Jumat, 01 November 2024   |   WIB
id | en
Jumat, 01 November 2024   |   WIB
BPK Kumpulkan Data Spasial untuk Bencana

Kejadian longsor pada umumnya disebabkan karena masyarakat tidak sadar, apa yang telah mereka lakukan berisiko akan mengakibatkan bencana. Seperti yang terjadi di Bandung, di mana lereng bagian atas ditanami kentang, sedangkan di lereng bagian bawah ditanami ketela. Kedua tanaman itu menyebabkan daya rekat tanah semakin berkurang. Akibatnya, terjadi longsor saat curah hujan sangat tinggi, demikian jelas Adi Rusmanto, Kepala Bidang Inventarisasi Sumber Daya Alam Darat, Pusat Survei Sumber Daya Alam Darat (PSSDAD). BAKOSURTANAL, saat menerima lima orang staf BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Selasa, 5 Februari 2008.

Mereka antara lain Sudarmanto Eko, Setyo Eri, Subagjanto, Solly Syahrial dan Sarjono sebagai ketua. Para staf BPK membidangi lingkungan itu, datang ke BAKOSURTANAL dalam rangka mengumpulkan data, terutama berupa peta dan data spasial lainnya, yang dapat digunakan untuk audit tentang kebencanaan. Perhatian mereka terutama terhadap banjir yang terjadi di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur akhir tahun lalu.

Di PSSDAD, selain Kepala Bidang Inventarisasi SDAD, mereka diterima langsung oleh Kepala Pusat SSDAD, Agus Hermawan Atmadilaga; Kepala Bidang Basis Data SDAD, Nurwadjedi; Kepala Pusat Pelayanan Jasa dan Informasi (Pusjasinfo), Diah Kirana Kresnawati; dan beberapa staf ahli PSSDAD. Sebelumnya, mereka diterima oleh Sekretaris Utama, Sukendra Martha.

Lebih lanjut, Adi Rusmanto menunjukkan bentuk-bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dapat menyebabkan banjir. Seperti DAS Ciliwung yang memiliki bentuk memanjang, sebenarnya tidak terlalu berpotensi untuk menyebabkan banjir. Hal ini ditunjukkan oleh tinggi muka air Ciliwung yang tidak melebihi ambang batas normal meskipun hujan deras selama beberapa hari terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya beberapa waktu yang lalu. Adapun banjir yang terjadi di jalan-jalan pusat kota pada waktu itu lebih disebabkan oleh tidak adanya daerah resapan di Jakarta dan kondisi saluran air (drainase) yang tidak memadai.

Lain halnya yang terjadi pada sungai-sungai besar seperti Citarum atau Bengawan Solo, yang memiliki tipe seperti balon, besar di bagian hulu, memiliki potensi yang besar mengakibatkan banjir. Demikian tambah Nurwadjedi, melengkapi penjelasan Adi Rusmanto. Namun, semuanya itu tergantung pada intensitas curah hujan.

Sebagaimana yang terjadi di DAS Bengawan Solo akhir tahun lalu. Curah hujan yang sangat tinggi di bagian hulu, meliputi suatu wilayah yang sangat luas, menyebabkan kemampuan sungai untuk menampung dan mengalirkan air sangat rendah. Kondisi ini semakin parah akibat perubahan liputan lahan yang terjadi di sepanjang Bengawan Solo, yang sebagian besar telah berubah menjadi permukiman.

Dari berbagai paparan yang telah disampaikan, para staf BPK tersebut merasa jelas dan mengharapkan untuk dapat lebih memahami data spasial kepada BAKOSURTANAL. Sebelumnya, di antara mereka telah belajar tentang penggunaan data spasial di BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).Menanggapi hal itu, Diah Kirana, Kepala Pusjasinfo, menyambut sangat baik dan menawarkan untuk ikut pelatihan di Diklat BAKOSURTANAL. AC/TN