Jakarta, 22/8 (ANTARA)-Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSUR-TANAL) Rudolf Winnemar Matindas mengatakan, pembangunan data geospasial diperlukan dalam mendukung pembangunan daerah, mitigasi bencana alam serta pembangunan nasional di berbagai sektor. “Pembangunan data geospasial juga sangat penting untuk mendukung program pemerintah yang mencakup kemiskinan, pengangguran, infra-struktur, pendidikan, kesehatan, layanan publik e-government dan pemilu” kata Matindas, di sela-sela konferensi Map (pemetaan) Asia 2005, di Jakarta, Senin. Ia mengatakan, dukungan sumber informasi bagi perencana pem-bangunan tidak cukup hanya berupa data berupa angka tetapi harus juga berupa data geospasial dimana lokasi, hubungan fenomena geografis tersaji secara terintregasi. “Pengalaman kejadian bencana tsunami di Banda Aceh tahun lalu merupakan pelajaran bagi Indonesia , karena setelah bencana tersebut dibutuhkan kecepatan akses data spasial yang dimungkinkan oleh teknologi” jelasnya. Ia mengharapkan adanya jaringan dari berbagai pihak agar dalam memperoleh data geospasial secara cepat dan tepat dapat diperoleh dengan mudah. Matindas mengatakan pembangunan data geospasial di Indonesia saat ini ditingkatkan melalui pembangunan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) yang dilaksanakan bersama oleh berbagai lintas pelaku yang bertujuan untuk mewujudkan tersedianya data geospasial yang terintergasi dan mudah dilakses. Sementara itu, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Kusmayanto Kadiman mengatakan pembuatan peta begitu banyak tapi saling berbeda, sehingga diperlukan ke-bijakan yang sama tentang pem-buatan peta mulai dari negara di ASEAN, dan Asia ini merupakan tujuan yang utama. Ia mengatakan, sebagai koordinator pembuatan peta, peran BAKOSURTANAL belum terlaksana |
karena masih belum terintegrasi antar lembaga pembuat peta yang satu dengan lainnya. “Di Indonesia peta tidak masalah, peta apa saja ada tapi begitu akan diterapkan melencengnya banyak sekali, mulai dari skala yang besar dan skala yang kecil,” ujarnya. Permasalahan selalu muncul ketika peta tersebut diaplikasi di lapangan sampai ada permasalahan satu tanah dua sertifikat dan dua-duanya legal, ini terjadi karena belum adanya satu kesatuan dalam pem-buatan peta. “Kita harus punya kebijakan tentang peta yang menjadi pemersatu se-hingga tidak masalah lagi, banyak badan yang bikin peta tapi karena kebijakannya satu dan itu kita pegang, mudah-mudahan tumpang tindih antar peta yang satu dengan yang lainnya dapat dihilangkan,” harapnya. Untuk memadukan kekuatan Asia agar mempunyai peta yang bagus, maka para pembuat kebijakan dari berbagai negara di Asia, peneliti, pengguna dan pengembang teknologi mengadakan Konferensi Map Asia IV di Jakarta yang digelar 22-25 Agustus 2005. Konferensi Map Asia pertama diadakan di Thailand , kedua di Malaysia dan ketiga di China . “Sebelumnya pada konferensi kedua sebenarnya diadakan di Indonesia namun karena krisis maka di-batalkan,” kata Matindas. Matindas mengatakan, Map Asia merupakan kesempatan yang bagus untuk platform bagi negara-negara di Asia untuk memperoleh akses bagi teknologi dan informasi yang baru. Konferensi Map Asia ini diharapkan terbentuk network antara dunia bisnis, akademik dan sektor pemerintah terhadap pemanfaatan teknologi baru di bidang geospasial sesama negara Asia . Map Asia 2005 ini menggarisbawahi perlunya pembangunan informasi geospasial dalam perencanaan ekonomi di negara-negara Asia dan membentuk forum kawasan Asia untuk bekerjasama di bidang geo-spasial. Selain konferensi juga di-adakan pameran oleh 45 perusahaan internasional yang bergerak di sektor industri perangkat lunak, perangkat keras dan aplikasi di bidang Sistem Informasi Geografis (SIG). |
(Disalin dari Suara Pembaharuan Edisi 29 Agustus 2005)