Tahun 2011, merupakan tahun ketujuh pelaksanaan Ekspedisi Geografi Indonesia, setelah 8 lokasi ekspedisi yang telah dilakukan, yaitu Gunung Halimun (Jawa Barat) pada tahun 2005, Pangandaran-Pangalengan (tahun 2006), Bali (bagian utara) pada tahun 2007, Sulawesi Selatan (2008), Gorontalo dan Sumatera Utara (2009), Jawa Timur dan NTB (2010). EGI BAKOSURTANAL ke-IX 2011 kali ini bertajuk Ekspedisi Karst Gunungsewu yang berlokasi di Pantai Selatan DIY-Jawa Timur, mulai dari Kabupaten Wonosari (DIY), Wonogiri (Jawa Tengah) hingga Pacitan (Jawa Timur).
Dipilih lokasi Gunungsewu karena merupakan daerah karst yang memiliki berbagai keunikan yang menarik, baik dari aspek biotik, abiotik maupun sosial-budayanya. Karst Gunungsewu merupakan rangkaian Pegunungan Selatan Jawa yang membentang dari Pantai Parangtritis Yogyakarta sampai dengan Pantai Teleng Ria di Pacitan Jawa Timur. Karst Gunungsewu secara administratif berada di Kabupaten Gunungkidul Provinsi Yogyakarta, Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah, dan Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur. Karst di Kabupaten Gunungkidul memiliki luas 13.000 km² dan secara khusus mendapat perhatian dari kalangan internasional karena merupakan ekotipe bentang alam karst khas daerah beriklim tropis basah.
Tim EGI Karst Gunungsewu berjumlah 25 orang terdiri dari berbagai ahli dan disiplin ilmu Survei dan Pemetaan, Penginderaan Jauh, karstologi, Arkeologi, Antropologi dan Speleologi yang berasal dari Bakosurtanal, UGM, UI dan ITB. Ikut serta juga dalam Tim Ekspedisi ini anggota Dewan Pertimbangan Presiden, termasuk Ibu Meutia Hatta.
Ekspedisi Geografis Indonesia Bakosurtanal 2011 bertujuan untuk menemukenali dan menggali sesuatu yang baru dari Karst gunungsewu. Ada 3 parameter utama yang dicarai dan dikaji dalam ekspedisi kali ini, yaitu abiotik, biotik dan budaya yang tersusun dalam kerangka kajian:
1. Kronologi Terbentuknya Lahan di Gunungkidul, mulai dari pengendapan gamping sampai terbentuknya lahan saat ini.
2. Evolusi Bentuklahan
3. Biodiversitas di kawasan karst
4. Sejarah Hunian
5. Sosiokultural
6. Degradasi Lingkungan
7. Visualisasi Spasial
Ekspedisi rencana dilaksanakan selama 6 hari, 10 – 15 Juli 2011. Hari pertama, tim ekspedisi berangkat dari Kota Jogjakarta menuju Kantor Bupati Gunungkidul untuk mengikuti acara penyambutan dan pelepasan kegiatan EGI. Tim diterima oleh jajaran pejabat dan staf di lingkungan Kantor Bupati Gunungkidul.
Disampaikan oleh Bupati Gunungkidul dalam sambutannya yang dibacakan oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Ir. Budi Martono, M.Si bahwa kunjungan Tim Ekspedisi Geografi BAKOSURTANAL di Kabupaten Gunungkidul ini akan menjadi momentum yang tepat guna mengetahui dan memahami secara khusus dan intensif terhadap permasalahan terkait dengan kondisi geografis Kabupaten Gunungkidul. Kepada Tim EGI Bupati berharap fenomena yang terjadi di Gunungkidul ini akan menjadi bahan kajian yang sangat bernilai guna menentukan solusi terbaik terhadap upaya pelestarian kawasan karst, maupun peningkatan daya dukung masyarakat terhadap kelestarian kawasan karst.
Kegiatan hari pertama dalam ekspedisi ini lebih banyak bertujuan untuk melakukan overview terhadap wilayah kajian. Situs pertama yang dikunjungi berada di wilayah Desa Bedoyo. Di lokasi ini dilakukan pengamatan morfologi tipikal karst Gunungsewu dimana tampak pola-pola tipikal Kegel berupa bentukan kerucut-kerucut. Material kapur di wilayah ini memiliki kandungan CaCO3 yang paling tinggi (di atas 70%), sehingga batu kapur disini banyak ditambang oleh penduduk.
Perjalanan dilanjutkan ke Desa Sindon, Kecamatan Semanu untuk mengamati fenomena sungai bawah tanah Bribin. Sungai bawah tanah merupakan fenomena khas yang terjadi di daerah Karst. Di lokasi ini, sungai bawah tanah dimanfaatkan airnya dengan pembuatan sumur menembus sungai bawah tanah tersebut untuk selanjutnya air dipompa ke atas dan didistribusikan. Kedalaman sungai bawah tanah di titik ini mencapai 105 meter di bawah permukaan tanah.
Lokasi tujuan selanjutnya adalah telaga karst, merupakan sebuah telaga di daerah karstyang terisi air saat musim penghujan. Telaga inilah yang merupakan salah satu pintu dimana sungai bawah tanah tadi mendapatkan suplai air.
Selain fenomena biaotik dan abiotik, budaya merupakan salah satu aspek utama yang dikaji dalam Ekspedisi ini. Terkait dengan aspek budaya, Tim Ekspedisi menemukan suatu tradisi bersih Desa yang oleh mayarakat Gunungkidul biasa disebut dengan istilah “Rosulan”. Tradisi Rosulan ini merupakan tradisi yang diadakan setiap tahunnya pada bulan Rajab, sebagai ungkapan syukur terhadap segala anugrah dan karunia Sang Pencipta. Pada tradisi ini, masing-masing Dusun atau Golongan memberikan hasil budidayanya untuk diarak bersama di ke Balai Desa.
Hasil dari pengamatan fenomena dituangkan setiap peserta Ekspedisi Geografi Indonesia sesuai dengan tugas dikelompoknya dalam bentuk tulisan, dan akan dikemas berbentuk buku ilmiah popular dan multimedia yang diharapkan akan mampu membangkitkan rasa kesadaran akan lingkungan dan pentingnya menjaga ekosistem karst.
Oleh: Arif Aprianto