Rancangan Undang-Undang Tata Informasi Geospasial, yang melalui pembahasan alot lebih dari satu dekade, telah disepakati 14 instansi terkait. Saat ini tengah dilakukan harmonisasi dengan undang-undang lain di tiap instansi. Selanjutnya RUU ini diharapkan menjadi prioritas legislasi untuk disahkan tahun depan.
Hal ini disampaikan Kepala Bakosurtanal Rudolf W Matindas, mewakili Menteri Negara Riset dan Teknologi, pada pembukaan seminar nasional tentang "Peningkatan Kualitas Pembangunan dengan Informasi Geospasial Terpadu", di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/11).
Antonius Bambang Wijanarto, anggota Tim Perumus RUU Tata Informasi Geospasial Nasional (TIGNas) Bakosurtanal, kemarin menambahkan, September lalu tercapai kesepakatan mengharmoniskan RUU TIGNas dengan undang-undang di 14 instansi pemerintah dan Bakosurtanal.
Selama ini, ungkap Anton yang juga peneliti di Balai Geomatika Nasional Bakosurtanal, perdebatan alot lebih pada masalah kelembagaan. Pada dasarnya semua instansi pemerintah menyetujui RUU ini bukan karena penguatan kelembagaan saja, tetapi karena, terutama, data dan informasinya yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan amat diperlukan di kehidupan bermasyarakat dan pemerintahan.
Lebih lanjut Matindas mengemukakan bahwa pengesahan UU TIGNas diperlukan sebagai payung hukum untuk melancarkan penyelenggaraan informasi spasial di berbagai sektor di Indonesia, terutama dalam pembangunan Jaringan Informasi Data Spasial Nasional, yang ditargetkan selesai tahun 2012. "JIDSN ini akan menjadi salah satu simpul jejaring di kawasan ASEAN, yang disebut ASEAN Connect," lanjutnya.
Salah satu yang diatur dalam RUU TIGNas adalah penggunaan sistem koordinat dan peta dasar yang sama, yang dikeluarkan Bakosurtanal, sebagai acuan semua pihak. Hal ini untuk menghindari konflik antardaerah dan inefisiensi pembangunan.
Pada saat ini Bakosurtanal melalui Menteri Negara Riset dan Teknologi sedang mengajukan RUU tersebut.
Undang-undang tersebut sekurang-kurangnya berisi beberapa asas good governance penyelenggaraan informasi geospasial, antara lain, kepastian hukum dan melibatkan partisipasi semua pihak.
Berlakunya UU TIGNas juga dapat mendorong akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas penyelenggaraan informasi geospasial. Hal ini tercapai karena ada pemanfaatan data bersama, kemudahan akses data, dan dukungan berbagai aplikasi pemanfaatan data spasial. UU ini juga mewajibkan akses informasi geospasial terbuka untuk masyarakat bagi informasi yang tak dinyatakan informasi tertutup.