Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
Geo-Marine Research Forum -- Dorojatun: �2050 DUNIA TANPA IKAN�

"Berdasarkan laporan PBB, dunia tidak akan memiliki ikan sama sekali pada tahun 2050. Australia meramalkan 95 persen terumbu karang di Great Barrier akan punah pada tahun 2050. Salah satu sebabnya adalah pemanasan bumi," ungkap Dorojatun Kuntjorojakti dalam Geo-Marine Research Forum, yang diselenggarakan oleh Bakosurtanal di Jakarta, Kamis, 16 November 2006.

Lanjut mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri era Presiden Megawati, "Pemanasan bumi bukan menyebabkan permukaan air laut naik secara merata di seluruh dunia. Kenaikan permukaan yang paling besar, justru terjadi di pinggir pantai, sehingga terjadilah abrasi. Akibatnya maka hilanglah pulau-pulau kecil seperti yang terdapat di Samudera Hindia dan Pasifik."

"Persoalan kita pada saat ini, mendekati tahun 2010, 50 persen dari biota laut di Indonesia sudah mengalami kepunahan. Antara lain bukan karena pemanasan global, tetapi terumbu karang kita rusak akibat pemakaian dinamit, sianida dan lainnya. Selain itu, kita juga terlalu banyak menggunakan plastik," kata Dorojatun.

Masalah serupa diungkapkan pula oleh Rudolf W. Matindas, Kepala Bakosurtanal, dalam pidato pembukaan forum riset geo-marin ini. Matindas mengatakan," Apa yang terjadi di satu tempat akan mempengaruhi di tempat lain. Degradasi lingkungan yang terjadi di wilayah daratan berdampak pula di wilayah pantai. Wilayah daratan kita telah mengalami tekanan yang sangat berat, baik itu akibat tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, maupun teknologi yang tidak berorientasi lingkungan, dibarengi kurangnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan."

Dorojatun membenarkan baru sekarang kita kembali ke laut. "Perjalanan itu tidak akan sebentar untuk kembali ke laut, memerlukan waktu beberapa generasi," jelas dosen Universitas Indonesia.

"Perhatian pemerintah terhadap kelautan baru muncul di Repelita ke-VI. Setelah pembangunan jangka panjang kedua, baru ada dalam GBHN," demikian jelas Arifin Rudianto dari Deputi Regional dan Pengembangan Otonomi Daerah - Bappenas. Namun, itu pun tidak serta merta terealisasi.

"Untuk mewujudkan perhatian pemerintah terhadap sektor kelautan, diambil beberapa langkah sebagai berikut: pertama, memperkuat kelembagaan; kedua memperkuat data dan informasi tentang sumberdaya kelautan; dan ketiga, mendayagunakan sektor kelautan. Dari ketiga langkah tersebut yang sukses masih satu, yaitu pembentukan lembaga yang menangani kelautan yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Kedua dan ketiga masih tercecer. Kita belum mampu mengumpulkan dan mengelola data dan informasi yang bagus dan akurat, dan mendayagunakan data dan informasi itu. Pendayagunaan ini tentunya harus melibatkan banyak pihak: pemerintah, industri, dan masyarakat," jelas Arifin.

Sebagaimana dipaparkan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri, "Berdirinya DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), tidak seperti menerima berkah dari surga begitu saja, atau seperti kertas putih. Namun, lembaga tersebut langsung dihadapkan pada berbagai masalah, seperti illegal fishing, distribusi nelayan yang tidak merata, kerusakan lingkungan, juga rendahnya pendidikan nelayan."

Hadir sebagai pembicara pada forum ini, antara lain: Aris Poniman (Bakosurtanal), Bambang Sapto Pratomosunu (Kementerian Ristek), Joenil Kahar (ITB), dan Pamuji Lestari (DKP). Forum yang digagas oleh Pusat Survei Dasar Sumberdaya Alam Laut (PSSDAL) - Bakosurtanal, juga dihadiri oleh para pejabat di lingkungan Bakosurtanal, seperti Inspektur Rohmandjaja, Kepala Pusat SSDAL Suwahyuono, Kepala Pusat Jasa dan Informasi Diah Kirana Kresnawati, dan lainnya.

Pesisir dan laut adalah tumpuan kesinambungan pembangunan nasional, sebagaimana rencana pembangunan 2005-2025 yang diprioritaskan pada pertumbuhan ekonomi baru. Hal ini mengingat, 60 persen wilayah Indonesia adalah laut, dan sebagaian besar penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir. Sumberdaya alam laut dan pesisir merupakan sumberdaya yang hingga kini belum dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, terutama untuk kesejahteraan masyarakat di sepanjang pesisir.

Masalah kelautan selamanya tidak akan pernah terselesaikan dengan baik, jika tidak ada kebijakan politik yang mendukung, dasar hukum yang jelas dan kuat, serta strategi yang bagus. Semuanya itu juga tidak akan berarti jika tanpa kesadaran masyarakat terhadap pesisir dan laut. Jadi bukan lautku untukku saat ini, tetapi untuk masa depan generasi kita. KHR/AC