Masih banyak penggunaan data spasial yang belum sesuai dengan harapan. Hal ini nampak jelas ketika kita melihat banyak kasus yang terkait dengan keruangan. Kondisi ini tidak lain disebabkan oleh pengelolaan data keruangan di daerah-daerah yang belum memiliki secara utuh penguasaan teknis, demikian papar Heru Setiadhie, Kepala Bappeda Jawa Tengah, saat membuka workshop Data Spasial untuk Pengayaan Kompetensi Daerah, di Semarang (15/06/2010).
Lebih lanjut, Heru berharap kepada BAKOSURTANAL untuk dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang implementasi lebih lanjut tentang pengelolaan dan pemanfaatan data spasial, sehingga berguna bagi kesejahteraan rakyat.
Bagai gayung bersambut, harapan Kepala Bappeda tersebut selaras dengan penyelenggaraan kegiatan workshop yang ditujukan untuk instansi-instansi daerah. Workshop ini merupakan hasil kerjasama antara BAKOSURTANAL dengan Bappeda Jawa Tengah, dan diikuti oleh Bappeda kabupaten dan kota di sekitar Semarang, serta dinas-dinas terkait lainnya.
Workshop kali ini merupakan model pertama bagi BAKOSURTANAL untuk lebih mendekatkan data spasial kepada penggunanya. Jika sebelumnya ditujukan untuk guru-guru, sekarang lebih difokuskan untuk instansi terkait yang merupakan praktisi langsung di lapangan.
Materi yang disajikan pun sangat terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh daerah, seperti Peta untuk Mendukung Penataan Ruang yang disampaikan oleh Samsul Ma’arif, staf pengajar Universitas Diponegoro. Dalam presentasinya Samsul menyampaiakan perlunya penataan ruang di daerah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007. Selain Samsul Ma’arif, pemakalah lainnya berasal dari BAKOSURTANAL, antara lain Win Islamuddin Bale yang memaparkan tentang Pelayanan Jasa Survei dan Pemetaan BAKOSURTANAL, dan Bambang Riadi yang mempresentasikan Data Digital untuk Perencanaan Daerah.
Paparan pun dilanjutkan dengan diskusi antara pemateri dan peserta. Salah satu pertanyaan yang menarik adalah tentang luas wilayah, apakah data spasial yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL telah menjadi acuan untuk menentukan luas wilayah administratif suatu kabupaten atau kota, karena selama ini pemerintah menggunakan acuan luas berdasar data BPS, yang bukan merupakan data spasial.
Menjawab pertanyaan ini, Bambang Riadi menjelaskan jika Peta Rupabumi Indonesia bukan merupakan referensi resmi untuk batas wilayah. Diperlukan pemetaan batas wilayah secara khusus yang diselenggarakan oleh daerah dengan bantuan teknis dari BAKOSURTANAL dan pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri.
BAKOSURTANAL pun mengakui masih banyak sekali ‘PR’ yang harus diselesaikan. Namun, semuanya harus berdasarkan skala prioritas dengan segala keterbasan yang ada. Ke depan, BAKOSURTANAL pun ingin lebih meningkatkan peranan penggunaan data spasial bagi kesejahteraan rakyat.
Oleh Agung Christianto