kategori hutan
Kategori hutan Kriteria Pof dan Cof Definisi
Hutan Dalam(Interior forest)
Pof dan Cof = 1 Seluruh area adalah hutan Hutan Jarang atau tak rapat (perforatedforest) Pof ≥0.6 dan Pof > Cof Pixel dominant diseluruh area adalahhutan, tetapi pixel pusat menjadibagian dari tepi dalam hutan belukar,biasanya terjadi pada area hutan yang dibalak dalm skala kecil.
Hutan Tepi (edgeforest)Pof ≥0.6 dan Pof < Cof Pixel dominant diseluruh area adalah hutan, tetapi pixel pusat menjadi bagian dari tepi luar hutan belukar, biasanya terjadi pada area hutanyang sepanjang perbatasan dengan pertanian atau pemukimanHutanTransisi 0.4 < Pof < 0.6 Sekitar separuh dari area adalahhutan tetapi pixel pusat menjadibagian dari hutan belukar, hutan tepi,atau hutan jarang, tergantung padapatern hutanHutan belukar (Patch forest)Pof ≤ 0.4 Pixel bagian dari hutan belukar dgn background area non-hutan.
Dengan pengecualian blok B, forest fragmentasi di seluruh blok di Kalimantan Tengah, tepatnya pada bekas area project PLG, menunjukkan pattern bentuk dan ukuranyang sama. Sekitar 50% hingga 60% dari total forest per blok di wilayah Kalimantantengah ini dicirikan oleh tipe hutan belukar (Patch forest). Pada blok B Interior forestditemukan dominant, sementara pada blok A, C, dan D forest interior hanya ditemukansekitar 32%, 25%, dan 14% berturut-turut. Tipe hutan tepi ditemukan sekitar 15% pada 5 semua blok, dan hanya sekitar 10% tipe hutan jarang dan peralihan ditemukan pada semua blok di area semua blok. Hutan tepi di blok A dan D perbatasan dengan lahan pertanian dan urban area. Sementara pada blok B dan C hutan tepi berbatasan denganarea lahan pertanian bero (abandon agricultural land).
Tabel 2. Karakteristik geometri hutan pada area penelitianHutan di area Kalimantan Tengah, Indonesia (Ha) Hutan di wilayah Sabah Malaysia (Ha) Kharacteristik Geometri Blok A Blok B Blok C Blok D Dermakot Kinabalu Water 544,59 699,75 3.374,1 1.761,84 - -Agriculture/Urban 6.267,78 1.582,29 7.236,54 3.374,19 - -
Interior 51.130,17 56.347,83 71.873,19 8.188.83 155.668,50 24.131,38
Patch 79.079,94 45.369.99 173.050,30 33.036.03 121.569,70 17.197,10
Perforated 4.085,19 2.782,26 6.804,09 2.245,32 12.657,93 3.183,31
Edge 17.572,14 11.360,97 28.022,94 8.661,87 42.977,12 9.951,68
Transitional 6.480,72 4.577,31 12.218,31 5.056,83 16.730,55 4.328,88

4.2. Karakteristik Hutan di Sabah Malaysia
Hasil Fragmentasi hutan di Dermakot dan Kinabalu Sabah Malaysia disajikan dalam Tabel 3, Lampiran Gambar 3 dan 4. Fragmenatsi hutan di wilayah Sabah, Malaysia menunjukkan tipe/ pattern yang serupa, yaitu didominanasi tipe hutan dalam (interior forest). Sekitar 30% dari hutan di Kinalablu dan Dermakot ditandai oleh tipe hutan belukar (patch forest). Sementara sekitar 17% dari total hutan di Kinabalu dan Dermakot ditandai hutan tepi dan hanya sekitar 10% hutan trasnsisi ditemukan diwilayah ini. Hutan tepi dan hutan jarang berasosiasi dengan urban area dan agriculture di daerah Kinabalu, dan umumnya berbatasan dengan perkebutan kelapa sawit.

V. DISKUSI DAN KESIMPULAN
Satu hal yang penting dari hasil penelitian ini adalah pengembangan forest fragmentation model (FFM) atas hutan untuk memahami kharacteristik dan kondisi hutan 6sebagai akibat lanjut dari aktivitas pembersihan hutan (forest clearance) yang telah berlangsung lama di pulau Borneo. Penelian ini telah mengevaluasi karakteristik geometri hutan tropis di Kalimantan dan Sabah yang merupakan hasil panjang dari aktivitas konversi hutan di pulau Borneo. Karakteristik hutan di tiga wilayah Indonesia dan Malaysia menunjukkan bahwa sepertiga (30%) hutan-hutan di areal bekas PLG project adalah hutan dalam (interior forest), dan sekitar 50% ditandai sebagai hutan belukar (patch forest). Sebaliknya hutan-hutan di wilayah Sabah, Malaysia menunjukkan lebih dari 50% dicirikan sebagai interior forest dan hanya sekitar 30% bertipe patch forest. Characteristic patch forest yang umumnya ditemui di hutan-hutan wilayah Kalimantan Tengah ini jumlahnya meningkat seiring dengan intensivenya eksploitasi hutan di wilayah ini. Hal ini bias dilihat dari tingkat kehilangan hutan per blok (msl. Patch forest di blok C dan D lebih besar dari blok A dan B). Demikian pula untuk wilayah Malaysia, akibat intensive perluasan perkebunan kelapa sawit dan aktivitas logging yang lebih besar di wilayah Dermakot, Patch forest ditemukan dominant di Dermakot daripada di Kinabalu.
.
DAFTAR PUSTAKA
BFL. 2003. What is forest fragmentation and why is it important,
http://www.birds.cornell.edu/bfl/gen_instructions/fragmentation.html
Frohn, R. C. 1997. Remote sensing for landscape ecology, Lewis Pub. Washington,
D.C 99 p.
Hall, F.G., Strebel, D.E., Nickeson, J.E., and Goetz, S.J. 1991. Radiometric rectification:
Toward a common radiometric response among multi-date, multi sensor image.
Remote sensing of Environment, 35: 11-27
IPPC. 2000. Land use, Land use change and Forestry, Cambridge University press.
U.K. 377p
Kleine, M dan Hueveldop, J. 1993. A management planning concept for sustained yield
of tropical forest in Sabah, Malaysia, Forest Ecology and Management.
Vol.61:277-297
Whitmore, T.C. 1975. Tropical rain forest of far- east. Oxford Univ. Press. 288pp.