Jumat, 22 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 22 November 2024   |   WIB
Indonesia menunggu UU Informasi Geospasial

Rabu, 20 Oktober 2010 berlangsung rapat antara Panitia Kerja (Panja) antara DPR dan Pemerintah membahas Rancangan Undang-Undang Informasi Geospasial (RUU IG), bertempat di ruang sidang Komisi VII, Gedung Nusantara 1.  Rapat ini adalah Rapat Panja yang ke-5 di bulan Oktober ini.  Rapat dihadiri para anggota komisi VII serta wakil dari pemerintah yaitu Bakosurtanal, Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM dan beberapa perwakilan dari kementerian lain yang terkait.

  

Upaya-upaya untuk menyusun UU yang mengatur Informasi Geospasial sebenarnya sudah berawal sejak tahun 1990-an.  Namun baru sejak tahun 2007 upaya ini diintensifkan kembali, karena berbagai perkembangan yang tidak dapat dihindarkan lagi, terutama terkait otonomi daerah dan kemajuan teknologi geospasial seperti kehadiran Google Map dan piranti-piranti navigasi GPS yang makin murah.  Contoh permasalahan yang mendesak untuk diberikan solusi tuntas melalui UU ini adalah: sengketa perbatasan, kebuntuan dalam penataan ruang, kesulitan dalam menentukan kawasan rawan bencana, kebutuhan informasi sumber daya alam yang akurat, ketertutupan akses atas informasi geospasial untuk mendorong investasi dan pengembangan ilmu, dan sebagainya.

UU ini nanti akan memayungi berbagai aktivitas terkait informasi geospasial, mulai dari survei untuk pengumpulan data, pengolahan data sehingga menjadi peta dan sistem informasi geografis, penyimpanan dan penyebarluasan, hingga penggunaan informasi geospasial untuk segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

  

UU ini akan melindungi baik kepentingan masyarakat, negara maupun dunia usaha.  Masyarakat sebagai konsumen akan mendapatkan akses data yang jauh lebih mudah dari sekarang, karena semua informasi geospasial yang diselenggarakan oleh negara akan bersifat terbuka, selain yang dikecualikan oleh peraturan perundang-undangan.  Masyarakat juga berhak untuk mengetahui kualitas dari setiap informasi geospasial yang diperolehnya.  Sementara itu, negara akan lebih efisien dalam menggunakan segenap sumberdaya yang dimilikinya, karena tumpang tindih pemetaan yang selama ini terjadi akan dapat ditekan.  Pelayanan pemerintah kepada masyarakat akan meningkat ketika seluruh instansi itu sudah menggunakan informasi geospasial berkualitas tinggi yang seragam.  Kondisi ini diharapkan akan membuat dunia usaha tumbuh lebih baik.  Baik yang terkait langsung dengan bisnis survei pemetaan maupun yang hanya sebagai pengguna, akan menikmati perizinan yang lebih lancar dan informasi yang akurat untuk meletakkan investasinya di lokasi-lokasi yang optimal.

Mudah-mudahan para anggota Dewan yang terhormat dapat segera merampungkan RUU ini menjadi UU, dan kita semua segera memiliki UU yang berkualitas untuk Informasi Geospasial yang berkualitas demi pembangunan nasional yang makin efektif, efisien dan berkualitas.

Oleh : Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar